33 - Jangan Menilai Dari Satu Sisi

81 7 8
                                    

Hai, jangan lupa follow, vote dan komennya!

***

Aku mencari sosok Harun di sekeliling lapangan. Tak lupa aku mencarinya ke gerbang belakang. Sebenarnya kemana dia membawa ponselku?

"Belum balik juga tuh si Harun?" tanya Nadia yang juga ikut mencari siswa menyebalkan itu.

Aku menggeleng pelan. Pikiran negatif kini mulai berkeliaran di kepalaku. Aku takut dia hanya iseng dan menyembunyikan ponselku. Tapi setelah dicari ke setiap sudut, kami sama sekali tidak menemukan benda pipih itu.

"Itu Harun!" Indah berseru sambil menunjuk ke arah gerbang depan. Harun datang bersama dua temannya.

Dengan langkah tergesa, aku langsung menghampiri Harun. Aku berkacak pinggang dan memberikan tatapan tajam pada Harun.

"Kamu ini sebenarnya kemana? Kenapa bawa pergi HP aku? Mana siniin HP nya!" pintaku dengan nada tinggi.

"Kak, sabar dulu. Harun bawa HP Kakak ke konter buat ganti tempered glass yang kotor itu," lerai Arfan.

"Tau nih, belum apa-apa udah su'udzon. Ini HP nya." Harun menyerahkan benda pipih dengan softcase hitam itu padaku.

Aku cukup terkesima saat melihat layar ponsel yang terlihat lebih jernih seperti ponsel baru. Tempered glass di ponselku sudah diganti.

"HP Kakak juga udah dibenerin dan udah gak nge-lag lagi. Kalau gitu kami pamit pulang dulu. Assalamu'alaikum." Harun kini berlalu bersama kedua temannya.

"Hey, Harun! Tunggu!" panggilku. Langkah tiga santri itu langsung terhenti.

"Kenapa lagi?" Harun berbalik dan berdecak sebal.

"Ma-makasih, aku harus ganti berapa ke kamu?"

"Gak usah diganti. Anggap aja itu permintaan maaf dari mereka yang udah bikin HP Kak Senja hampir rusak. Ayo Pan-pan kita balik!" Harun melangkah mendahului dua temannya.

"Pulang dulu ya, Kak. Assalamu'alaikum." Arfan dan Ivan menyunggingkan senyum, kemudian dua siswa itu menyusul Harun.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah,"

Detik berikutnya, aku hanya diam menatap kepergian tiga santri itu. Ku lihat kembali ponsel yang sudah kinclong. Tak ku sangka, siswa menyebalkan seperti Harun mempunyai sisi baik.

"Coba liat HP-nya," pinta Nadia. Aku memberikan alat komunikasi itu pada Indah.

"Beneran kayak HP baru lagi. Untung aja layarnya gak retak," sahut Indah.

"Alhamdulillah, untungnya begitu." Aku pun bernapas lega.

"Harun baik juga ya. Kamu sih, Ja. Jangan menilai orang di satu sisi. Dia emang nyebelin, tapi liat sisi baiknya. Dia mau ngeganti tempered glass HP kamu, padahal bukan dia yang bikin rusak. Kemarin juga kamu bilang dia nawarin pake payung, sementara dia milih buat hujan-hujanan," papar Nadia.

Nadia benar, aku memang salah menilai Harun. Tapi tetap saja, sikapnya selalu membuatku kesal, bahkan merasa tak dihargai. Seharusnya jika ingin berisik, harus tahu waktu. Aku kan belum terbiasa dengan karakter mereka yang berbeda. Jadi, aku pun bingung bagaimana menghadapinya.

"Tapi selama aku perhatiin, dari banyaknya siswa yang sering interaksi sama kamu, kayaknya yang paling sering cari perhatian itu Harun deh. Kamu perhatiin juga gak, Nad?" senggol Indah.

Senja BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang