32 - Memperhatikan Penampilan

90 6 9
                                    

Hai! Jangan lupa follow, vote dan komennyaa!

***

"Kak, pinjem laptopnya dong buat nonton," pinta Lukman saat aku akan mematikan laptop.

"Iya, Kak. Sampe jam istirahat beres aja. Atau nggak Kakak istirahat di sini aja sekalian," sambung Ghifar.

Aku diam menimbang permintaan murid di kelas XI-IPS-3 itu. Bel istirahat sudah tiba, tetapi jam pelajaran ketiga aku kembali mengajar di kelas ini dengan waktu setengah jam.

"Kakak nanti kan masuk lagi di kelas ini. Jadi biar nanti semangat belajarnya, kita nonton dulu," ucap Argan.

Beberapa siswa dari luar pun menginginkan hal yang sama dengan anak-anak santri, yaitu menonton menggunakan laptopku yang terhubung dengan infokus.

"Ya, udah boleh deh. Tapi awas jangan nonton yang aneh-aneh." Aku memperingatkan.

"Aman, Bu. Lebih bagus sih kalau cewek-cewek keluar aja sana!" usir Bayu, salah satu siswa dari luar pesantren.

"Enak aja!"

"Kita juga mau nonton tau!"

"Iya, ih jangan egois lah!"

"Tapi selera film kita beda, jadi takutnya ada apa-apa mending cewek pada keluar," sahut Diwan.

"Apa-apaan? Enggak ya, kita tetep mau nonton. Makanya nontonnya jangan yang aneh-aneh!" sinis Elya.

"Nonton Saranjana aja gak sih?" ceplos Lukman.

"Itu mana ada di youtube, adanya di bioskop, Dodol!" Ghifar menoyor kepala Lukman.

Aku hanya diam saat melihat perdebatan siswa yang memperebutkan film yang akan mereka tonton. Aku berpesan pada mereka agar tidak rebutan. Karena jam istirahat itu tidak lama.

"Inget yaa, jangan nonton yang aneh-aneh dan hati-hati main laptopnya. Aku mau keluar sebentar." Aku berjalan keluar kelas karena aku ingin beristirahat sejenak. Biarkan saja para siswa itu menonton di kelas menggunakan laptopku.

Baru saja sampai pintu, seorang siswi yang merupakan santri ingin meminjam ponselku. Katanya ia ingin menghubungi orangtuanya. Dia tak ingin meminjam ponsel temannya yang dari luar, karena ponselnya sudah pasti dipakai. Aku tak bisa menolak, karena aku juga merasakan bagaimana dulu ingin sekali menghubungi orangtua ketika sedang di pesantren.

"Jangan buka-buka yang lain ya. Aku mau ke ruang BK sebentar," pesanku sebelum akhirnya kakiku melangkah keluar dari kelas.

Ketika berjalan di koridor lantai dua, aku tak sengaja berpapasan dengan Harun yang baru saja keluar kelas. Dia terlihat seperti orang baru bangun tidur. Rambutnya yang berantakan dengan peci yang ia tenteng, wajahnya juga terlihat lesu.

"Woy, Harun!"

Mendengar namanya dipanggil, Harun langsung melirik. Wajah yang semula kusut itu langsung terlihat segar. Lebih tepatnya dia memasang wajah sok cool dengan senyuman jahilnya.

"Haha, kamu bangun tidur ya?" Aku tertawa kecil ketika melihat ekspresi wajah Harun.

"Iyalah, cuaca gini mendukung banget buat tidur," jawab Harun datar.

Senja BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang