46 - Petunjuk Lewat Mimpi Buruk

80 4 15
                                    

اَللّـٰـهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَـيَّدِنَا مُحَمَّدٍ♡

Jangan lupa vote sama komentarnya yaa!

Happy reading

***

Tangan yang semula lincah menari di atas keyboard laptop kini tiba-tiba terhenti. Suara di perutku membuat apa yang sedang ku kerjakan terhenti.

"Ah, pake laper segala lagi." Aku melirik jam di ponselku. "Mumpung belum magrib jajan dulu kali ya."

Aku mengambil rok juga kerudung. Setelah dua benda itu terpakai, aku pergi keluar untuk membeli jajan. Tapi enaknya jajan apa ya? Seblak, bakso, mie ayam, mie tulang atau makanan ringan? Aku terus berpikir sepanjang jalan.

"Beli bakso aja deh. Tapi makanan ringan juga udah abis. Hmm sekalian aja deh, pas jalan pulang mampir dulu ke warung." Aku melanjutkan langkah menuju ke warung bakso. Meskipun jauh, tapi aku tetap menempuhnya dengan berjalan kaki. Itung-itung jalan-jalan ajalah ya.

Setibanya di sana, aku langsung memesan satu porsi mie bakso. Sambil menunggu, aku hanya duduk saja dan memainkan ponsel. Sesekali aku juga melihat beberapa orang yang masih berlalu lalang di sekitar taman.

"Ini pesanannya, Neng. Totalnya 12.000," ucap Abang penjual bakso.

Aku memberikan selembar uang hijau pada penjual bakso tersebut. Setelah menerima kembaliannya, aku gegas berjalan pulang. Semilir angin dan pemandangan senja sore itu, membuat pikiranku yang sudah pusing oleh tugas langsung fresh.

Ketika sedang berjalan dengan santai, seseorang membekap mulutku dan menarik tanganku dengan kuat. Aku sampai merasa sesak, bahkan tidak bisa bersuara karena dia begitu kuat membekap mulutku.

Hingga akhirnya, saat kami berada di sebuah tempat sepi, tangan itu langsung terlepas. Seorang pria yang membawaku langsung melepas masker dan juga topi yang dipakainya. Aku terkejut saat mengetahui siapa orang itu. Tubuhku langsung gemetar dan air mataku pun hampir menetes.

"Ka-kamu ngapain bawa aku ke sini?" tanyaku dengan raut wajah takut.

Laki-laki itu tersenyum jahat. "Aku mau kamu jadi milik aku, Senja."

Tangannya mulai mengusap wajahku dengan pelan. Hal itu membuat tubuhku meremang dan air mataku pun benar-benar menetes.

"Aku gak mau ya kalah sama anak SMA itu. Dia itu cuma anak kecil. Kenapa kamu mau sama dia hah? Aku kurang apa sebenarnya?"

Perlahan tapi pasti, dia mendekatkan tubuhnya. Aku berjalan mundur sampai akhirnya tubuhku menghimpit ke tembok.

"Ra-Radit aku ... aku mohon. Ka-kamu jangan macem-macem. Ke-kenapa kamu jadi kayak gini?" kataku sambil menahan isak tangis.

"Karena kamu sendiri yang bikin aku tertantang kayak gini. Semakin kamu menghindar, semakin pula aku ingin mengejar. Senja, aku itu suka sama kamu. Bahkan dari dulu saat kamu jadi panitia ospek. Aku sering perhatiin kamu, aku juga sering liat kamu di jalan kalau mau ke kampus. Begitu kamu ngechat duluan ke aku, aku seneng. Akhirnya kamu sendiri yang dateng ke aku,"

Tangan Radit masih terus mengusap wajahku. Hingga akhirnya kedua tangannya memegang bahuku.

"Apa kamu sama sekali gak ada rasa sama aku hmm? Setelah apa yang kamu lakuin ke aku. Semua perhatian kamu, sikap baik kamu. Kamu pikir itu gak bikin aku berharap sama kamu?"

Aku menangis. Menyesali perbuatanku sendiri. Niat hati hanya ingin berteman, tapi nyatanya dia yang jatuh dalam harapan. Harapan tanpa ada kepastian. Mungkin di sini aku juga yang salah. Aku yang terlalu over memberi perhatian dan menunjukkan sikap baik. Aku tahu, kami sama-sama baper. Tapi dialah yang tak pernah memberikan kejelasan akan kedekatan kami. Jadi apakah salah jika aku tak ingin mengenalnya lagi?

Senja BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang