18 - Dia Yang Tertutup

99 9 2
                                    

"Assalamu'alaikum. Punten!"

Suara seseorang dari ambang pintu membuat penghuni kamar 8 lantai 2 itu menoleh.

"Heyyow, Bang Andrew!" seru santri kelas 1 SMA di kamar itu.

"Mau cari adiknya ya, Bang?" tanya Ivan. Ia menghentikan kegiatannya yang sedang main adu panco dengan Arfan.

"Si Harun dari tadi belum balik," sahut Arfan.

"Belum balik ... maksudnya?" Dahi Andre berkerut.

"Dari beres ngaji dia belum balik lagi ke sini. Kayaknya masih di masjid," sahut Fahtul.

"Masa sih? Tadi aku dari masjid juga. Gak ada tuh si Harun. Makanya aku samperin ke sini, ada yang mau aku omongin sama dia," ucap Andre.

"Tadi aku liat Kang Harun ke madrasah," celetuk santri bertubuh kecil yang duduk di kelas 2 SMP itu.

"Ke madrasah? Ngapain dia di sana?" gumam Andre.

"Oh, ya udah kalau gitu aku ke sana dulu ya. Assalamu'alaikum." Andre pamit pada penghuni kamar tersebut dan bergegas menuju ke madrasah untuk menemui adiknya.

Sebelum ia tiba di madrasah, seseorang kini memanggil namanya. Cowok berbaju navy itu menghentikan langkah dan melihat Hilman yang menghampirinya.

"Ada apa, Man?" tanya Andre.

"Minimarket rame banget cuy. Si Ajun sama Zaidan lagi keluar. Banyak cewek tau, aku gak sanggup," keluh Hilman.

"Halah, gak sanggup katanya. Biasanya juga kesenengan kalo minimarket rame sama santriyah." Andre menggoda temannya yang memang hobi menjahili santri putri itu.

"Masalahnya aku kan sendiri. Kalau ada temen ya gapapa toh," elak Hilman.

Ditariknya lengan Andre agar cowok itu membantunya melayani pembeli minimarket pesantren. Andre yang semula ingin mencari sang adik pun mengurungkan niatnya demi membantu temannya.

***

Sementara itu di belakang sebuah bangunan luas yang biasa digunakan mengaji oleh para santri, seseorang tengah duduk santai dengan memegang kitab juga buku catatannya. Sejak pulang mengaji hingga selesai shalat ashar, dia belum kembali ke asrama. Dia lebih memilih untuk menenangkan diri di belakang madrasah itu.

Di belakang madrasah, ia bisa melihat pemandangan indah. Apalagi di sana juga ada kolam ikan milik Kiyai Hanif -- pimpinan pondok pesantren Al-Asy'ari. Biasanya suka ada santri yang memilih tempat itu untuk menghafal. Karena suasananya yang sunyi. Dan Harun saat ini tidak sedang menghafal. Dia hanya ingin menenangkan pikirannya.

Di buku catatan yang ia pegang, ia lantas menuliskan sesuatu. Rangkaian kata yang mewakili isi hatinya.

Sendiri itu tenang meskipun selebihnya kesepian. Aku hanya butuh ketenangan di saat dunia memberikan tekanan.

Langit kini mulai menampakkan semburat jingga. Suara santri yang sedang membaca nadzom di masjid kini terdengar. Ini pertanda waktu magrib akan segera tiba. Biasanya 30 menit sebelum adzan, pasti akan ada santri yang membaca nadzom dan sholawat di masjid.

Ternyata cukup lama Harun berdiam diri di sana. Sebelum waktu magrib tiba, cowok itu memutuskan untuk pergi ke kantin pesantren untuk membeli makanan. Harun yang sedang makan dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya.

"Dari mana aja?"

Harun hanya menggeleng saat saudara sedarahnya itu bertanya.

"Abang denger kamu tadi berantem lagi sama pacar mahasiswa magang itu?"

Senja BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang