4

29 7 2
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Sinar POV

Aku kira, saya Kang Ayung berbicara akan datang menyusul itu hanyalah bualan belaka. Namun, detik ini aku melihatnya benar-benar datang ke toko. Padahal baru beberapa waktu yang lalu, aku memandang khawatir pada menu baru yang sengaja aku pisahkan untuknya, aku takut ia tidak akan datang.

Kang Ayung menepati janjinya untuk datang, pun dengan membawa seorang anak lelaki di sebelahnya. Aku tidak asing dengan anak kecil itu, tetapi sampai sekarang sebenarnya aku tidak tau kapan tepatnya lelaki itu menikah. Tolong jangan berfikir terlalu jauh, aku hanya sering melihat postingan Kang Ayung di instagram, sebelumnya kami tidak pernah berinteraksi jadi aku tak tahu banyak tentangnya.

Walau sebenarnya sempat terbesit pertanyaan dalam benakku, wanita hebat mana yang berhasil menjadi rumah untuk lelaki sempurna seperti Kang Ayung. Garis bawahi, aku begitu mengaguminya. Diantara banyaknya lelaki hebat dalam benakku, Kang Ayung adalah salah satunya.

"Selamat datang, Kang." Aku menyapanya terlebih dulu sembari mengulurkan menu. "Ini menunya ya, bisa di liat-liat dulu."

"Bisa makan di sini kan ya?" Aku mengangguk mengijinkan.

"Bisa Kang, tapi tempat buat makannya ga seluas itu. Lahannya ga besar, hehe."

"Ga apa, ini pesan di sini ya? Atau duduk dulu?"

"Boleh di sini, nanti dianter ke meja sama pegawainya."

Tanpa kata, Kang Ayung mengambil menu yang tadi aku ulurkan, ia terlihat memilih dengan anaknya.

"Aa mau yang mana? Coba tunjuk."

"Ini, boleh tidak, Baba?" Aku otomatis tersenyum gemas saat melihat anak itu menunjuk satu menu sambil melirik pada ayahnya. Lucu, mata jernih anak kecil memang selalu mampu membuatku senang.

"Boleh, ada lagi?"

"Pengen ini juga untuk minumnya."

"Itu kopi A, yang lain aja boleh ya? Nanti perutnya sakit."

"Yah, Aa mau itu padahal."

Melihat anaknya yang murung, Kang Ayung mengangguk paham, ia kemudian kembali melirik ke arahku. "Menu barunya, dimana? Saya ngga lihat."

"Ini menu barunya, udah di pisahin juga jadi aman." Aku menunjukan lagi 1 lembar menu yang memang khusus aku buat untuk kue terbaru di tokoku.

"Ah, oke. Saya mau ini aja satu, menu barunya dua."

Aku yang melihat Kang Ayung terdiam sambil melihat menu kopi yang tadi di pilih anaknya pun jadi bertindak. "Buat pesenan kopinya, bisa di ubah sama susu ko Kang, nanti tetep dibuat persis kaya di menu, gimana? Kopi buat anak kecil ga baik soalnya."

"Eh, bisa?"

"Bisa dong, kalau buat Akangnya mau minum apa? Itu dedenya ga ada alergi kacang atau susu kan ya? Itu menunya hazelnut soalnya."

Rentetan pertanyaanku saat itu bukan tanpa sebab, di awal masa perintisan toko aku pernah mendapat keluhan karena ternyata saat itu customerku malah memesan menu yang mengundang alerginya. Jadi semenjak itu, aku menerapkan untuk bertanya atau sekedar menjelaskan bahan apa yang aku gunakan. Jaga-jaga, agar tidak lagi ada keluhan seperti itu.

"Aman ko, ga punya alergi anaknya." Ia lalu menunjuk ada vanilla latte. "Buat minumnya, saya mau ini."

"Noted, di tunggu ya. Nanti diantar ke sana."

"Sinar."

Aku memandang Kang Ayung dengan alis yang terangkat. "Yaa?"

"Boleh ga, temenin saya sama anak saya makan nanti?"

Sejujurnya aku terkejut, permintaan dan ajakannya sejak kemarin cukup membuatku bingung, sebenarnya ada apa dengan Kang Ayung? Aku tidak ingin terlalu percaya diri, tapi sialnya aku juga cukup peka dengan gelagatnya setiap bertemu diriku. Atau, apakah ia sudah berpisah dengan pasangannya?

Setelah beberapa saat terdiam, aku memilih tersenyum simpul. "Kalau ga rame, nanti ditemenin." Jawabku asal. Padahal, dalam hati aku sangat berharap hari ini toko akan ramai. Bukannya ingin menolak, tapi aku tidak terlalu nyaman berada di dekatnya.

Ralat, aku memang sering kali merasa tidak nyaman setiap berada di dekat lelaki yang bukan lingkup keluargaku.

~~~

Anganku tentang ramainya toko ternyata tidak terkabul, 15 menit berlalu nyatanya hanya ada 2 orang yang datang. Sehingga kini, membuatku berakhir duduk bersama Kang Ayung dan anaknya.

"Hai?" Aku menyapa begitu mendudukan bolong di sana. Tadi, Kang Ayung kembali memanggilku untuk menemaninya.

"Hai adek, aku boleh ikut duduk ya?" Tanyaku basa basi pada anak Kang Ayung.

"Boleh Tante." Jawab anak itu sopan. Ya Tuhan, aku gemas ingin menjawil pipi gembulnya.

"Aa, salam dulu coba sama Tantenya. Kenalan juga, ini namanya Tante Sinar, temen Baba."

"Halo tante Sinar, salam kenal ya aku Harsa, umurku 5 tahun, sekarang aku sekolah di TK kecil."

Kali ini, aku tidak mampu menahan tanganku untuk tidak mengelus pelan kepala anak kecil ini. Aku benar-benar di buat gemas olehnya.

"Halo juga Harsa, salam kenal yaa anak ganteng." Aku kini melirik pada Kang Ayung. "Pinter banget anaknya, persis babehnya nih pasti."

"Eh eh, gimana, cakenya enak engga?" Tanyaku penasaran.

"Enak, Aa suka, ini tidak terlalu manis kaya kue yang suka Baba beli." Aku terkekeh, pun dengan lelaki dewasa di sebelahku ini. "Tapi, Baba bilang tadi ini kopi, tapi rasanya ternyata seperti susu."

"Memang, Aa tau rasa kopi kaya gimana?" Tanya Kang Ayung terdengar spontan.

"Tidak sih, Baba kan tidak kasih ijin Aa minum itu."

"Ya Allah, gemes banget."

"Kalau Aa suka, nanti kita mam cake di sini lagi ya? Mau ga?"

"Mau dong, nanti Aa pesan menu lain. Kalau sekarang perutnya sudah tidak muat, Baba."

"Hahaha, iya. Jangan kekenyangan ya, nanti perutnya sakit."

Kali ini, aku memandang Kang Ayung, sedikit penasaran dengan komentarnya tentang kue di tokoku. "Kang, gimana kuenya? Ada masukan engga?"

"Saran saya, buka cabang lagi aja, Nar. Kue buatan kamu enak, buat saya sama Harsa yang bukan sweetooth, kuenya cocok. Apalagi coklatnya yang agak pahit gini."

Aku lihat ia, menunjuk pada menu baruku. "Ini, dia yang abisin. Katanya enak sekali."

"Hahaha, alhamdulillah kalau gitu, ikut seneng dengernya. Jangan kapok main ke sini yaa."

"Iya, nanti kita berdua mampir lagi."

"Ajak Oma sama Opa juga Baba, biar ramean ke sininya."

"Iya boleh."

Aku hanya diam, memperhatikan percakapan keduanya. Sedikit merasa aneh, karena mereka sama sekali tak menyinggung tentang ibu dari Harsa. Sadar aku hanya diam, penjelasan Kang Ayung selanjutnya membuat aku malah semakin terdiam.

"Mamanya pergi, dari lahir dia ga pernah tau siapa yang lahirin dia."

Aku hanya mampu ber'oh' ria saat mendengarnya. Tak mampu membayangkan bagaimana jadinya, seorang anak yang ditinggalkan Ibunya sedari lahir.

🐝🐝🐝

Met hari minggu, gimana part kali inii?
Semoga pada sukaa yaaaa, maaf kalau aneh huhuuu🥲😭💜

BUNGSULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang