31.

16 5 4
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Pepatah masa depan tidak ada yang tahu adalah benar adanya. Seperti sekarang, saat Ayung berakhir makan bersama Ibu dan adik pertama Sinar. Ia berani bersumpah, tak pernah ada terbesit di pikirannya akan bertemu seperti ini. Saat ia baru selesai meeting dan ingin pergi ke toko Sinar tapi malah dicegat oleh Zua. Gadis tengil berambut pendek itu tadi sedikit berteriak memanggil Ayung, dan dengan inisiatif memperkenalkan Ayung pada Ibu dan adik Sinar.

Sialnya, setelah mereka menemuka kafe untuk berbincang, Zua malah ngacir meninggalkan ketiganya. Sumpah serapah sudah benar-benar berada di ujung lidah Ayung, namun ia tahan sebisa mungkin. Bukannya ia tidak senang bisa berbincang dan memiliki waktu pendekatan dengan keluarga Sinar, tapi penampilannya setelah meeting tadi ia yakin cukup jauh dari kata rapih. Dasi yang sudah dilonggarkan, rambut yang berantakan dan kancing atas yang sengaja dilepas menurutnya cukup mengurangi kesan sopan saat mereka pertama kali bertemu. Belum lagi suasana canggung ini tak kunjung hilang sejak tadi.

Hingga suara lembut wanita yang tak lagi muda itu memutus lamunan Ayung seutuhnya.

"Udahan yuk diem-diemannya. Sekarang, boleh saya nanya ke Akangnya?"

"E-eh iya boleh, Bu. E-eh Tante."

Kontan saja, jawaban gugup dari Ayung barusan membuat Ibu dan Oka, adik pertama Sinar terkekeh geli.

"Kenalan dulu, Mbu. Biar gak panik Abangnya, kasian itu."

Dari nada jahilnya, Ayung sudah dapat mengetahui bahwa Oka adalah anak yang mirip seperti Sinar. Tengil dan penuh dengan kehangatan.

"Udah kenal Ibu mah, kamu sana kenalan."

"Hehe, salam kenal Bang Jingga. Kok mau sama tetehnya Oka sih? Dia kan galak," Ucapnya dengan wajah polos yang membuat Ayung mengangkat alisnya, tak menyangka adik Sinar akan berucap seperti itu.

"Huss, kamu ituu. Maafin ya, Kang. Dia namanya Okana Dajeyama, adek pertamanya Teh Osin. Adek bungsunya perempuan, namanya Ola, ntar kapan-kapan ketemu ya, Kang." Ibu tersenyum hangat. "Maklumin kalau Oka ini ngomongnya suka ngawur, udah stelan pabrik."

"Yee, Ibu pabriknya."


Reflek detik itu juga Ayung tertawa lepas, walaupun ia sendiri tak tahu lucunya di sebelah mana.

"Salam kenal juga ya, Ib-Tante, Oka. Saya Jingga Lembayung, kakak kelasnya Osin waktu dulu."

"Kalau mau panggil Ibu gak apa-apa, Kang. Siapa tau jadi sedikit ngilangin groginya, ya kan?" Tanya Ibu sambil melirik ke tangan Ayung yang kini saling meremat. Bahkan ia tak sadar  tangannya saling bertaut saking gugupnya.

Lantas yang ia lakukan adalah tercengir sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Terakhir kita ketemu, waktu Akangnya mau masuk SMP ya? Kita ketemu waktu perpisahan di tempat Bunda Akang ngajar."


"Ah, iya. Udah lama banget ya, Bu."

Ibu menarik kurvanya, senang saat Ayung menuruti sarannya untuk memanggilnya dengan sebutan Ibu.

"Ibu teh kemarin ada denger dari Zua, katanya sulung Ibu lagi deket sama Akang. Apa bener ituteh, Kang?"

"Awalnya Ibu Oka ini gak percaya tau Bang, soalnya Teteh emang gak ada cerita. Yang kita tau mah, Teteh sibuk urus toko sama naskah."


BUNGSULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang