25

18 4 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Hari-hari berikutnya Sinar lewati seperti biasa. Pergi ke toko, mengurusi ini dan itu sambil sesekali mengetik naskah. Terhitung sudah lebih dari 1 minggu ia dan Ayung tak bertemu, terhitung sudah selama itu Ayung tak mengirinkan barang 1 pesanpun kepadanya. Jika teringat Ayung, Sinar akan otomatis menghela nafas dan memaksakan kurva itu untuk kembali tertarik ke atas.

Satu sisi ia lega dengan ini, karena ia tak perlu lagi berperang untuk tetap ada di dekat Ayung atau menjauh seperti waktu itu. Namun, sepertinya kali ini ada secuil dari dirinya yang mulai terbiasa dengan kehadiran pria bermata sipit itu, ada sebagian darinya yang berharap Ayung ada lagi menemaninya melewati hari. Lantas, apakah kali ini Sinar sudah jatuh suka kepadanya? Apakah rasanya sudah meningkat dari mengagumi ke rasa menyukai?

Tapi, jika dipikir lagi, wanita mana yang tak jatuh hati pada seluruh sikap baik dan lembut yang Ayung berikan? Setidaknya, lambat laun mungkin wanita yang mendapat perlakuan bak ratu itu akan mengaku kalah atas rasanya.

Tak ada yang mampu menebak bagaimana Sinar merindu dalam diamnya, kecuali Purin, Ratu dan Taka.
Ketiga orang itu sejak kemarin terus saja bergantian menemaninya, terutama Taka yang terus bawel meminta Sinar untuk berbaikan dengan Ayung.

Mungkin, lewat ketiga orang itu juga Sinar sadar bahwa eksistensi Ayung sudah menjadi sesuatu yang ia rindukan.

Sinar otomatis tersenyum dan melirik saat derit pintu tertangkap rungunya. Tapi raut itu seketika berubah menjadi raut penuh tanya. Ia kira, yang datang adalah teman-temannya atau seorang pelanggan, tapi ternyata itu adalah Harsa. Pemuda kecil itu melangkah kecil ke arahnya sambil melambai lucu, dan tanpa bisa ditahan lagi Sinar mendekat.

"Aa? Kamu sendirian?" Sinar jelas panik sendiri. Walau jarak antara toko dan sekolahnya dekat tapi, tetap saja.

"Halo Bubu, iya Aa sendirian. Aa sudah menunggu lama, tapi Baba tidak datang,  Aa bosan makannya Aa milih ke toko Bubu." Cengiran itu mau tak mau membuat Sinar terkekeh.

"Yasudah, kita tunggu Baba di sini aja, oke?" Ajak Sinar semangat. "Mau makan apa, Aa? Kita beli nasi mau tidak?"

"Eh, Bubu tadi ada bekal katsu, Aa suka? Mau coba masakan Bubu?" Sinar bertanya saat ia teringat dengan bekalnya.

"Tidak usah Bubu, ayok kita pesan aja. Nanti Baba yang bayar, bekalnya kan, untuk Bubu."

"Ahahaha, Aa, terima kasih udah pengertian sama Bubu. Tapi, ngga apa-apa kok, kan Bubu yang tawarin kalau Aa mau."

"Tunggu bentar ya." Sinar berlari kecil ke belakang kasir, ia lalu mengambil bekalnya dan menghampiri lagi Harsa yang sedang duduk di salah satu meja, untung saja hari inu toko cukup sepi.

"Nah, liat, ini bekal yang Bubu maksud. Kalau Aa mau, boleh kok."

Melihat bekal Sinar yang menarik, berhasil membuat Harsa melirik pada Sinar. Seolah meminta izin, apakah ia boleh memakannya.

"Makan aja sayang, Aa pasti udah laper juga ya? Maafin Babanya ya? Mungkin lagi ada hal mendesak jadi kelupaan jemput Aa."

"Aa tidak marah kok, cuma tadi Aa bosan saja, hehe." Harsa lalu melirik lagi pada Sinar. "Makanan Bubu, boleh untuk Aa? Tapi, nanti Bubu makan bagaimana? Eh, kita makan berdua saja, yuk?"

Sinar gemas bukan main, ia mengusak pelan kepala Harsa. "Gampang, Bubu nanti bisa buat lagi. Di sana kan, ada dapur," Tunjuknya pada bagian belakang yang tertutuo tirai.

Barulah, setelah itu Harsa mau memakan bekal yang tadi Sinar buat. "Baba pernah beritahu Aa, katanya jangan mau diberi sesuatu sama orang lain. Tapi karena ini Bubu, Aa makan saja."

"Hahaha, iya bener. Kalau suatu hari ada yang ajak Aa nih misalnya, eh Aa ikut ke sana yuk nanti di kasih-"

"Popcorn!" Seruan semangat yang memutus ucapan Sinar itu lagi-lagi mendapat respon kekehan gemas.

"Iya, nanti di kasih popcorn. No way ya, jangan diturutin. Next juga kalau Baba telat jemput lagi, Aa bisa beritahu bu gurunya. Boleh minta antar ke sini."

"Terima kasih Bubu, Bubu baik sekali. Mirip Mama dan Ibunya teman-teman Aa, katanya baik-baik sekali." Anak itu tersenyum, namun tidak dengan orang dewasa di sebelahnya. Ada nyeri yang merambat naik, itu teramat jelas Sinar rasakan. Terselip nada iri juga getir walau tak kentara sama sekali.

Maka, kali ini Sinar hanya mengangguk. Tak banyak bicara karena tiba-tiba saja ia merasa kasihan pada Harsa. Anak ini tumbuh baik tanpa adanya sosok ibu, anak ini di lubuk hatinya iri dan juga menginginkan adanya seseorang yang mampu ia panggil dengan sebutan ibu, mama ataupun Bunda. Sederhana, tapi Harsa tidak mampu mendapatkannya.

"Enak, tidak?" Tanya Sinar saat Harsa terus melahap makanannya.

"Enak sekali, Bubu pintar masak ya?"

"Hahaha, cuma bisa aja, gak jago kok."

Harsa melahap bekal Sinar hingga habis, porsi yang memang tak terlalu banyak untuk orang dewasa itu ternyata cukup untuk perut sikecil.

"Alhamdulillah, Bubu terima kasih yaa."

"Sama-sama sayang. Sekarang, Aa mau ngapain lagi? Tadi Baba titip pesan katanya sebentar lagi ke sini."

"Aa ada tugas gitu, boleh tolong bantu Aa kerjakan, Bu? Supaya nanti di rumah Baba tidak lagi urus Aa, kasian Baba cape."

"Boleh, ayokk kita kerjain." Sinar celingukan. "Mau di rooftop, ngga? Terganggung ngga Aa kalau di sini?"

"Di sini saja, Bu."

Mendengar itu, Sinar manggut-manggut. Ia mulai mendekat dan mengawasi Harsa mengerjakan tugasnya. Sejujurnya, Harsa hanya perlu di bimbing sedikit. Ia teramat pandai untuk ukuran anak TK pada umumnya.
Sinar hanya beberapa kali mengoreksi tulisan anak itu yang terlihat kurang rapi.

Bertepatan dengan mereka selesai dengan tugas Harsa, dering ponsel Sinar membuat perhatiannya teralihkan. Ah, ternyata itu Ayung.

Kang Ayung : Sinar, maaf kalau Harsa ngerepotin, itu kata supir saya dia udah sampai di toko kamu. Terima kasih udah mau direpotin.

Singkat, padat dan jelas. Kali ini, Sinar akui, bahwa ia cukup sedih dengan ekspektasinya yang mengira Ayung akan datang. Detik itu, ia sadar, sebagian dirinya amat merindukan ayah dari bocah yang sejak tadi ia temani. Namun perlahan ia tersenyum simpul, ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa pilihannya untuk tak lagi mendekat adalah yang terbaik. Pilihannya untuk meminta maaf tepat sehari setelah ia meninggalkan Ayung di acaranya dan tak memaksa untuk meminta jawaban, sudah benar. Karena sejatinya, jika ia melangkah maju demi maaf dari Ayung, akhirnya malah akan membuat pemuda itu bingung.

Maka, sekali lagi Sinar menekan seluruh rasa yang ada dihatinya. Biarlah, biarlah ia menjadi jahat dicerita orang lain kali ini.


🐝🐝🐝


Hai? Hehehhe

Gimana hari kalian? Semoga baca ini bisa buat kalian sedikit terhibur yaa💜💜💜💜

BUNGSULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang