🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋
Happy reading all,hope you enjoy 😘😘
🐝🐝🐝
Untuk beberapa saat, aku terdiam. Mencoba menekan sesak yang mulai muncul.
"Makannya, sampai gede Oka gak begitu deket sama Bapak, dari dalam perut juga udah disakitin soalnya. Terus selang 1 tahun, gue kan masuk SMP. Gue dipaksa buat sekolah di deket rumah Oma, katanya kalo di daerah SD kita jauh ke sekolahnya. Bisa bayangin ga sih, gue yang 11 tahun jadi anak tunggal yang dimanja tiba-tiba dipaksa jauh dari Ibu. Ya walau selama kelas 6 gue udah mulai dilepas, tapi tetep aja berat banget haha."
12 tahun aku hidup, tak pernah sekalipun aku membayangkan akan hidup jauh dari Ibu. Bayangkan saja, anak manja ini tiba-tiba dipaksa mandiri oleh keadaan. Sinar kecil bahkan tidak diajarkan untuk mencuci piring, apalagi baju. Ia juga tidak dibiasakan untuk makan seadanya. Meski hidup susah, aku termasuk gadis pemilih dalam urusan makan. Dahulu Ibu bahkan rela mengganti menu masakannya karena jika tidak sesuai dengan keinginanku, aku sama sekali tidak akan makan. Sisi burukku saat kecil, salah satunya adalah terlalu pemilih dalam hal makanan.
Lalu tiba-tiba aku harus berjauhan dengan Ibu, dan harus tinggal bersama Oma? Jelas awalnya aku menolak keras, membayangkannya saja aku merasa ingin menangis. Namun, sayangnya suara Sinar kecil sama sekali tak didengar. Katanya, aku harus belajar mandiri, katanya aku harus belajar bertanggung jawab atas segala urusanku.
Aku pasrah, apalagi saat harus tinggal bersama keluarga Bapak yang memang terkesan tak menganggapku ada. Kata Ibu, saat aku lahir aku tak begitu diterima dengan baik di sana. Saat aku lahir, Oma langsung berkata tidak ingin mengurus cucu karena faktor usia. Padahal, Ibu sama sekali tak ada niatan menitipkan diriku pada beliau, tetapi nyatanya, selang beberapa tahun setelah aku lahir, sepupuku malah diasuh olehnya. Aku tidak iri, aku sudah cukup tahu bagaimana keluarga Bapak yang memang egois dan penuh drama. Aku yang di ratukan di keluarga Ibu, tiba-tiba harus menjadi cucu yang dianggap sebelah mata karena menumpang di rumah Oma.
"Nanti, di sana jangan susah makan ya? Nanti Oma marah. Cuci baju sama nyetrika juga yang bersih, belajar ya, Teh? Kalau makanannya gak suka minta ke Bapak, jangan sampai gak makan, ya? Kalau habis makan cuci langsung piringnya, oke?"
Kurang lebih, begitu kata-kata yang Ibu sering ucapkan kepadaku, memberitahu apa saja hal yang boleh dan tidak boleh aku lakukan. Memberitahu bagaimana watak bibiku yang ada di sana. Dan, seluruh yang dikatakannya benar. Contohnya seperti aku yang sedang mencuci piring dan mesin air tiba-tiba menyala, lalu setelahnya runguku mendengar sindiran halus tentang listrik yang takut nanti melonjak naik. Atau ketika aku tak kunjung makan, maka mulut besar Oma akan segera mengadu pada Bapak, yang berakhir aku terkena omelan Ibu dan anak itu.
Padahal, menu yang disediakan tetaplah menu yang sama. Orang yang makannya tidak pemilih pun aku jamin akan bosan jika hampir setiap hari di beri makan yang sama. Menuku saat itu tidak jauh dari telor semur kecap, telor asin dan usus. Sesekali memang di sana memasak ayam dan daging atau opor, namun itu hanyalah hitungan jari. 4 tahun aku hidup bersama Oma, aku bahkan sering mendapat usus yang sudah tak enak baunya. Jelas jika sudah seperti itu, aku lebih memilih membeli makanan lain dengan uang sakuku yang tidak seberapa itu. Tetapi, pada akhirnya tetap saja Oma akan mengadu dan aku, diomelin kembali oleh Bapak. Katanya, aku pemilih, katanya aku tak tau diuntung. Bodohnya aku kala itu adalah tidak berani menceritakan yang sebenarnya. Aku takut, hubungan mereka yang tak dekat itu semakin merenggang.
Aku, bahkan beberapa kali memergoki Oma menyembunyikan ayam hanya untuk cucu kesayangannya, sementara aku kembali dengan menuku sehari-hari.
Awal mula duduk di bangku SMP semuanya begitu berat. Emosiku yang masih belum terkontrol, kondisi rumah yang tidak nyaman dan sialnya, di sekolah pun aku tak memiliki teman. Ada sih, hanya saja mereka yang baik selalu berada di kelas lain, sementara aku jadi merasa kesepian di dalam kelas. Drama selama bangku SMP tak akan pernah aku lupakan. Bagaimana aku mati-matian menahan tangis, bagaimana aku ketakutan jika guru menyerahkan pembagian kelompok pada murid, aku takut tak mendapat teman. Demi Tuhan, dahulu duniaku begitu gelap. Aku yang manja, aku yang terbiasa dengan teman dan aku yang selalu mengandalkan Ibu saat itu jelas hancur. Tetapi perlahan, aku bisa bangkit, walau aku jadi berteman dengan sepi.
"Gue tiba-tiba dipaksa tinggal bareng Oma. Keluarga Bapak itu, apa ya? Mandang sebelah mata gitu loh ke gue sama Ibu. Katanya pas gue lahir bahkan Oma gak ngurusin apapun, gak bantu apapun, terus pernah ngomong katanya gak mau ngurus cucu karena udah tua. Lucunya selang setahun, adiknya Bapak ngelahirin juga eh disiapin ini itunya, terus cucunya diurusin. Bahkan pas gue tinggal di sana juga sepupu gue itu Oma yang urus. Kaya gue di keluarga Ibu disayang banget, tapi di keluarga Bapak ga dianggap, gitu. Dulu gue kan susah makan ya, maksudnya kaya pemilih banget. Nah pas di Oma jelas gak bisa dong gue kaya gitu. Awal gue di sana masih oke menunya, lama-lama menunya itu mulu anjir Kang hahaha. Kaya 4 tahun, ada 3 menu yang terus di puter buat gue, padahal Ibu selalu kasih tiap bulan tau. Sesekali kadang guenya gak mau makan karena jujur yang gak pemilih aja kalo menunya itu terus bosen, nah gue lumayan sering gak makan tuh, eh Oma ngomel terus ngadu ke Bapak, endingnya gue yang diomelin. Katanya gak boleh olo-olo, makan aja yang ada. Ga tau aja dia gue sering di kasih makanan yang baunya udah gak enak, gak tau aja dia Oma sering nyembunyiin makanan buat cucu kesayangannya. Bayangin anjir, gue liat pake mata kepala sendiri Oma nyembunyiin itu, kaya, harus banget di sembunyiin? Nyesek. Terus kalo gue beli makan sendiri juga dia kesinggung. Endingnya tetep gue lagi yang salah. Cape banget, hidup gue dulu gelap banget."
"-Gue tinggal di rumah yang gak mengharapkan gue, gue gak punya temen dan sialnya di sekolah juga gue sendiri. Gue beneran sendirian pas itu. Kalau gue nangis pas pulang ke Ibu, Ibu cuma bilang yang kuat aja, udah. Ga kurang, dan gak lebih. Gue, cuma punya diri sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGSULUNG
General Fiction"Persetan dengan alasanmu mencintaiku, aku hanya tak ingin menarikmu pada seluruh masalahku" - Osinara Amara "Osinara selalu bercerita tentang kekurangannya, tanpa sadar ada banyak kelebihan di dalam dirinya. Lantas, adakah alasan bagi saya untuk ti...