🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋Happy reading all,hope you enjoy 😘😘
🐝🐝🐝
Sinar POV
Bandung sore yang sempat disinggahi hujan, langit sore yang mulai cerah dan mulai menampakan lembayungnya kala itu membuat aku tersenyum kecil. Beberapa bulan ke belakang kering sempat melanda kota ini, dan saat hujan kembali singgah akhirnya membuat pemandangan Bandung kembali seperti pada mestinya. Estetika kota ini tak pernah surut, apalagi dengan Alun-alun dan Braga yang sudah menjadi ciri khas sang kota kembang, akan sangat indah jika sudah terguyur tumpahan air dari langit.
Aku yang baru saja selesai dengan pekerjaanku memilih menyesap pelan kopiku yang tak lagi hangat. Bernafas tenang, menikmati semilir angin yang kubiarkan menerpa rambut dan wajahku. Biarlah rambutku berantakan, dan sebagai gantinya aku bahagia melihat lembayung itu terukir jelas di atas sana. Aku, Sinar yang menyukai lembayung. Sejak kecil, aku suka suasana senja, terutama saat mahakarya Tuhan itu muncul seperti saat ini.
Perhatianku terusik saat melihat seorang ibu-ibu yang sedang kesulitan membawa pesanannya, ia terlihat repot karena anak kecil di sampingnya tak mau melepaskan pelukannya pada kaki sang Ibu. Tanpa ragu, aku bangkit, menghampiri ibu itu dan membantunya menuju ke meja yang ternyata tak jauh dari meja tempatku duduk. Di meja itu, ada seorang gadis kecil yang nampak sedang menunggu Ibu tadi. Ah, ku pikir dia adalah kakak dari bocah yang tadi merengek sambil memeluk kaki sangat Ibu.
"Nuhunnya, Neng."
"Sami-sami, Bu," jawabku seramah mungkin. Aku sedikit membungkuk, pertanda pamit untuk kembali ke mejaku.
Namun sedetik setelah aku mendudukan bokongku di kursi, aku baru sadar bahwa aku tak menemukan ponselku di meja ini. Pun dengan dompetku yang tadi aku simpan berdekatan. Netraku membola dengan badan juga tangan yang reflek mencari kesana dan kesini. Bodoh, Osinara si ceroboh kembali berulah.
"Ya Tuhan, gue cuma pergi bentar doang padahal? Udah raip aja." Keluhku pada angin yang berhembus sore itu. Aku panik bukan main. Jika saja itu hanya ponsel mungkin tidak masalah, tetapi untuk dompet? Semua dataku ada di dalam sana. Aku tak bisa kehilangan benda yang satu itu.
Aku terus menunduk, mencoba mencari bendar kotak itu di dalam tas. Barangkali aku lupa sudah menyimpannya kembali ke tas tanpa aku sadari. Namun nihil, apa yang aku cari tak ada di sana. Ponselku raip, dompetku hilang, lantas dengan cara apa aku pulang ke rumah?
Demi Tuhan, uangku seluruhnya ada di dompet, yang kini ada di saku hanyalah uang bubuk yang tidak mungkin cukup untuk dipakai ongkos ke rumahku yang ada di kawasan Buah Batu. Di tengah kebingunganku mencari, tiba-tiba saja seorang pemuda mengetuk mejaku pelan. Kepalaku yang semula tertunduk mau tak mau jadi terangkat, tetapi sedetik setelah netra kami bertemu aku malah jadi membola.
Lelaki yang memakai kemeja tanpa dasi yang sengaja dikosongkan dan lengan baju yang digulung itu adalah Jingga Lembayung. Ya, itu dia, kakak kelasku saat SD. Jingga, begitu orang akrab menyapanya, tapi aku lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan Kang Ayung. Sama seperti lembayung sore ini, Lembayung di hadapanku juga tak kalah menakjubkan. Menurutku, Kang Ayung adalah definisi dari lelaki sempurna sampai-sampai aku sempat mengaguminya. Hanya kagum, tolong tekankan, tidak lebih dan tidak kurang.
Sadar aku menghabiskan beberapa waktu untuk mengagumi ketampanannya, aku berdeham pelan sebelum akhirnya memberanikan diri menyapanya. "Kang Jingga Lembayung ya? Betul?"
"Lama gak ketemu gak mungkin kamu lupa nama saya, kan?"
Aku tercengir, dalam diam aku merutuk. Tau tidak sih, barusan hanyalah sekedar formalitas belaka?
Dumelanku terhenti saat tiba-tiba Kang Ayung mengulurkan 2 benda yang sedang aku cari. Tuhan, bagaimana lelaki ini bisa tahu?
"Udahan cari dompet sama HP nya, saya tadi gak sengaja nemu."
"God, thank you Kang! Kok tahu gue lagi cari ini?"
"Saya gak sengaja nemuin, Sinar."
Aku mengangguk, percuma juga jika kembali bertanya, karena sepertinya Kang Ayung tak akan memberikan aku jawaban. "Oke, sekali lagi thanks ya."
"Akang mau pesen apa? Biar gue yang traktir sebagai tanda terima kasih," ucapku bersemangat. Aku mengernyit kening ketika tak sengaja melihat tangan Kang Ayung yang luka saat hendak mengambil menu yang aku sodorkan.
"Ice americano sama croffel aja satu."
Aku mengangguk, mencatat dan bersiap akan ke kasir untuk menambah menu yang baru saja disebut oleh Kang Ayung. "Udah, gue yang bayar Kang, itung-itung say thanks. Makasih banget udah nemuin dompet gue, isinya data gue, ribet kalo ilang beneran duh," ucapku membuat pergerakannya yang ingin mengambil uang jadi terhenti.
Sebelum bangkit, aku menyimpan sebuah plester tepat di hadapan Kang Ayung. "Tangannya luka, ditutup dulu pake itu, Kang."
Beberapa saat kemudian aku kembali dengan nampan berisi pesanan Kang Ayung dan 1 gelas kopi tambahan untukku. "Nih, selamat makan."
"How's life, Kang?" Tanyaku membuka percakapan setelah beberapa saat hening. Ku kocek minuman di depanku guna mengurangi rasa gugup.
Aku memang ekstrovert, tapi tetap saja jika tiba-tiba seperti ini aku juga mengenal apa itu yang namanya rasa canggung. Terutama aku terakhir bertemu dengan Kang Ayung adalah saat bangku SMP, sudah puluhan tahun yang lalu, ya walau di media sosial kami berteman sih. Tapi, tetap saja aku gugup.
"Gitu deh, how yours?"
"Bored, hahaha." Tawa hambarku menjadi terdengar sangat garing di tengah hening barusan.
"Kamu tuh, buka toko kue di deket SD kan?"
"Huum, minggu depan bakal launching kue baru. Akang bisa mampir barangkali mau, ada discount nanti." Sekalian promosi, tidak ada salahnya bukan?
"Yang buatnya kamu?"
"Tim gue, tapi kebanyakan emang menu dari keisengan gue sih, pas udah acc baru resepnya kasih ke kitchen."
"Acc siapa?"
"Ibu, Oka sama Ola, ade-ade gue."
Kepala Kang Ayung mengangguk, perlahan, dirinya memasukan sepotong croffel ke mulutnya. "Kamu ke kafe sendirian aja?" Tanyanya celingukan seolah sedang mencari orang lain.
"Ya, mau sama siapa lagi?" Tanyaku balik.
"Di ig, temenmu banyak, gak saya sangka ketemu kamu lagi nongkrong sendirian." Mendengar itu, aku tak mampu menahan kekehanku, aku menatap Kang Ayung dengan tatapan pura-pura sebal setelahnya.
"Gue mau naskahan, Kang hehe. Gak akan fokus lah kalau barengan sama temen, enak sendiri lagian. Apalagi, suasanaya Bandung sore gini, seneng banget gue." Aku tanpa sadar tersenyum saat kembali memperhatikan lembayung yang masih terlihat dilangit Bandung sore ini.
🐝🐝🐝
Tanggal 1 Januari, awal tahun. Dibuka sama cerita baru hehe. Bismillah, semoga pada sukaa xixixi
Tinggalin jejak yayayaya💜💜🤟🤟🤟
![](https://img.wattpad.com/cover/357470460-288-k593545.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGSULUNG
General Fiction"Persetan dengan alasanmu mencintaiku, aku hanya tak ingin menarikmu pada seluruh masalahku" - Osinara Amara "Osinara selalu bercerita tentang kekurangannya, tanpa sadar ada banyak kelebihan di dalam dirinya. Lantas, adakah alasan bagi saya untuk ti...