18

20 6 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝



Sinar merentangkan tangannya saat sosok Harsa berhasil tertangkap oleh netranya. Bocah itu sempat terdiam untuk beberapa detik, sebelum akhirnya ia berlari dan menubrukabn badannya ke dalam pelukan Sinar.

"Bubuuuu, Aa rindu sekali. Bubu kemana saja kah?" Masih dalam pelukan, Harsa bertanya dengan nada yang amat polos.

"Iya, Bubu sedang banyak tugas nih. Maaf ya, Bubu juga rindu Aa." Ntah apa alasannya, Sinar selalu terbawa sedikit baku jika mengobrol dengan Harsa.

"Bagaimana sekolahnya? Aa lapar tidak?" Tanya Sinar sambil mengurai pelukan mereka.

Ditatapnya mata jernih itu, di sana benar-benar ada sorot rindu dan senang yang menyatu. "Tadi Aa menggambar, sudah selesai dan sudah dinilai. Tapi, ada yang lebih bagus dari Aa."

"Oh ya? Coba, nanti Bubu mau lihat, boleh? But first can we go to lunch? Bubu sedikit lapar hehe, Aa lapar tidak?" Bohong, padahal Sinar sama sekali tak lapar. Ia hanya ingin mengajak bocah itu untuk mengisi perutnya, karena kini sudah memasuki waktu untuk makan siang.

Sinar terkikik geli saat melihat Harsa mengangguk dengan semangat. "Aa ingin makan mie ayam, boleh tidak ya, Bubu?"

'Tadi pagi, Aa mam nasi atau mie, sayang?" Tanya Sinar memastikan, takutnya jika ia beri mie lagi perutnya akan sakit.

"Tidak, tadi Aa sarapan dengan nasi goreng udang buatan Baba, rasanya enak tau, Bu."

Sinar mengangkat alisnya, ia kemudian melangkah sambil menuntun Harsa. "Masa? Bubu ngga tau Babanya Aa bisa masak."

"Bisa, Baba pandai. Ayam kecap, udang tepung, cumi oseng, pokonya Baba masaknya bisa banyak sekali, Bubu." Tuhan, Sinar gemas bukan main.

"Wahhh, Baba keren ya? Nanti kalau Bubu minta dibuatkan, kira-kira Baba bakal nurutin tidak ya?" Tanya Sinar sambil memakaikan helm pada Harsa.

"Tentu, Baba kelihatannya nyaman sekali kalau dekat Bubu. Biasanya muka Baba akan masam kalau depan kenalan perempuannya yang lain." Ucapan itu kontan saja membuat Sinar mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Bocah di depannya ini, memiliki tingkat kepekaan yang amat besar.

Gadis yang menggunakan hoodie berwarna abu itu menaiki motornya, ia lalu melirik ke belakang sambil tersenyum tipis. "Aa mau makan mie ayam yang dimana? Ada rekomendasi tidak? Kalau langganan Bubu ada di dekat perempatan depan itu," Ucapnya menunjuk dengan dagu ke depan.

"Enak tau, A." Lanjutnya lagi, membuat bocah yang sedang diboncengnya itu balas menatapnya dengan pandangan berbinar.

"Betulkah? Ayo ayo Aa mau coba." Ajakan semangat itu dibalas kekehan oleh Sinar.

"Oke kita let's go." Perlahan motor matic kesayangan Sinar itu menjauhi sekolah Harsa. Mie ayam Mang Didi adalah salah satu kedai bakso dan mie ayam langganan Sinar. Ketika sudah membuka usaha toko kuenya, dia jadi sering kali mampir kedai ini. Selain makanannya yang enak, tempatnya yang bersih, Mang Didi sang pedagang juga teramat ramah. Membuatnya nyaman untuk datang lagi dan lagi.

Masih dengan menggenggam tangan Harsa, Sinar mendekat pada mang Didi. Ia menepuk santai pundak pedagang itu. "Saya pesan dua ya, satu mie ayam 1 bakso urat campur. Minumannya pingin es kelapa deh. Aa mau apa minumnya? " Setelah mengabsen pesanannya, Sinar melirik. Dan lihatlah yang ia lihat adalah wajah yang diberi pertanyaan itu tak langsung menjawab, netranya sibuk memindai apa saja yang akan ia pesan.

"Bubu, kalau Aa ingin es campur boleh tidak?" Tanyanya tapi buru-buru ia ralat. "Tapi sepertinya jus jeruk juga enak."

Baik Sinar ataupun mang Didi yang mendengar itu jelas jadi terbahak, bagaimana polosnya anak itu membuat mereka gemas bukan main.

"Meni lucu, sepupu kamu, Neng?"

"Hahaha bukan, anak temen saya ini, Mang." Setelah menjawab pertanyaan mang Didi, Sinar berjongkok. Menyamakan tingginya dengan Harsa.

"Bagaimana kalau sekarang pesan es jeruk? Lalu es campurnya kita bungkus." Mendengar itu, mata jernih Harsa langsung membola. Dengan senang kepalanya lantas bergerak ke atas dan ke bawah menyetujui usul Sinar dengan mantap.

"Benar kata Bubu, seperti itu saja, jadi nanti Aa bisa berbagi dengan Baba ya kan di rumah?"

"Ampun pintarnya, anak siapa kamu nak?" Itu mang Didi. Lelaki yang tak lagi muda itu menatap Harsa masih dengan senyuman, lantas Harsa juga balas tersenyum dan sedikit membungkuk.

"Halo Bapa, nama Aa Harsa, anaknya Baba Jingga. Bubu cerita katanya dagangan Bapa enak, jadi Aa mau coba." Dengan lihai, anak kecil yang sebentar lagi akan memasuki bangku sekolah dasar itu menjawab.

"Wih, betul itu. Masakan Bapa memang enak. Nanti coba ya, ganteng."

"Baik!! Terima kasih Bapa, Aa tunggu yaa, ayok Bubu kita cari tempat duduk," ajaknya pada Sinar. Ia menggenggan kembali tangan Sinar dan menuntunnya pada meja kosong yang tak jauh dari sana. Sebelum itu, Sinar mengangkat alisnya, seolah ijin untuk pergi dulu pada mang Didi.

"Bubu, jadi tidak lihat gambarnya Aa?" Bocah bermata bulat itu kembali membuka suaranya.

"Mana mana? Bubu mau lihat. Pasti bagus."

Perlahan, Harsa mengambil sebuah buku gambar dari tasnya. Ia membuka lembar demi lembar, lau berhenti pada sebuah gambar pemandangan yang menurut Sinar sudah cukup bagus untuk anak seusianya. Sungguh, Sinar tidak mengada-ngada.

"Menurut Aa tadi ada 1 orang yang lebih baik dari Aa, Bubu. Jadi Aa agak sedikit sedih, hanya sedikit saja kok, sedikit," Ucapnya sambil memperagakan sedikit dengan jarinya.

"Hmmmm, menurut Bubu gambaran Aa sudah bagus lhoo. Coba liat aja, perpaduan warnanya udah bagus, gradasi Aa juga baik, mewarnainya ngga keluar garis. Aa hebat, keren banget nih." Sinar tahu, jika dengan anak kecil seperti Harsa, untuk memberi masukan hal pertama yang harus dilakukan adalah mengapresiasi usaha mereka.

"Benar kah, Bubu?"

Sinar mengangguk cepat, dengan mata yang ikut berbinar ia kembali berucap. "Iya, coba Bubu tebak pasti tadi Aa juga dapet ucapan bagus kan dari ibu gurunya?"

"Ya, benar sih. Tapi Aa belum terlalu puas. Seperti ada yang kurang, tapi apa ya?"

Sinar menopang dagunya. "Nah, mau Bubu beri masukan?"

Melihat sang anak mengangguk, Sinar tak mampu menahan tangannya untuk tidak mengusap surai Harsa. "Ini, gambaran Aa bakal lebih bagus kalau di tebelin. Pernah denger, namanya dikonte?"

Detik berikutnya, Harsa membola. Ia seolah baru teringat hal yang besar. "Ya Allah, benar. Aa lupa untuk kasih konte, pantas saja seperti ada yang kurang."

"Hahaha, yaudah nanti begitu pulang Aa bisa konte gambarnya, oke?"

"Bener, sekarang makan dulu, ganteng."

Suara yang cukup berat itu, berhasil membuat Sinar dan Harsa kompak menoleh.

🐝🐝🐝

Tebakkk, siapaa hayo yang datengggt

BUNGSULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang