🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋
Happy reading all,hope you enjoy 😘😘
🐝🐝🐝
Ayung POV
Mobil saya berbelok memasuki kawasan perumahan elit di Bandung. Kali ini, saya membawa Sinar ke rumah utama saya, rumah yang kelak ingin saya tempati bersama keluarga kecil saya. Dan tentu, saya berharap nantinya Sinar yang jadi pendamping saya.
"Eh, ini mau kemana? Gue kira kita mau ke daerah Lembang."
"Bukan, sebentar lagi sampe, tunggu ya."
Gadis yang mengenakan kaos putih dengan jeans itu mengangguk paham. Selama diperjalanan ia terus mengoceh, namun setelah sudah dekat saya sadar matanya sedikit menyayu. Sinar sepertinya sedikit mengantuk.
"Inimah perumahan keluarganya Anggar sama Taka ngga sih?"
Saya membatu, mendengar nama Taka membuat pikiran saya sempat membayangkan yang tidak-tidak.
"Taka Jenga Pradewa?" Saya bertanya memastikan.
"Iya, Taka yang itu. Yang mukanya kaya bocil tapi ototnya ged-"
"Kamu kenal?" Lagi, saya bertanya, bahkan kecepatan mobil ini melambat total.
"Kenal lah, orang-"
"Jangan deket-deket, nanti kamu mental kalau sama dia. Kamu mungil." Saya beralasan. Tidak mungkin bukan jika saya melarang dengan alasan bahwa keluarga Pradewa itu sangat berbahaya? Mereka terkenal dengan semua cara sadisnya. Apakah Sinar tidak tahu hal itu?
Tak memberi waktu untuk Sinar untuk berbicara, saya langsung menyuruhnya untuk turun tepat begitu mobil saya memasuki pekarangan. Untungnya gadis cantik kesayangan saya itu menurut dengan mudah.
"Kang, Kang Ayung." Tepukan halus itu membuat saya terperanjat. Seperti beberapa detik yang lalu, pikiran saya kembali melayang. Bertanya-tanya bagaimana Sinar bisa mengenal Taka.
"E-eh, kenapa?"
"Ini, rumah lo yang lain?" Tanya Sinar dengan pandangan penuh tanya. Matanya sibuk memindai sekeliling dengan pandangan yang berbinar.
"Kamu suka?" Lagi, saya bertanya dengan sudut bibir yang tertarik.
"Mau gue jujur?" Sayang mengangkat alis tinggi-tinggi.
"Gue kagum, tapi beberapa saat kemudian gue penasaran, ini berhantu ngga sih? Luas banget gila. Gempor nih kalau ngepel seluruh rumah, langsung bau hot and cream."
Gelak tawa saya seketika pecah, celetukan dari mulut Sinar itu terdengar sangat polos dan jujur. Ia tidak menutupi apapun yang ada di benaknya selama itu tidak menyakiti orang lain.
"Tapi saya tim koyo, bukan hot and cream."
"Sama sih, tapi kalo pegel parah baru hot and cream opsi terakhir."
Oke, saya harus cepat-cepat mengakhiri topik ini. "Jadi, kamu suka ngga?"
Saya menggenggam tangannya, menuntun gadis manis ini untuk ikut masuk ke dalam. "Suka ngga? Ini rumah utama saya, rumah yang saya bangun sendiri buat nanti ditempatin sama keluarga kecil saya."
"Hah? Terus yang kemarin pas Harsa ultah?"
"Itu rumah keluarga. I mean, tempat ngumpul bareng-bareng sama Latio yang lain." Saya menjawab santai, namun seketika mimik Sinar berubah.
Sorot mata yang meredup itu, sejujurnya amat saya benci. Pandangan saat Sinar seolah merasa rendah karena keluarga saya yang mungkin terlihat lebih berada.
"Saya harap, keluarga kecil itu saya bangun sama kamu."
Sinar tidak menjawab. Ia malah perlahan melepas genggaman tangan saya dan mengajak saya melanjutkan langkah kami.
"Luas banget. Harsa apa gak kesasar kalau keliling?"
"Ya pernah, tapi sekarang udah engga."
Kami kini duduk di bagian belakang rumah ini, bagian taman yang memang cocok untuk mengobrol santai.
"Osin, saya mau cerita. Kalau sedikit panjang, gak apa-apa?"
Wanita pujaan saya itu tersenyum, ia mengangguk mantap. "Gue, punya banyak waktu buat dengerin cerita lo, Kang."
Jika harus jujur, saya bingung harus memulai dari mana. Kata-kata Abada saat terakhir bertemu dengan saya membuat saya sadar, memang benar mungkin Sinar butuh mengetahui tentang saya lebih jauh. Tepatnya, tentang Latio.
"Waktu itu, saya udah cerita tentang gambaran besar keluarga saya kan? Latio dan asal usulnya."
Sinar mengangguk. "Udah, yang pada gak mau pegang perusahaan kan?" Ya Tuhan, ntah letak lucunya di mana, tapi Sinar tertawa lagi saat mengucapkan itu. Persis seperti saat saya memberitahu bahwa perusahaan Latio pernah krisis kepemilikan karena semua ingin lepas tangan.
"Nah, sekarang saya mau bahas lebih jauh tentang Bunda, Ayah sama kakak saya Nila."
Sinar tak menjawab, tapi seluruh perhatiannya tertuju pada saya. Matanya mengedip lucu, menunggu saya melanjutkan ucapan saya.
"Sampai sekarang, hubungan saya sama Bunda Ayah itu jelek. Sedikit membaik pas kamu ke rumah buat ulang tahun Harsa." Pembukaan itu malah membuatnya mengernyit.
"Hahah, gini gini. Jadi semenjak kamu dateng ke rumah sana, Bunda jadi kaya ada alasan buat chat dan ngobrol sama saya, Ayah juga sesekali nimbrung." Barulah setelah itu ia mengangguk paham.
"Kayanya gak ada yang nyangka kalau saya dan orang tua saya sejauh itu. Bahkan tante saya baru tau setelah 2 tahun kami jauhan." Saya menghela nafas.
"Semuanya hancur hari itu. Hari dimana saya melamar Linda. Waktu itu, setelah Linda menerima pinangan saya, saya bawa dia ke rumah. Saya kita, respon orang rumah akan hangat seperti biasa, saya sangka mereka bakal kasih saya selamat. Apalagi memang saya sudah menyiapkan semua untuk pernikahan kami."
"Masih berduaan aja kalian."
Saat itu saya menoleh, pun dengan Linda yang tengah saya rangkul.
"Sayang, kapan putusnya sama dia?"
Bayangkan, bagaimana bingungnya saya saat Mas Biru tiba-tiba memanggil Linda dengan sebutan sayang. Linda, yang kala itu baru saja menjadi tunangan saya.
"Ngomong apa lo anjir? Aneh-aneh aja. Mabok ya?"
"Sayang, adik aku beneran belum tau? Mau aku yang kasih tau apa kamu? Hmm?"
Masih teringat dengan jelas dibenak saya bagaimana Linda menegang sempurna saat perlahan Mas Biru menyimpam 2 testpack di meja. Di sana terlihat 2 garis, di sana ada tulisan bahwa garis 2 berarti sedang dalam masa kehamilan.
"Bangsat, ngehamilin siapa lo, Mas?"
"Ini punya Linda, perempuan yang lagi lo rangkul itu lagi ngandung anak gue, Jingga."
"Kalau ngomong jangan sembarangan, anjing."
Mas Biru terlihat tenang, berbeda dengan Linda yang saat itu hanya terdiam kaku. Apalagi saat Mas Biru kembali mengeluarkan testpack yang belum terpakai.
"Gue gak bohong, kalau gak percaya suruh cewek gue itu tes lagi sekarang."
"Singkatnya, Mas Biru waktu itu tiba-tiba nyamperin kita. Dia tiba-tiba manggil Linda sayang, dan nunjukin testpack. Dia bilang Linda lagi ngandung anaknya, dia bilang gitu, tepat setelah saya melamar Linda."
Jika membahas ini, nyeri itu masih terasa. Dendam yang menggerogoti saya seolah masih terus bersangkar di dalam hati saya. Bukan karena saya yang tak mampu melupakan Linda. Tapi pemaksaan dari pihak keluarga dan rasa dikhianati itu yang membuat dinding diantar kami semakin tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGSULUNG
General Fiction"Persetan dengan alasanmu mencintaiku, aku hanya tak ingin menarikmu pada seluruh masalahku" - Osinara Amara "Osinara selalu bercerita tentang kekurangannya, tanpa sadar ada banyak kelebihan di dalam dirinya. Lantas, adakah alasan bagi saya untuk ti...