🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋
Happy reading all,hope you enjoy 😘😘
🐝🐝🐝
Sambil membawa sebuah nampan minuman, Purin mendatangi Ayung yang tengah berbincang dengan Lintang. Kemarin, Purin meminta Ayung untuk bertemu dengannya karena ada hal yang ingin ia bicarakan. Maka, final dari kesepakatan mereka adalah bertemu di rumah Lintang, calon suami Purin, dan juga sahabat Ayung.
"Ini saya harus cabut atau ngga?" Tanya Lintang begitu Purin sudah ikut duduk dengan mereka.
"Boleh, saya gak akan lama kok. Sebentar aja, habis itu kalian boleh lanjut ngobrol lagi."
Lintang mengerti, mungkin obrolan mereka kali ini cukup pribadi. Maka, lelaki itu melangkah menjauh memberi ruang bagi Ayung dan Purin untuk berbincang.
"Kenapa?"
"Masih marahan sama Teh Osin?" Pertanyaan itu kontan membuat Ayung mengangkat alisnya. Ia pikir ia diajak bertemu untuk membahas pekerjaan, namun sepertinya dugaannya salah kali ini.
"Ga marahan? Siapa yang marahan? Dia cerita gitu sama lo?" Tanya Ayung cukup penasaran.
Perlahan Osin menggeleng. "Ngga, dia mah jarang banget cerita kalo ada apa-apa tuh."
Ayung diam, sebenarnya ia cukup sering mengobrol dengan Purin. Beberapa kali acara Latio seperti kemarin memang selalu mengundang keluarga Valon. Biasanya, topik mereka tak jauh dari perencanaan kerjasama. Baru kali ini, ia dan Purin membahas hal yang cukup baru.
"Gimana? Cape gak ngejar perempuan yang udah kaya kakak gue itu?"
"Gak tau." Ayung juga bingung, dari sekian banyak kata, saat itu yang terfikir olehnya hanyalah kata 'gak tau'.
"Ngurang emosi pasti sama orang yang silent treatment kaya dia. Apalagi dia selalu mingkem kan kalo ada apa-apa, gak pernah cerita."
Dengan semangat Ayung mengangguk, kepalanya bergerak cepat ke atas dan ke bawah.
"Gue cuma mau lo dengerin cerita gue sama dia sih, ini dari POV nya gue." Purin melirik pada Ayung sebelum melanjutkan ucapannya.
"Gue kenal dia kelas 1 SMP, gue jadi adik kelasnya dia, singkatnya SMP, SMA kita sama, mulai pisah semenjak kuliah tapi tetep awet sampe sekarang. Coba lo bayangin, gue yang dari jebot bareng aja ada waktu dimana masih ngeraba Teh Osin. Kaya, dia lagi baik-baik aja atau engga. Soalnya, you know, dia gak kebaca."
"Setertutup itu dia?"
"Yahhh, ngga juga sebenernya. Ada kok waktu dimana dia oversharing, cuma ya jarang banget. Gue temenan dari kelas 7, dan dia baru mulai dateng buat cerita sama gue itu kelas 11. Itupun masih banyak yang gue baru taunya seiring berjalannya waktu."
Purin menghela nafas. "Waktu SMP dia gak ada temen, i mean dikit banget. Dia benci di cemooh di umum. Apapun alasannya dia gak suka, katanya mata orang yang liat dia setelah dia dicemooh itu ikut ngintimidasi dia. Lanjut SMA, teteh baru mulai banyak temen, sampai akhirnya sekarang temennya dimana-mana."
"-temennya banyak banget, sahabatnya juga gak sedikit, lo tau itukan? Terus, kami para sahabatnya ini sering kali dateng ke dia. Literally kalo ada apa-apa yang kepikiran langsung dia, gue salah satunya. Teteh pendengar yang baik, saking baiknya dia terlalu terbiasa mendengar sampai kelupaan cara bercerita, Jingga."
Bagai disambar petir, Ayung seketika menegang. Sinar lupa cara bercerita.
"Gue pernah lakuin 1 kesalahan hahaha. Waktu itu gue gak tau Teteh lagi nangis, Teteh lagi down. Gue telpon dia, gue spam buat dateng dan nemenin gue. 30 menit kemudian dia dateng dengan mata sembabnya. Kaget gue, njir. Kaya, padahal lo tolak atau alesan apa kek gitu ya kan? Posisinya lo juga lagi down gitu. Terus si Ratu juga pernah. Ceritanya Teteh lagi nginep Ga di rumah gue, terus tengah malem gue kebangun liat dia lagi nangis sendirian, tapi apa coba? Dia sambil balesin chat Ratu sama temennya yang curhat. Sinting gak tuh cewek inceran lo?"
"Segitunya?" Ayung bersumpah, ia tidak membayangkan hal ini sedikitpun.
"Iya, segitunya. Segitu baiknya dia, tapi dibalik baiknya dia terlalu diem. Gue pernah kok ada di posisi bertanya-tanya gue sebenernya penting gak buat dia? Dia tau semua tentang gue tapi gue gak tau tentang dia. Gue juga sempet protes, berantem kecil malah. Tapi jawaban dia selalu sama, buat apa sih nambahin beban orang sama masalah gue yang ga seberapa ini. Always, selalu kaya gitu."
"Gue baru sadar pas kuliah sih. Dia selalu rutin nanya hari sahabat-sahabatnya gimana, karena apa coba? Karena di lubuk hatinya dia mau digituin, dia mau setidaknya dipastiin baik-baik aja. Dan mungkin karena dia ga dapet itu, jadi dia yang memberi. Memberi sampai lupa cara menerima."
Ayung tak mengeluarkan sepatah katapun, seolah memberi waktu untuk Purin bercerita.
"Waktu malam itu, waktu teteh minta pulang, ada orang yang mau nyelakain dia di kamar mandi -tenang orangnya udah Taka urus. Dia pas itu ke kamar mandi juga karena mau nenangin diri. Saat lo dan Bunda lo membaik, dia perlahan mundur kan? Tapi, ada gak satu aja diantara kalian yang make sure teteh baik-baik aja setelah dapet cemoohan di acara lo? Nothing. Dia tuh sesering itu dilupain, dia sering diinget kalau butuh doang. Jadi please, kalo lo masih sumbu pendek kaya gini mending udahan sekalian. Di belakang Teteh ada gue, Ratu sama Taka."
Purin bangkit. "Diantara kami bertiga, Teteh yang paling gak bisa bilang gak. Tapi lain halnya kalo dari awal dia udah ada pendirian. Kalo lo mau berjuang lagi, mungin rintangannya susah, robohin dindingnya nguras emosi dan tenaga. Tapi trust me, kalau berhasil lo dapetin perempuan yang sehebat itu, Ga."
"Oh, satu lagi. Taka bukan orang yang harus lo cemburuin atau takutin karena deket Teh Osin, mereka sepupuan." Setelah itu, Purin menepuk pelan bahu Ayung, menyisakan seribu rutukan yang ia lontarkan untuk dirinya sendiri.
🐝🐝🐝
Met hari minggu gess
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGSULUNG
General Fiction"Persetan dengan alasanmu mencintaiku, aku hanya tak ingin menarikmu pada seluruh masalahku" - Osinara Amara "Osinara selalu bercerita tentang kekurangannya, tanpa sadar ada banyak kelebihan di dalam dirinya. Lantas, adakah alasan bagi saya untuk ti...