Setelah melewati perdebatan dengan Ratu beberapa waktu yang lalu, kini Sinar sudah siap untuk pergi ke sekolah Harsa. Padahal jam masih menunjukan pukul setengah 10, dan sekolah Harsa tak begitu jauh dari tempatnya. Namun, Sinar pikir tidak apa-apa ia menunggu di sana, toh ia juga membawa laptopnya untuk melanjutkan naskah jadi ia tidak akan kesepian.
Motor yang Sinar gunakan melaju konstan. Ia sesekali bersenandung mengikuti musik yang ia dengarkan lewat earphonenya. Perjalannya berjalan lancar, setidaknya sampai saat di persimpangan tiba-tiba ada mobil yang menyerempetnya. Motor Sinar oleng, ia terjatuh dengan posisi motor yang menimpa kaki kirinya.
Ntah bagaimana cara Sinar terjatuh, kini kaki kirinya teramat sakit dan ngilu. Tangan kanan dan lutunya pun kini mulai menunjukan bercak kemerahan akibat bergesekan dengan aspal.
Orang yang tadi menyerempetnya keluar, dan itu ternyata Abada. Sinar kenal, ia adalah temannya saat SMA dulu. Dan Abada juga merupakan sahabat Ayung.
"Eh, Sinar? Sorry, ya Allah maaf, lo ga apa-apa?" Abada mendekat, ia membantu memindahkan motor Sinar lalu memindai gadis itu, apakah ada yang terluka atau tidak.
"Jidat sama tangan lo luka. Ke rumah sakit dulu ayok."
"Ga apa-apa Bada, santai santai gue-ssh." Sinar mendesis saat ia mencoba berdiri dengan bantuan Abada.
"Ga apa-apa gimana? Udah ayokk, seengganya kaki lo di cek dulu, mungkin keseleo itu. Ke klinik deh."
Sinar menatap jam di pergelangan tangannya. "Gue mau ada acara."
"Yah, terus gimana dong? Gue anter aja deh kalo gitu, mau?" Abada menawarkan. "Eh acaranya jam berapa?"
"Jam 11, Da."
"Ah itumah keburu atuh, masih lama juga ini baru jam 10. Tempatnya jauh?"
"Mmmm, itu sih, sekolah TK yang deket simpang 5."
"Aman, ayok ke klinik dulu kalai ogah ke rs. Gue temenin. Motornya di sini dulu aja, ntar orang gue yang ambil."
Mau tak mau, Sinat menurut. Ia masuk ke mobil sambil dibantu oleh Abada.
Abada benar tentang proses menyembuhan Sinar tidaklah lama, setidaknya gadis itu tepat waktu sampai ke sekolah Harsa. Sayangnya, pemandangan yang pertama kali ia lihat begitu sampai adalah Harsa yang ditinggalkan oleh teman-temannya, lelaki kecil itu menangis.
Sinar yang melihat itu langsung mendekat, hatinya nyeri saat Harsa hanya ditemani oleh 1 temannya saja. Tidak adakah guru yang mengawasinya? Ntah apa yang membuatnya menangis, tapi Sinar buru-buru berjongkok dan memeluk Harsa. Ia tidak memperdulikan kakinya yang amat ngilu itu.
"Sayang, sayangnya bubu, kenapa hmm? Kok nangis?" Saat Sinar ingin melepas sedikit pelukannya, Harsa malah mengeratkannya. "Bubu mau lihat dulu, Aa ada yang luka tidak?"
"Tidak ada, Bubu. T-tadi, Aa kira Bubu tidak datang, mereka bilang, bilang Aa ngga punya Ibu." Lagi, Harsa kembali menangis.
"Ya ampun, maafin Bubu yaa, maaf Bubu datengnya mepet, sekarang Bubunya udah di sini. Aa berhenti nangisnya boleh? Kan mau tampil bukan?"
Ajaib, usai mendengar perkataan Sinar tadi Harsa benar-benar berhenti menangis. Ia menenangkan diri, dan mulai tersenyum saat Sinar memberinya croffle yang tadi ia buat.
"Eh, Harsa dateng sama siapa? Tantenya kah?" Sinar memutar bola matanya malas, ibu-ibu rimbil itu mulai berdatangan. Tetapi, secepat kilat ia memasang senyum itu sambil membungkuk sopan.
"Ehehe, Halo, salam kenal ya, saya Sinar."
"Tantenya, Harsa?" Tidak menggubris sapaan Sinar, wanita itu malah bertanya pada Harsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGSULUNG
General Fiction"Persetan dengan alasanmu mencintaiku, aku hanya tak ingin menarikmu pada seluruh masalahku" - Osinara Amara "Osinara selalu bercerita tentang kekurangannya, tanpa sadar ada banyak kelebihan di dalam dirinya. Lantas, adakah alasan bagi saya untuk ti...