22

23 5 2
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

"Mereka nikah, tapi baru sebulan ternyata kandungan Linda keguguran. Sampai beberapa waktu dikasih rezeki lagi, hamil lagi lah dia. Pas itu, keadaan Mas Biru lama-kelamaan memburuk. Dia kaya sering banget drop, saya juga gak terlalu paham. Cuma sesekali aja denger Mas Biru sering masuk RS."

"Jujur saya gak peduli banyak, karena saya lagi fokus ke perusahaan dan tiap nanya jawabannya pun tetep sama. Mas Biru kecapean aja, udah. Sampai dikehamilan bulan ke 6, Mas Biru meninggal. Di situ, Linda berubah. Kami, bahkan saya kaya gak ngenalin dia. Dia bahkan sampai mau gugurin kandungannya kalau gak kami cegah."

"Efek dari berpulangnya Mas Biru kah itu?"

Saya mengangguk, membenarkan walau sejujurnya sampai saat ini juga tak jelas pasti alasan Linda berubah drastis. "Kami, termasuk saya mau gak mau jadi harus gantian awasin dia. Kami pikir, jangan sampai bayi gak berdosa itu jadi korbannya."

"Gue gak berani bayangin gimana jadi lo. I mean.., bertubi banget ujiannya."

"Ini aneh, tapi saya beneran rasanya langsung hilang. Move on mode ilfeel emang terbaik, cuma memang yang disayangkan adalah keluarga saya yang seakan gak mengerti posisi saya. Yang selalu melabeli bungsunya sebagai harapan terakhir."

"Mau posisi apapun, kalau jadi harapan banyak orang lama-lama cape. Ntah dia bungsu, sulung, tunggal atau anak tengah." Anggukan kepala saya otomatis tercipta, sangat setuju dengan perkataan Sinar barusan.

"Kamu gak ada yang mau ditanyain?" Tanya saya.

"Nggak, gue nunggu lo ceritain aja. Gue dengerin, gue pendengar yang baik ko, heheh."

Tanpa bisa ditahan lagi, saya mengusap pelan kepala gadis ini. Benar, ia adalah pendengar yang baik. Caranya memperhatikan seseorang saat cerita, dan responnya yang tidak kurang juga tidak lebih teramat membuat orang nyaman untuk perlahan terbuka dengan sendirinya.

"Singkatnya, Harsa lahir dan dia bawa harta warisan mas Biru tanpa mau bawa anaknya. Dan karena orang tua saya udah berumur, mereka lagi-lagi nyuruh saya yang urus."

"Ya Allah, itu kok tega amat."

"Awalnya saya gak terima, kesel banget, kecewa juga. Tapi sekarang saya malah bersyukur ada Harsa di hidup saya."

"Itu kalian apa gak mau buat perhitungan sama mamanya Harsa? Kesel gue degernya ish." Oke, ini kali pertama saya melihat Sinar amat terlihat kesal.

"Percuma, semua harta yang diambil memang hak dia dan sah secara hukum. Kalau urusan Harsa, kami gak mau mempermasalahkan, takutnya ntar ada apa-apa jadi kena lagi ke dianya." Jelas saya setenang mungkin. "Tapi, kita udah ada hitam diatas putih kok, supaya nanti Harsa gak dijadiin alat untuk meres harta kita lagi."

Saya terkekeh saat melihat gurat lega dari wajah Sinar. "Syukurlah."

"Hahaha, lega amat kayanya."

"Gue tuh kesel sama orang yang gak tau diri, apalagi dia seorang Ibu, kaya kok bisa sih?!"

Nada sebal itu kali ini tak ia tutupi, tapi ternyata sisi Sinar yang ini malah membuat saya semakin jatuh dalam pesonanya. Anggap saja saya berlebihan, tetapi percayalah gadis ini memiliki sesuatu yang tak semua orang punya.

BUNGSULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang