Bab 53 - P6

9.9K 353 19
                                    

Seharusnya Kara tenang karena seminggu ini Alan tidak menerornya, dengan mendatangi tokonya. Tapi perasaannya justru berbeda, dia merasa jika pria itu seperti sengaja untuk memberinya jarak, agar dirinya lengah. Dia berharap jika itu hanya ketakutannya saja.

Kara yang saat ini berada di toko sendirian karena Uti sedang libur, dan Dewi sedang membeli makan dikejutkan dengan Alan yang datang ke tokonya. Pria itu terlihat berbeda, dan entah mengapa dirinya merasa was-was.

"Hi, Ra. Aku bawain kesukaan kamu nih," Alan menaruh keresek putih di atas meja kasir.

Kara yang berdiri di belakang meja kasir memandang pria itu datar.

"Nggak usah, Al. Aku tadi udah titip sama Dewi."

"Tapi aku bawain nasi uduk langganan kita dulu, Ra."

"Maaf, Al. Aku udah titip makan sama Dewi. Mending kamu bawa lagi aja nasi uduknya buat kamu makan sendiri."

"Ra! Kamu kenapa sih? Jangan giniin aku dong!"

"Maksud kamu apa, Al?"

"Aku masih sayang bahkan cinta sama kamu, Ra! Tolong terima pemberian aku!"

"Alan! Kamu sadar gak sih ngomong kayak gitu?!"

Kara mulai terpancing emosi, dia menatap nyalang Alan.

"Sadar! Aku sadar betul apa yang aku ucapin ke kamu!"

"Lebih baik kamu pulang, jangan sampai aku panggil lagi security ke sini!"

"Aku gak takut! Kalau kamu mau gitu, aku juga bisa lakuin hal gila ke kamu di sini!"

Setelah mengatakan hal itu, Alan mulai berjalan menghampiri Kara.

"Stop! Diam di sana Alan!"

"Kenapa? Kamu takut?" Balasnya sambil menyeringai.

Kara berusaha tidak panik, namun di dalam hatinya jelas sekali sebaliknya. Sialannya, cctv ditokonya sedang ada perbaikan, Dewi juga pasti lama, karena juniornya itu makan siang di luar mal bersama kekasihnya. Dan di sini, hanya dirinya saja sendiri!

"Takut, sama kamu? Ck yang bener aja!" Balasnya dengan tegas, pura-pura tegas sebenarnya, takut jika Alan mengetahui jika dirinya ketakutan.

"Yakin?"

Pria itu semakin mendekat ke arah Kara sambil tersenyum miring. Dia bahkan membuka pintu pendek untuk masuk ke meja kasir.

"Keluar, Al. Jangan sampai aku teriak!"

"Ck, katanya gak takut? Aku masuk ke sini kok kamu panik?" Jawabnya menyebalkan.

"Keluar Al! Keluar!"

Alan menggelengkan kepalanya kuat, pandangan matanya menajam menatap Kara. Dan Kara mulai memundurkan tubuhnya hingga menabrak dinding, dia berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya, meskipun kakinya mulai gemetar. Tiba-tiba saja Alan menjatuhkan tubuhnya dihadapan Kara membuat Kara kaget dan berjenggit. Apalagi tangan Alan yang memegang tangannya, pria sinting itu tiba-tiba menangis.

"Kara, aku mohon. Tolong jangan tolak aku! Aku gak bisa hidup seperti ini, aku butuh kamu, Ra!"

"Apa yang kamu lakuin, Alan! Cepat bangun!"

"Nggak, aku akan seperti ini terus sampai kamu mau terima aku lagi!"

"Sinting! Kamu udah sinting, Al. Mana mungkin aku terima kamu lagi, ingat kamu duluan yang putusin aku!"

"Aku tauuu ... aku tau! Untuk itulah aku minta maaf, aku mau tebus kesalahan aku. Plis izinin aku buat kembali lagi sama kamu, Ra." Keukeuh pria itu dengan wajah memelas dan juga dihiasi air mata.

Tapi, tentu saja tidak membuat Kara luluh.

"Nggak! Aku udah milik suamiku, dan kamu juga udah punya Juwita."

"Tapi aku gak mau Juwita! Aku gak mau dia! Aku mau kamu!" Tegasnya yang membuat Kara kembali takut.

"Alan, aku mohon. Jangan kayak gini, kamu nyakitin Juwita,"

"Tapi kamu nyakitin aku, Ra! Kamu nyakitin aku!"

Pria sinting itu lantas berdiri dari jongkoknya, lalu tangannya memegang pundak kuat Kara. Jelas saja membuat Kara ketakutan.

"Lepas, Al!"

"Nggak! Aku gak mau kamu bahagia di atas penderitaan aku, Ra. Aku mau kita sama-sama bahagia!"

Setelah mengatakan hal itu, Alan memajukan wajahnya ingin mencium Kara. Namun Kara jelas saja memberontak, dia mendorong tubuh kuat Alan. Tapi kekuatan pria tidak lah sebanding dengan dirinya, jadi sebisa mungkin dirinya menghindar sambil terus memberontak. Tak lupa dirinya juga berteriak, agar ada yang menolongnya.

"Bibir kamu, bibir yang udah lama aku rindukan, Ra." Alan berbisik di depan bibir Kara.

Kara menggeleng ribut, matanya berkaca-kaca dia benar-benar ketakutan. Takut tak ada yang menolongnya, apalagi kaki dirinya ditahan oleh kaki Alan. Tangannya pun sama saja, pria itu memegangi kedua tangannya lalu diangkat ke atas menyender pada dinding.

"Diam, Ra. Jangan bikin aku marah, aku cuman ingin cicipi bibir seksi kamu lagi, Ra."

🇵🇸
🇵🇸
🇵🇸

Tbc

Gilak si Alan emang sinting kan? Tebak kira-kira Alan bakalan berhasil atau nggak?

And aku mau infoin juga, aku baru update bab barunya di Karya Karsa. Di sana aku udah update sampe bab 60 yang mau baca cepet di sana boleh mampir yaa. Yang mau baca di sini juga sabar menunggu yaa temen-temen.

Ini link-nya jika kalian mau baca di sana.

https://karyakarsa.com/Parasayugadis

Dan aku gak akan bosen-bosen untuk bilang makasih banyak buat kalian semua 😭 ... aku bisa nulis lagi setelah hiatus kemaren dan berkat dukungan kalian, cerita ini udah dibaca 400K huhuhu terharuuu makasih banyaakk semua, aku makin semangat buat rajin nulis, apalahi cerita ini. Makasih banyaakkk yaaa 🥰 ...

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang