٥٥

277 6 0
                                    

Sore hari telah tiba, Hafidzah sudah mulai di tangani oleh dokter. Sedangkan Julay dan Jafri masih ada diruang masing-masing. Sisanya, menunggu di depan ruang penanganan Hafidzah. Sampun malam, belum ada tanda dokter keluar dari ruangannya. Umi dan Erla semakin khawatir dengan Hafidzah

"Duh.. bi bagaimana ini??" Tanya Umi kepada Abi

Abi mengusap punggung umi "tenang mi, kita do'akan semoga lancar dan sehat semuanya"

"Amiin..."

"Zah, keadaan kamu gimana? Pliss jangan buat aku khawatir ya zah. Aku tau biasanya aku suka jahilin kamu, sampai-sampai kamu mungkin tertekan mempunyai sahabat seperti saya. Tapi sifatmu juga hampir sama denganku. Kalau kamu ku gelitikin, kamu juga balas ke aku yang sama. Setiap kali aku ketawa sambil memukul mu, kamu juga ngebales yang sama. Ya Allah zah.. aku ngebayangin itu semua, ternyata sangat indah ya persahabatan kita hehe.. sehat-sehat ya zah. Aku tau kamu pasti kuat melalui ini, sama keponakan aku juga nantinya. Nantia ku di panggil onti" Batin Erla sambil memasang wajah khawatir campur senyuman tipis

Walaupun Erla senyum tipis dan khawatir, Rifad bisa membaca itu semua. Rifad juga tidak tega melihat Erla khawatir seperti ini

"Tenang Erla.. kamu jangan khawatir ya, Disni ada saya" Batin Rifad

"Eh astaghfirullah Rifad.. kamu apa-apaan sih, orang belum halal juga. Ntar kalau udah halal kamu bebas mau apa aja" Batin Rifad dengan tersenyum

"Astaghfirullah!! Kenapa aku malah mikir gini sih ya Allah??" Batin Rifad dengan mengusap dahinya

Dio dan Dafin yang melihat Rifad senyum-senyum sendiri dan mengusap dahinya langsung menjahili Rifad

"Kenapa Fad?" Tanya Dio

"Gak kenapa-napa" Ucap Rifad dengan cool

Erla melihat Rifad "ya Allah manis banget senyumannya mas Rifad. Walaupun setipis tisu sih. Aaaaa Hafidzah... Cepet sembuh ya! Aku mau curhat sama kamu. Ya Allah mengapa rasanya, aku sama Gus Rifad, ee kok Gus sih, sama Rifad. Aku sama Rifad semakin mendekat. Ya Allah dekatkanlah aku dengan Rifad, jika memang dia jodohku ya Allah" Batin Erla

Dokternya yang ditunggu-tunggu akhirnya keluar. Semua orang yang menunggu dari tadi dengan duduk manis, sekarang berdiri dan penasaran dengan apa yang diucapkan dokter nanti

"Bagaimana dok?" Ucap semuanya dengan kompak

"Dari tadi Ning Hafidzah mengeluh karena perutnya sakit. Setelah saya cek, ternyata Ning Hafidzah sudah saatnya lahiran" Ucap dokter

"Lalu gimana keadaan Hafidzah sekarang dok? Apakah anaknya baik-baik saja??" Tanya Abi

"Udah Lahir dok?" Ucapan Erla membuat semua orang ketawa

"Ya belum lah, tadi juga dokternya bilang 'hafidzah sudah saatnya lahiran'. Itu tandanya Hafidzah mau lahiran, bukan udah lahir" Ucap Rifad

"Kan bener Fad, Hafidzah udah lahir dari dulu" Ucap Dafin yang membenarkan ucapan Rifad

"Ning Hafidzah akan melahirkan sekarang, Ning Hafidzah butuh pendamping untuk ini" Ucap dokter

"Saya aja dok" Ucap umi

"Baik Bu nyai.. mari ikut saya" Ucap dokter dengan berjalan masuk menuju ruangan itu, yang diikuti juga oleh umi

Sedangkan yang tidak ikut masuk, mereka memutuskan untuk sholat isya. Karena baru saja memasuki waktu sholat isya. Di tengah-tengah raka'at ke 3, Erla teringat sesuatu. Yaa tentang Rifad itu lho, siapa lagi kalau bukan calon idamannya

"Ya Allah.. begitu indahnya ciptaan mu. Rifad tadi bales omonganku. Aaaa!! Ya walaupun itu cuma baru sekali, tapi rasanya sudah berkali-kali" Batin Erla dengan senyum

Seorang Gus Dan Ning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang