15. The Sunrises On Your Face

40.5K 2.2K 4
                                    

Agatha terbangun di jam 5 pagi, dia yang mencoba untuk kembali terlelap sudah tidak bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agatha terbangun di jam 5 pagi, dia yang mencoba untuk kembali terlelap sudah tidak bisa. Akhirnya memutuskan untuk menuju arah balkon menghirup udara segar.

Agatha turun perlahan agar tidak membangunkan Salsha dan Fayza yang masih tertidur. Pelan namun pasti hingga berhasil membuka pintu balkon.

"Segarnya." Rumah yang masih di kelilingi pohon sangat asri. Agatha menyukai udara ini.

Matanya menyipit ke bawah.

Theo?

Theo tampak sedang berkuda di lapangan pacuan kuda yang ada di belakang kediaman.

Agatha yang hanya mengenakan piyama tipis segera mengeratkan selimut kecil yang ia bawa.

Agatha melambaikan tangannya pada Theo, berharap laki-laki itu menyadarinya.

Theo yang memang merasa sedang diawasi langsung melirik Agatha yang berada di balkon. Ah... ternyata Agatha yang mengawasinya. Ia tidak keberatan kalau begitu.

"Kemari, Agatha." Isyarat Theo menggunakan tangannya. Agatha mengangguk dan segera keluar untuk ikut berkuda.

Theo turun menghampiri Agatha yang hanya mengenakan piyama. "Dingin?" tanya Theo.

Agatha mengangguk.

Theo melepas jaketnya dan ia sampirkan pada tubuh Agatha.

"Kok Kakak tahu di sini ada kuda?"

"Biru."

Agatha masuk dalam kandang kuda dan menarik seekor kuda. Dia sudah mahir berkuda sejak kecil.

"Mau liat sunrise?" tanya Agatha yang di balas anggukan oleh Theo.

"Let's go."

Theo dan Agatha bersisian menunggangi kuda.

"Gue nggak tahu tempatnya masih sama kayak dulu atau nggak."

"Terakhir lo ke sini emangnya kapan?"

"5 tahun yang lalu."

"Masih bocil dong berarti."

"Ya iya."

Agatha menghentikan kudanya.

"Di sini..." ucap Agatha. "...Posisi liat sunrise paling terbaik."

Tak lama yang mereka tunggu. Sunrise. Ternyata masih sama seperti dulu, Agatha masih bisa melihat sunrise di tempat ini.

"Kak!! Sunrise ." tunjuk Agatha antusias.

Agatha manarik garis bibirnya menerbitkan senyumnya. Theo menoleh dan mendapati senyum manis yang terbit di wajah Agatha.

"Cantik." lirih Theo pelan namun masih bisa tertangkap oleh Agatha.

"Iya cantik banget. Udah lama nggak liat sunrise." Agatha dengan mata berbinarnya menatap pemandangan menakjubkan di depannya.

Pemandangan menakjubkan Agatha berbeda dengan Theodore. Theo mendapat pemandangan yang lebih berkali lipat indah, yakni Agatha dan senyum indahnya.

Theo sadar akan perasaannya pada Agatha yang bukan hanya sekedar kagum atau terpesona.

Detik berikutnya hawa dingin menyerang Agatha, ia seketika memejamkan mata ketika hawa dingin serasa masuk dalam tulangnya.

"Kita pulang." Tidak ingin terserang flu, Agatha menurut pada Theo untuk menyudahi acaranya menikmati sunrise.

Pengurus kandang terlihat sudah siap memberi makan kuda. "Non Agatha, Mamang kira kudanya hilang." ucap Mang Irfan, pengurus kuda milik Oma-nya.

"Maaf ya, Mang."

"Nggak apa-apa, di ikat di luar saja, biar Mamang urus."

"Makasih ya, Mang. Agatha sama Theo masuk dulu kalo gitu."

"Mari Mang Irfan." pamit Theo.

"Yo Mas, Non."

Theo mengikuti Agatha dari belakang. Kediaman sudah mulai ramai, para pekerja yang bebersih dan menyiapkan sarapan.

"Kak gue sama yang lain nanti mau ke kebun strawberry, wanna join us?"

"Sure. Gue yang jemput nanti."

"Okay."

✿✿✿

Perkebunan terbesar di Desa Pelita ternyata di miliki Lily. Sang Oma, dan Agatha baru tahu itu.

Matahari cukup terik namun berkebalikan dengan udara yang dingin.

"Pakai." Theo dengan gesit memakaikan topi miliknnya pada Agatha.

"Thanks."

"Kak cicip deh." Agatha menyuapkan sebuah strawberry yang langsung dilahap Theo. Kapan lagi Agatha menyuapinya begini.

"Manis?"

"Manis."

"Ih jorok belum dicuci." sahut Hugo.

Agatha yang tersadar pun langsung mendongak menatap Theo yang lebih tinggi darinya.

"KAKKK LEPEHIN, GUE LUPA CUCI!!" Agatha dengan panik menyuruh Theo untuk memuntahkan strawberry yang ia suapkan pada Theo. Belum di cuci. Theo sang bangsawan bisa sakit perut.

"Nggak apa-apa karena lo yang ngasih, jadi udah pasti bersih!"

"Itu beneran Theo?" batin Jean.

"Aduh! Maaf ya Kak."

"It's okay."

Agatha selesai dengan kegiatan memetik buahnya. Mereka akan segera kembali. Warga Desa yang bekerja di perkebunan mengetahui jika Agatha cucu Lily, langsung merapat untuk melihat gadis itu.

"Astaga, cah ayu."

"Cucunya Nyonya Lily cantik ya."

Agatha hanya balas mengangguk dan tersenyum membalas.

"Kayaknya lo di sini lebih populer dari Raffi Ahmad deh."

"Impact Oma lo luar biasa banget." Jean ikut menimpali.

Theo baru mengetahui jika Agatha merupakan cucu dari Lily Rose sekaligus pendiri K. Group. Siapa yang tidak tahu perusahan tambang emas dan berlian itu?

Tapi sepertinya Agatha dan keluarganya tidak tertarik untuk ambil bagian dalam perusahaan. Terbukti dengan Papanya yang merupakan seorang Pengacara dan Mamanya seorang dokter.

Perusahaan K Group di gadang-gadang akan di wariskan pada anak sulung—Namira dan sang menantu—Joseph.

"Lo aja heran apalagi gue." ucap Agatha.

Sekembalinya mereka ke kediaman. Agatha membawa Theo dan yang lain juga, sang Oma ternyata mengajak makan malam bersama.

"Putra Tuan Pradeepa?" Tanpa basa-basi Lily melayangkan pertanyaan pada Theo.

"Ya?"

"Oma cukup kaget kamu dekat dengan Agatha."

"Kenapa Oma?" tanya Agatha.

"Tidak ada."

Theo tentu paham dengan maksud dari pernyataan Lily.

-TO BE CONTINUED-

Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang