Januar dan teman-temannya baru beranjak dari bangku kantin setelah bel pengingat berbunyi.
Bel itu berbunyi sebagai tanda pengingat untuk warga sekolah kalau bel masuk akan berbunyi 5 menit lagi, bertujuan agar para guru ataupun siswa bisa bersiap-siap. Entah itu bersiap-siap untuk mengajar ataupun mengikuti pelajaran pertama.
Keempat cowok itu melangkah meninggalkan kantin dengan membawa tas masing-masing. Paperbag beserta kotak bekal punya Feby juga terpaksa Januar bawa.
Dia masih ingat dengan pesan Feby saat memberikannya bekal di hari sebelumnya. Cewek itu meminta Januar mengembalikan kotak bekalnya agar dia tidak diusir mamanya.
Cewek itu memang benar-benar merepotkan. Ini yang membuatnya enggan menerima bekal dari Feby karena ujung-ujungnya dia juga harus mengembalikan kotak bekal cewek itu.
Meskipun Januar tidak pernah memakan bekalnya, tapi sisi tanggung jawab dalam dirinya membuatnya tetap mengembalikan kotak bekal Feby, atau paling tidak menyimpannya di atas mejanya jika sedang tidak ada temannya yang bisa dia suruh mengembalikan pada Feby. Jika sedang begitu, biasanya Feby mengambil sendiri kotak bekal itu di kelas Januar.
Feby tidak pernah tahu kalau Januar tetap memastikan kotak bekalnya aman sekalipun kotak bekal di dalam paperbag itu dia letakkan di atas mejanya begitu saja.
Dia selalu memantau paperbag-nya dari kejauhan sambil menunggu Feby mengambilnya. Setelah Feby mengambilnya, dia baru akan benar-benar meninggalkan kelas.
Setiap ditanya teman-temannya, Januar selalu beralasan kalau dia memilih nongkrong di belakang kelas dulu dan tidak langsung mengambil kendaraan karena dia menunggu parkirannya sepi.
Dia tidak sepenuhnya berbohong, tapi alasan utamanya nongkrong di belakang kelas sambil sesekali melirik mejanya dari jendela kelasnya sebenarnya untuk memastikan paperbag Feby masih berada di atas mejanya.
“Meow! Meow! Meow!”
Suara itu kembali terdengar. Januar beserta teman-temannya sontak menoleh. Ternyata kucing putih yang sempat Januar kasih makan tadi sekarang mengikuti mereka.
“Kok kucingnya ngikutin kita, sih?” tanya Januar bingung. Seingatnya dia tidak bau ikan asin.
Melihat kebingungan Januar, Damar malah tertawa ngakak. “Itu yang bikin gue malas ngasih makan kucing. Bukannya gue nggak berperikekucingan, tapi kebanyakan kucing bakal ngikutin orang yang kasih dia makan. Malah kadang sampai manja-manja, gesekin bulunya di kaki gue. Gue yang gampang risi jadi trauma ngasih makan kucing,” jelas Damar.
Januar baru tahu soal itu karena selama ini dia jarang bertemu kucing jalanan. Seringnya, ya, bertemu kucing peliharaan yang hanya menempel pada pemiliknya.
“Terus, ini gimana?” Januar menatap ketiga temannya bergantian.
Masalahnya sebentar lagi bel masuk berbunyi. Mereka tidak bisa membiarkan kucing itu mengikuti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shilly-Shally
Fiksi RemajaPDKT sama Maretta, jadiannya sama Feby Meski tahu Januar menyukai cewek lain, tapi Feby tidak menyerah untuk membuat lelaki itu menyukainya. Dia melakukan segala cara untuk menarik perhatian Januar. Namun, sekeras apapun Feby berusaha, dia akan sela...