PDKT sama Maretta, jadiannya sama Feby.
Meski tahu Januar menyukai cewek lain, tapi Feby tidak menyerah untuk membuat lelaki itu menyukainya. Dia melakukan segala cara untuk menarik perhatian Januar. Namun, sekeras apapun Feby berusaha, dia akan sel...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Entah anak laki-laki di depannya ini umur berapa, yang pasti Feby merasa dia tampak dewasa.
Mungkin umurnya di atas Feby karena caranya menenangkan tidak seperti anak-anak pada umumnya.
Kali ini Feby menggeleng. “B-biar aku dibeliin m-mama aja.”
“Nggak apa-apa aku beliin. Anggap aja tanda pertemanan kita.”
Melihat kaki dan tangan Feby berdarah, Januar tahu kalau cewek itu tidak akan bisa berjalan sampai ke penjual jepit rambut, jadi dia memanggil penjual jepit rambut itu agar mendekat.
“Bang! Bisa tolong ke sini? Gue mau beli,” panggil Januar agar Feby bisa memilih jepit rambut yang cewek itu inginkan.
“Siap!”
Sang penjual yang memang sudah mengenal Januar karena Januar sering membeli petasan padanya itu pun mengangkat jempolnya, mengiakan permintaan Januar.
Dia melajukan motornya menghampiri Januar dan Feby yang masih duduk di pinggir selokan. Di boncengannya terdapat sebuah gerobak yang berisi aneka ragam mainan anak, termasuk aksesoris cewek.
“Ayo dipilih! Dipilih! Banyak yang baru. Yang lama juga ada,” ucap abang penjual mainan setelah sampai di depan Januar dan Feby.
“Kamu mau jepit rambut yang mana?” tanya Januar, menyuruh Feby memilih.
Pandangan Feby memindahi satu-persatu jepit rambut yang tergantung rapi di depannya. Dia memilih yang menurutnya paling menarik.
Sebenarnya semuanya menarik. Mungkin jika yang akan membelikannya itu mamanya, dia akan minta dibelikan beberapa pasang. Namun, nyatanya yang akan membelikannya adalah cowok asing. Feby cukup tahu diri untuk tidak memilih lebih dari satu.
“Yang kupu-kupu,” jawab Feby malu-malu dengan suara pelan.
“Yang kupu-kupu, Bang,” ulang Januar agar Sang Penjual mengambilkan jepit rambut berbentuk kupu-kupu.
“Oke.”
Penjual itu mengeluarkan jepit rambut pilihan Feby dari gantungan lalu memberikannya pada Feby.
“Cocok, nih, sama enengnya. Dijamin makin cantik,” ucapnya dengan mengacungkan dua jempol.
“Bisa aja lo, Bang, kalau promosi. Dia nggak pakai jepit rambut itu juga udah cantik,” sahut Januar.
Pipi Feby seketika merona mendengar ucapan Januar. Sakit di kaki dan tangannya sampai terabaikan padahal lukanya masih menganga. Darahnya bahkan masih menetes.
Benar juga, sih, tapi kenapa Feby serasa dijatuhkan, ya, setelah dibuat melayang? Padahal yang diucapkan Januar itu fakta.
Namun, ada sedikit harapan dalam hati Feby kalau Januar akan mengatakan jika Feby temannya, karena jawaban Januar barusan terdengar seolah Feby orang asing baginya.