Siang itu Raya menghabiskan waktunya bersama Rafael dan anggota band The Y0ungz di studio kecuali Haikal yang belum datang. Sebuah dering telpon mengintrupsi. Raya mengerutkan dahinya.
"Hallo"
"Hallo neng, ini emih. Si neng mau lahiran. Neng Raya bisa temenin di RSIA Bunda?"
"Serius, Mih? Bisa-bisa. Raya kesana sekarang ya"
"Kenapa, Ray?" Rafael menatap Raya bingung.
"Kak, Ayo! Eh gue bawa kak Ael ya. Bye" Raya menarik Rafael tergesa-gesa sembari berpamitan pada Agam, Nando dan Tio yang menatap keduanya bingung.
"Eh, Ray, El. Buru-buru bener, mau kemana?" Haikal menatap sejoli tak kalah bingung.
"Urgent kak. Byeee" Raya menjawab sekenanya.
"Si Raya sama si Rafael kemana sih?" Haikal yang baru saja datang menatap ketiga orang tersebut bergantian.
"Tau deh. Tiba-tiba dapet telpon terus pergi" Jawab Nando.
"Tadi kata si Raya Urgent. Gak ada masalah kan?" Haikal meyakinkan lagi.
"Ya kalo ada juga si Rafael pasti ngomong" Tio menjawab.
"Ayo kak, Rumah Sakit RSIA Bunda" Ucap Raya sembari memasang seatbelt nya.
"Hah? HAH? Jangan bilang Aca lahiran?" Raya menganguk mantap.
"Iya, makanya ayo cepet!" Rafael langsung menancao gasnya menuju RSIA Bunda.
Sesampainya, Raya menghampiri Emih dan Abah yang juga sedang menanti diluar ruangan.
"Mih, Bah, gimana?" Raya mencoba mengatur nafasnya.
"Emih sama Abah masih nunggu. Masih belum kedengeran suara bayinya. Ya Allah, sing digampilkeun" Ucap Emih tulus.
Didalam sana, Aca sedang berjuang seorang diri. Beruntungnya para suster menyemangati Aca dari kedua samping Aca. Meyakinkan Aca bahwa ia mampu, ia kuat.
"Ayo bunda, sedikit lagi. Bunda kuat buat hebat. Ayo kita ketemu adek bayi ya bunda. Satu dua tiga, ngeden lagi ya Bunda" Aca mengikuti ucapan suster. Dalam hitungan ketiga Aca benar-benar mengerahkan segala tenaganya.
Suara tangisan bayi terdengar. Aca pun tak luput menangis. Bahkan saat Dokter menyimpan Bayi pada dada Aca. Tangisnya pecah. Di keepalanya hanya satu nama, Haikal. Ia menjadi sangat merindukan Haikal hari itu. Ingin Rasanya memeluk Haikal erat.
"Kak, anak kita lahir" Batin Aca.
Suara tangisan bayi memecah keheningan. Emih meraih tangan Raya sembari berucap syukur. Dalam hati, Raya pun beribu kali mengucap syukurnya pada Tuhan.
"Selamat Ibu, Bapak. Cucunya perempuan. Silahkan ditunggu, ibu dan anak akan dipindahkan keruang perawatan setelah selesai dibersihkan" Ucap dokter membuat keempat orang tersebut bernafas lega.
"ACAAAAAAAAA" Raya menatap sahabatnya yang masih lemah penuh haru. "Ibund, hebat! Ibund keren!" Ucap Raya menggenggam jemari Aca hangat.
"Bah, boleh minta tolong adzanin anak Aca?" Pinta Aca dijawab anggukan oleh Abah. Ada rasa haru pun menyesal dan bersalah disaat yang sama. Dalam hati, tak hentinya Aca mengucap maaf pada gadis kecilnya.
"Maaf ya sayang, bukan ayah yang adzanin kamu. Maafin Ibund" batin Aca.
"Jadi namanya siapa?" Rafael berdiri disamping baby box. Memandangi bayi mungil berjenis kelamin perempuan tersebut.
"Hasya Putri Renjana, Kak" Rafael tersentak kaget. Pasalnya Aca memilih menyematkan nama Renjana diakhir nama putri kecilnya. Seulas senyum Rafael berikan.
"Namanya bagus" Lirih Rafael. "Hi, Hasya. Ini om ael" Rafael menyentuh pelan punggung tangan Hasya. Lembut.
"Hasya. Artinya?" Raya menatap Aca penuh tanya.
"Hasya artinya Perempuan dengan penuh kesempurnaan" Jawab Aca tersenyum lembut.
"Ih, namanya bagus. Hi, Hasya Putri Renjana" Raya mengeleus pelan pipi chubby bayi tersebut. Gemas.
"Neng, Abah sama Emih pulang dulu ya. Nanti sore abah kesini lagi" Pamit Abah.
"Gak usah, Bah. Abah sama Emih istirahat aja. Aca gak pa-pa kok" jawab Aca tak ingin merepotkan.
"Iya Abah, Emih. Malem ini Raya aja yang nungguin Aca. Abah sama Emih istirahat aja" Raya menambahkan.
"Bener gak apa-apa ini teh neng?" Emih menatap Aca sendu.
"Iya, Mih. Aca sama Raya" Emih mengangguk. Meninggalkan Aca bersama Raya dan Rafael.
"Hasya beneran putri Renjana. Mukanya mirip Haikal. Idungnya, matanya. Haikal banget" Celoteh Rafael membuat Aca tersenyum. Dalam hati Aca bersyukur. Jika ia merindukan Haikal. Ia bisa menatap putri kecilnya.
"Iya lagi. Gak kebagian banget Ibund nya. Mukanya Haikal banget masa. Gak adil banget ih" Raya menggerutu. Aca terkekeh.
"Beneran gak ada muka gue nya ya?" Tanya Aca meyakinkan.
"Gak ada, Ca. Apalagi lagi merem gini. Duh, Haikal banget" Ucap Rafael. Mendapat pukulan dari Raya. "Kenapa sih yang? Sakit tau" Rafael mengaduh.
"Diem deh. Sebel aku. Masa Aca yang udah hamil 9 bulan pas lahir bayinya malah mirip bapaknya" Raya cemberut. "Nanti kalo aku hamil terus anaknya mirip kamu aku sebel ya, Kak" Ucap Raya justru membuat Rafael tertawa gemas.
"Mana bisa gitu, Sayang. Tapi ya kan bapaknya cakep gini ntar anaknya kalo gak cantik banget ya cakep banget" Ucap Rafael tertawa.
"Yaudah, Aku balik ke kosan kamu ya, Ray. Ngambil baju kamu. Terus kesini lagi" Rafael pamit.
"Ray. Makasih ya. Makasih banget" Ucap Aca menangis tersedu. Raya yang masih fokus pada sang bayi kaget.
"Loh, Loh kok nangis. Eh jangan nangis dong. Ca ih. Nanti gue nangis juga. Makasih juga ya Ca udah kuat dan hebat. Udah pertahanin Hasya" Raya menggenggam jemari Aca. Keduanya menangis bersama. Namun tertawa sesudahnya. Merasa lucu bahwa keduanya menangis disaat bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana ( Haechan - Chaeryeong ) ✅ [SELESAI]
Fanfictionsedikit cerita tentang pengeorbanan, cinta yang dalam dan bahagia yang diperjuangkan.