"Emih" Aca menghambur pada pelukan Sumi. Wanita paruh baya yang selama ini menjaga rumah peninggalan Alm. Sinta, Ibu Aca.
Sumi mengelus surai hitam Aca lembut. Ia sudah tau semuanya. Kaget tentu saja. Namun ia tak mau menghakimi. Sudah cukup gadis tersebut sedih. Setidaknya Sumi harus jadi orang yang berdiri bersamanya. Mendukungnya.
"Enggak apa-apa, Neng. Ada Emih sama Abah ya" Ucap Sumi semakin membuat Aca terisak.
Raya memilih membereskan barang bawaan Aca. Mengalihkan perhatiannya. Ia tak lagi mau menangis dihadapan Aca. Gadis tersebut tak mau melihat dirinya menangis. Setidaknya ia harus kuat dihadapan Aca.
"Neng Raya tenang aja. Neng Aca aman sama Emih dan Abah disini" Acep meyakinkan Raya lagi.
"Iya, kalo neng mau nginep disini juga boleh. Emih sama Abah seneng. Kamar kosong juga masih ada" Sumi menambahkan. Raya menganggukan kepalanya paham. Menatap Aca dalam.
"Lu kalo ada apa-apa langsung telpon gue. Dari Jakarta Selatan ke Bekasi deket kok" Raya menatap Sahabatnya sendu.
"Iya, Raya" Aca tersenyum hangat.
"Lu beneran mau disini? Kita ke rumah gue aja yuk. Ibu juga mau terima lu" Raya tak bisa menyembunyikan khawatirnya.
Aca menggelengkan kepalanya "Gue gak pa-pa, Ray. Kan lu yang bilang JakSel ke Bekasi sebentar. Lu bisa kesini kapanpun. Oke?"
Raya menghembuskan nafasnya kasar. Memeluk sahabatnya erat.
"Gue pulang, lu kalo ada apa-apa harus hubungi gue. HARUS!" Ucap Raya lagi.
Aca tersenyum hangat. Bersyukur memilik Raya dan Rafael di hidupnya.
Aca menatap sekeliling. Sepi. Ia sudah merindukan lagi Haikal. Ingin rasanya memeluk lelaki tersebut. Entah ini sebuah keputusan yang tepat atau justru salah. Ia hanya ingin Haikal fokus pada karirnya. Ia juga ingin membesarkan bayi dalam perutnya.
"Bantu Ibund, ya sayang" Ucap Aca mengelus perutnya yang masih rata.
Aca menatap layar handphonenya. Menggeserkan foto di galerinya. Menampilkan sosok Haikal dengan segala tingkahnya. Ia sangat merindukan lelaki tersebut. Lagi, pada akhirnya Aca hanya menangis. Sendirian.
"Kak, aca kangen" Pelan Aca disela Isaknya.
Sebuah telpon mengintrupsinya. Mas Raga memanggil. Aca tersenyum.
"Hallo, Mas"
"Hallo, sayang. Ini mamih. Kamu gimana?"
"Aca di Bekasi, Mih. Dirumah Bunda"
"Kamu yakin? Mamih sama Papih jemput ya, Sayang? Tinggal disini sama kita aja"
"Enggak, Mih. Aca disini aja. Disini ada Emih sama Abah juga"
"Yaudah kalo mau kamu gitu"
"Mih, maafin Aca ya. Maafin Aca udah ngecewain kalian semua"
" Sstt. Udah, Sayang. Gak pa-pa. Kamu gak boleh sedih-sedih lagi. Kasian bayi kamu"
"Mas Aga masih marah sama Aca ya"
"Sedikit. Sabar ya sayang. Nanti juga Mas Aga baik lagi"
"Iya, Mih"
"Mamih udah kirim uang. Jangan lupa beli keperluan kamu. Beli susu, vitamin. Nanti mamih kirim juga vitamin yang bagus dari sini, ya"
"Mamih, Aca kangen Bunda"
"Iya, sayang"
"Makasih ya, Mih. Bilangin Mas Aga maaf"
"Pasti sayang. Kamu kalo ada apa-apa telpon Mas Aga atau mamih. Paham?"
"Iya, Mih"
"Yaudah, sekarang istirahat ya sayang. Gak boleh bergadang. Kamu sekarang ada bayi diperut kamu"
"Iya, Mih"
"Mamih sayang Aca"
"Aca juga. Aca juga sayang Mamih, Papih sama Mas Aga"
Aca memutuskan sambungan telponnya dengan Soraya. Aca kembali menangis. Raga benar-benar marah padanya. Ia bahkan tak mau bicara dengan dirinya. Tak apa toh, itu kesalahannya.
Malam itu rasanya ia amat merindukan alm. Sinta. Sangat rindu.
HALLO GUYSSS!!!
gimanaaa gimanaaa? mulai baper gak sih? hehe
Duh kayanya ceritanya makin bosen yaa huhuu...
makasih ya udah mampir sama bacaa
hope you guys like it.
XOXO!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana ( Haechan - Chaeryeong ) ✅ [SELESAI]
Fanficsedikit cerita tentang pengeorbanan, cinta yang dalam dan bahagia yang diperjuangkan.