Aca mengerjapkan matanya berkali-kali. Hingga kesadarannya benar-benar kembali. Matanya membulat saat ia tersadar bahwa dirinya tertidur diranjang milik Haikal. Tapi seingatnya ia masih menyandarkan dirinya pada bahu Haikal.
Haikal?
Benar dimana lelaki tersebut. Ia bahkan tak menemukan lelaki tersebut disampingnya. Yang ia ingat semalam bersandar dibahu Haikal.
Apakah ia tertidur? Ah sungguh! Aca bodoh! Rutuknya.
"Pagi, sayang" Ucap Haikal menghampiri Aca yang kini duduk ditepi ranjang. Masih menggisik kedua matanya. Haikal terkekeh melihat lucunya gadis didepannya. Dengan bibir sedikit manyun, rambut yang acak-acakan.
Haikal memeluk gadis tersebut erat. Hening tak ada yang bersuara, tak ada sebuah obrolan. Keduanya menikmati pelukan tersebut. Seolah menyalurkan rindu yang selama 5 tahun keduanya pendam. Aca membalas pelukan lelaki tersebut erat.
"Kenapa? Hmm?" Kedua tangan Aca mengelus punggung Haikal lembut.
"Kaya gini dulu sebentar, ya" Balas Haikal. Mengeratkan pelukannya lagi pada gadis tersebut. Seolah ia takut jika gadisnya akan pergi.
"Bentar, loh infusannya udah dicopot?" Aca melepaskan pelukan Haikal. Haikal terkekeh melihat Aca yang terkejut namun nampak menggemaskan dimatanya.
"Kamu tuh udah punya anak gadis masih aja lucu" Haikal menakup pipi Aca gemas.
"Ehmmm, mentang-mentang udah sembuh. Gak tau tempat banget" Rafael dan Agam menatap kedua sejoli dari pintu.
Aca buru-buru turun dari kasur. Memukul Haikal pelan. Haikal hanya mengaduh seolah-olah amat tersakiti.
"Lebay!" Lirih Aca.
"Masuk, Kak" Ucap Aca di iyakan Rafael dan Agam. "Raya gak ikut?" Aca memperhatikan kedua lelaki tersebut.
"Engga, sibuk dia di butik. Nanti kalo sempet mampir katanya" dijawab anggukan oleh Aca.
"Beneran udah boleh balik?" Tanya Agam menatap Haikal tak percaya.
"Udah anjir. Liat nih udah lepas juga infusan gue. Demen banget lu gue disini?" Haikal menatap Agam sebal. Sedang Agam memilih tak menghiraukan ucapan Haikal.
"Udah diberesin, Ca?" Tanya Rafael memastikan.
"Udah sih, Kak. Tinggal dibawa turun aja" Rafael mengangguk paham. "Aku urus administrasinya dulu ya" Agam dan Rafael mengangguk mengiyakan.
"Heh, lu kurang-kurangin lah begadang mulai sekarang. Makan yang bener—" Ucap Agam terpotong oleh ucapan Haikal.
"Perhatian banget, Kak Agam" Haikal memberikan love sign ala korea pada Agam.
"Dengerin dulu, nyet!" Rafael menepuk lengan Haikal pelan.
"Makan yang bener, nyet. Sekarang kalo lu sakit yang khawatir bukan lagi Bunda. Tapi Aca noh. Dia sampe gak pulang demi nemenin lu disini. Gak kasian lu sama Aca? Lu kan juga punya Hasya sekarang. Aca pasti juga gak gampang ninggalin Hasya lama. Mikir nyet!" Ujar Agam menatap Haikal serius. Haikal tersenyum. Tak membalas ucapan Agam. Toh yang di ucapkan Agam benar. Ia tak bisa lagi seenaknya terhadap dirinya. Aca sudah kerepotan dan kelelahan mengurus Hasya. Setidaknya ia tak boleh membuat gadisnya cemas.
"Jadi balik ke rumah, Bunda kan Ca?" Rafael menatap Aca memastikan.
"Iya, Kak. Kita ke rumah Bunda aja" Haikal menatap Aca sedang wajah bertanya. "Diem! Gak usah komplen. Kata A Malvin kakak masih harus dalam pengawasan!" Omel Aca. Membuat Agam dan Rafael tertawa pelan.
"Mampus!" Pekik Agam dan Rafael bersamaan.
***
"Hi, Princess" Haikal merentangkan tangannya begitu melihat Hasya berlarian kearahnya. Memeluk putri kecilnya tersebut erat. Menggendongnya masuk kedalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana ( Haechan - Chaeryeong ) ✅ [SELESAI]
Fanficsedikit cerita tentang pengeorbanan, cinta yang dalam dan bahagia yang diperjuangkan.