“Jika seandainya semesta bisa berbicara mungkin dia akan mengatakan bahwa mencintai seseorang sama saja menjatuhkan diri dari ketinggian 100 meter dengan tersenyum bodoh”
»»»
"Saya hanya anak remaja yang dipaksa untuk selalu sempurna, melampaui semua batasan yang saya saja merasa tidak mungkin untuk bisa melewatinya. Mereka terus meminta tanpa tau seberapa keras saya berjuang mereka terus meminta tanpa merangkul pundak lelah yang sudah menopang ribuan beban"
pemuda itu menunduk kemudian mendongak, mata secerah madu itu tampak berkaca kaca.
dia menatap kearah sang ibu, Zea. terlihat perempuan itu tersenyum lembut sembari mengangguk meyakinkan.
"Mereka terus bertanya pencapaian apa yang telah saya lakukan hari ini, tanpa bertanya apakah saya butuh pelukan hangat untuk sejenak"
"Saya hanyalah anak kecil yang tidak mengerti arti dunia, berjuang untuk kehidupan menjadi lebih baik agar dilihat dan diakui."
"dahulu tujuan saya hanya membuat seseorang bangga dengan pencapaian saya agar dia melihat kearah saya. Tapi,,"
"Tapi sekarang saya hanya punya satu tujuan, membuat seseorang yang hadir tanpa diminta selalu bahagia"
"mi, mami pernah bilang. Ketika kita menyerah untuk tujuan hidup bukan berarti kita harus mati, kita hanya kehilangan satu tujuan bukan kehilangan nyawa. Kita bisa membuat tujuan baru yang lebih baik dari tujuan sebelumnya entah itu ada atau tidak ada orang yang mendukung"
"tapi buatlah tujuan dimana kita akan dilihat dan dihormati bukan untuk menarik perhatian seseorang" dia tersenyum kearah zea.
"Ilo gak pernah bermimpi menjadi kebahagiaan seseorang tapi mami buat ilo percaya ilo bisa bikin mami bahagia"
"ilo inget mami selalu bilang, ilo jangan belajar sampai larut malam, ilo gak boleh tidur larut lagi, ilo mainnya jangan kejauhan nanti mami carinya susah.."
dia menatap banyak orang yang hadir disini, tapi entah kenapa matanya hanya menatap pada perempuan yang dipanggil mami.
"Cuma mami yang gak pernah ngeluh waktu ilo dirumah sakit, cuma mami yang nyari ilo kalo mami gak liat ilo. Mami gak tidur karena ilo, mami gak pernah marah selalu manjain ilo. Mami pernah bilang ilo kebanggaan mami, entah itu di kehidupan yang lalu apa sekarang. Mami bilang, mami selalu ada dibelakang ilo kapan pun ilo butuh..."
Emil menangis, pemuda itu menunduk air matanya sudah tidak bisa ditahan lantas dia berlari turun dan langsung berlutut untuk memeluk perut zea dengan erat.
sungguh, dia hanya butuh pelukan ibunya sekarang.
sementara zea, dia hanya bisa mengelus kepala pemuda itu berharap dia bisa kembali tenang.
elgar juga tidak protes seperti biasanya, dia cukup bijak dan duduk dengan tenang melihat keduanya. Seperti yang lainnya.
"mami bangga punya ilo, mami selalu disini bareng ilo. Ilo gak boleh sedih, Ayo liat mami biar mami liat anak mami yang tampan ini,hm."ujarnya lembut.
Bukannya tenang pemuda itu malah mengeratkan pelukannya, Elgar bangun dan langsung memeluk Emil.
"Elga juga disini"
zea menatap kearah Keenan yang juga sedang melihat ketiganya sembari tersenyum kecil, jujur saja zea sempat terpesona akan senyum itu.
mereka semua melihat kearah sepasang ibu dan anak itu, tanpa tau dibelakang sana ada seorang pria dengan mata bergetar melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AGASKAR
Teen Fiction-17+ ~ Kehidupan seseorang hanya akan berjalan satu kali dalam putaran takdir, Namun untuk sebagian orang mereka merasakan hidup lebih dari satu kali karena seseorang yang mereka sayangi. ~ udah baca aja ayo,dijamin ketemu Upin dalam jarjjit #-KATA...