40 - Fight

718 25 0
                                    

Mohon memberikan dukungannya (POV nya masih Arya soalnya kan Nadia belum sadar yaa....)






Arya

Kondisi Nadia semakin buruk sehingga aku buru-buru kembali ke rumah sakit dan melihat kondisinya secara langsung. Karena urat nadinya hampir terputus, Nadia kehilangan darah begitu banyak. Oleh sebab itu meski operasinya berhasil dia tak kunjung membaik malah semakin memburuk kondisinya. Padahal transfusi darah sudah dilakukan tapi tetap saja belum membuahkan hasil apa-apa.

Aku sangat ketakutan.... bagaimana aku bisa menjalani hidup yang keras ini jika tanpa dirinya. Aku tak sanggup... aku tidak tahu harus bagaimana dan saat ini hanya menatap Nadia dari kaca ruangan ICU. Nadia sedang ditangani dokter dan aku hanya bisa berdoa dia bisa segera pulih dan memaafkan semua kesalahanku.

Dalam kesedihan yang mendalam aku mengingat Adrian, dia mengatakan supaya aku jangan bersikap sombong dan setelah berbicara dengannya kala itu aku langsung kecelakaan. Sontak tanganku terkepal dan aku memutuskan untuk mendatangi kantornya saat ini juga. Aku harus memberinya pelajaran karena semua ini terjadi karena ulahnya.

Sambil mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi aku sampai kantornya dan masuk begitu saja tanpa menghiraukan semua karyawan yang memandangku dengan keheranan. Persetan dengan mereka semua! Memangnya mereka berani menghalangi jalanku? Toh selama ini perusahaanku sudah lama bekerjasama dengan Hutabarat Grup. Aku adalah sosok CEO Yudhistira Grup memangnya ada yang berani menghalangi jalanku saat ini?

"Maaf pak ada gerangan apa ya bapak tiba-tiba masuk ke kantor kami?" Tanya seorang pegawai dan aku menatapnya remeh.

Cih ternyata memang ada saja seseorang yang berani menghalangi jalanku dan tidak tahu siapa aku. Dengan percaya diri aku mengeluarkan kartu nama dan melemparkannya. Sungguh aku tak punya waktu dengan para bedebah yang menghalangi jalanku ini! Memangnya mereka tak pernah melihat wajahku terpampang di majalah forbes apa?

"Jangan halangi jalanku sialan!!!"

Setelah membaca kartu namaku, mereka jadi terdiam dan tidak lagi mengganggu. Dengan bantuan lift aku segera menuju ruangan CEO milik Adrian dan aku bertekad akan memukul Adrian dengan keras. Aku sungguh muak sekali dengannya!

Aku membuka pintu dengan kasar dan langsung meraih kerah baju Adrian. Tanpa basa-basi aku memukul wajahnya dengan keras sampai dia terpental. Saat aku hendak memukulnya lagi, dia berhasil menghindar begitu saja.

"Anj*ng maksud lo apa datang-datang mukulin gue?" Dia marah-marah tapi tentu saja aku tak peduli.

"Gak usah pura-pura gak tau, lo kan yang buat gue jadi kecelakaan? Gara-gara elo nyet Nadia sekarang masuk rumah sakit dan ngelakuin percobaan bunuh diri!!"

"Elo gila ya? Atas dasar apa lo nuduh gue celakain lo?"

"Halah banyak bacot lo!"

"Elo yang banyak bacot sialan!!"

Adrian membalas pukulanku dengan kencang, rasanya pipiku begitu sakit tapi aku bertekad tidak akan kalah. Aku berusaha bangun meskipun pukulan yang dia berikan begitu sakit. Aku harus mengalahkannya... tidak akan ku biarkan dia menang setelah apa yang sudah dia lakukan padaku!

"Gue gak akan maafin lo Ad!!"

"Peduli setan lo gak maafin gue tapi bukan gue yang bikin lo kecelakaan bego!!!"

Aku tidak mempercayainya sehingga kami terus baku hantam dan tidak ada yang mau menyerah diantara kami. Biarlah wajahku babak belur yang penting aku bisa memberikan pelajaran untuknya. Ternyata Adrian bukan lawan yang mudah, dia lumayan tangguh meskipun tubuhnya lebih pendek daripada aku.

"Ngaku gak lo!!" Aku memaksanya sekuat tenaga.

"Cih lo bener-bener sinting!! Gue udah ngomong jujur kalau gue gak pernah lukain lo, kalau gak punya bukti lo gak boleh seenaknya anj*ng!!"

Aku lelah dan tubuhku penuh luka bahkan aku tak membalas pukuluan Adrian sehingga sejenak aku terduduk di lantai. Sedangkan Adrian terlentang di lantai dengan wajah yang babak belur juga. Aku berpikir... apa yang dia ucapkan ada benarnya karena aku tak punya bukti kalau Adrian yang melukaiku.

"Gue bakal cari bukti dan segera seret lo ke penjara!!!"

"Silakan karena gue gak pernah melakukan kejahatan apapun!"

Dengan segera aku menghubungi ajudanku dan menyuruhnya untuk mencari tahu siapa yang merusak rem mobilku kemarin-kemarin. Sambil mengepalkan tangan, tekad ini sudah bulat... siapapun yang main-main denganku pasti akan mendapatkan akibatnya. Lihat saja Adrian saat aku mempunyai bukti yang cukup aku akan menjebloskanmu dalam penjara!



..........................





Tanpa mengobati luka di wajah dan tubuh aku kembali menunggu Nadia di rumah sakit. Meskipun aku tidak bisa masuk ke ruangannya dan berakhir menunggu di depan ruang ICU. Sudah lama aku pun tak masuk kantor dan semua pekerjaanku papi yang mengambil alih lagi. Apalagi kondisiku memang baru membaik dan kondisi Nadia sedang mengkhawatirkan sehingga boro-boro masuk kerja memikirkan pekerjaan pun aku tak sanggup.

Aku berdoa dalam hati supaya ada keajaiban datang meskipun aku merupakan sosok pendosa dan selama ini bergelimang kemaksiatan. Sungguh aku tidak tahu lagi harus bagaimana dan hanya bisa menunggu keajaiban datang.

"Anak bodoh! Paling tidak obati lukamu sebelum sampai di rumah sakit"

"Papi....."

Tak terduga sama sekali papi datang lagi ke rumah sakit. Beliau terlihat lelah apalagi sudah masuk usia tua, tapi aku dengan tak tahu malunya masih merepotkan papi padahal usiaku sudah 33 tahun.

"Papi sudah mengurus semuanya... Soraya sudah papi masukkan lagi ke penjara dan anaknya sudah papi berikan pada ibunya Soraya, mamimu juga sudah papi nasihati supaya tidak lagi bersikap kekanakan" ucap papi panjang lebar.

"Papi terimakasih.. "

"Yang sudah kamu lakukan itu memang fatal.. padahal papi selama ini sangat mengharapkan seorang cucu yang asli dari darah dagingmu sendiri tapi apapun yang terjadi sama istri kamu, itu semua sudah kehendak tuhan..."

Aku kembali menangis karena tak sanggup kalau hal buruk terjadi pada Nadia. Papi memelukku dalam diam, padahal aku sudah dewasa tapi aku masih cengeng.

"Sekarang obatilah lukamu, bersikaplah dewasa Arya!"

Papi menepuk pundaku dan pergi dari rumah sakit. Apa yang diucapkan papi memang benar, aku harus mengurus diriku meskipun sedang menunggu Nadia sadar sehingga aku memutuskan pergi ke layanan poliklinik untuk mengobati luka-lukaku ini.

Dalam diam aku terus merenung, di masa lalu aku sudah banyak membuat Nadia menangis. Aku merasa memang tidak bisa menjadi suami yang baik sehingga boleh jadi ini merupakan sebuah hukuman untukku agar tidak menyia-nyiakan orang yang mencintaiku dengan tulus.

Aku memejamkan mata setelah mengobati luka-luka ini dan memutuskan menunggu lagi di depan ruang ICU. Bahkan aku tak lagi ingat makan dan minum karena sebagian nyawaku hilang saat melihat kondisi Nadia seperti ini......

"Pak Arya bangunlah.. Bu Nadia sudah sadar!!"

Dokter membangunkanku dari tidur lelap dan aku langsung memasuki kamarnya. Dia sudah dipindahkan ke ruang rawat pasien dan masih bisa tersenyum melihatku. Nadia terlalu baik hati... padahal aku hampir menghancurkan hidupnya sehingga aku kembali meneteskan air mata.

"Mas Arya....."

Aku segera memeluknya erat saat dia berbaring dan menangis di dadanya. Aku sudah tidak peduli lagi disebut cengeng seperti anak kecil. Nadia membalas pelukanku dan selama berjam-jam lamanya dia hanya diam menemaniku menangis. Aku berjanji di masa depan tidak akan lagi mengecewakan Nadia...

"Terimakasih sudah kembali... terimakasih......"



Bersambung.....

Secret WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang