17. BAIKAN

491 54 30
                                    

Berusaha untuk tetap bersamamu meski itu menyakitkan. Karena aku hanya sedang menuruti permintaanmu untuk tidak pergi walau kamu yang menginginkan

Rakhasya Bhumi Ghantara

"Sayang, makan dulu ya." Alisia menemui Mala di kamarnya.

"Mama keluar aja." Mala memilih merebahkan diri, memunggungi Alisia yang datang membawa sepiring makanan serta jus jeruk campur susu favoritnya.

"Sayang, kamu waktunya minum obat. Nanti sakit."

"Percuma aku sehat, kalau hatiku saja sakit." Mala menoleh sekilas sebelum kembali membenamkan diri di bantalnya.

"Nyonya, Maaf." Mbak Ira memanggil dari depan pintu kamar.

"Ada apa, Mbak?"

"Mas Rasya mimisan." Alisia terkejut mendengar kabar Mbak Ira. Segera wanita itu meletakkan nampan makanan Mala kemudian berlalu pergi.

"Rakha."

Gadis itu marah, tapi hati kecilnya tak menutup keberadaan Rakhasya untuk tetap di sana. Dan saat ini ia merasa khawatir pada kekasihnya itu. Pelan-pelan ia melangkah turun dari ranjang, menyusul sang Mama ke paviliun.

"Sya, kamu kenapa, Nak? Mas kenapa bisa begini?"

Alisia terlihat begitu khawatir melihat hidung Rakhasya terus mengalirkan darah segar. Bahkan kemeja putih lelaki itu telah banyak bercak merah.

"Entahlah, Ma. Tadi aku ke sini untuk memintanya istirahat karena kurang tidur. Tidak tahu nya malah dia seperti ini."

"Sya, kamu duduk nya agak condong ke depan ya. Tekan lembut hidung kamu. Napasnya pakai mulut, lakukan selama 10 menit." Titah Alisia.

Pandangan Rakhasya tertuju pada pintu utama. Di sana Mala tengah berjalan pelan mendekat pada mereka.

"La, kaki kamu sakit kan. Mau apa ke sini." Rakhasya bersuara pelan.

"Ma, Pa, tinggalkan kami." Pintanya pada Alisia dan Panji.

Mengingat mood Mala yang masih belum stabil, mereka pun berlalu pergi menuruti permintaan putrinya itu.

Mala berjalan masuk ke kamar Rakhasya, mencari kaos yang bisa ia gunakan untuk mengganti baju kekasihnya yang penuh darah. Usai menemukan kaos hitam lengan pendek, ia kembali keluar.

Dengan kotak P3K di tangannya, Mala mendekat kembali pada Rakhasya. Membersihkan bekas darah di hidung Rakhasya dengan tissu basah, kemudian melinting kain kasa untuk menyumbat lubang hidungnya agar darah berhenti mengalir.

Sepanjang Mala melakukan pekerjaannya, pandangan Rakhasya tak lepas dari wajah Mala yang menurutnya begitu teduh dan penyayang.

"Terima kasih," ucapnya lirih.

"Harus?"

"Ya, bude selalu mengajarkan untuk aku mengucap terima kasih pada siapa pun yang membantuku."

"Memangnya aku siapa?"

Hati Rakhasya menghangat mendengar Mala kembali menyebut dirinya 'aku' saat berbicara dengannya. Senyum Rakhasya mengembang.

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang