23. KEMBALILAH

744 69 64
                                    

Dear Rakhasya. Kau tahu, Sayang? Saat itu adalah kehancuranku untuk pertama kali nya dalam hidup. Aku yang selalu berpikir bahwa diriku paling benar saat itu harus membayar mahal atas perbuatanku. Aku menghancurkan hidupku sendiri dan berperang dengan kepercayaan yang mulai runtuh karena saat itu, semesta ingin mengambilmu paksa sebagai hukuman atas kebodohanku.

Alam bawah sadar

"Tempat apa ini?" Mala sesekali memutar tubuhnya untuk melihat sekeliling. Tempat itu lengang, hanya seperti sebuah ruangan dengan lampu remang-remang.

Sebuah pintu terbuka, terdapat cahaya terang di susul dengan banyak kunang-kunang terbang dengan cahaya kecilnya.

Mala berhenti saat kakinya menginjak sesuatu.

"Ini kan ... ." Mala memungut gelang berhias kerang laut di bawah kaki nya.

"Ini milik Rakha." Ia mulai bangkit dan menyisir pandangan mencari sosok Rakhasya.

"Rakha, kamu di mana?!" Teriaknya. Dalam gelap ia terus mengikuti arah cahaya di depannya.

Tak lama, sesosok lelaki samar-samar terlihat hendak melewati pintu. Mala merasa sangat mengenal sosoknya. Lelaki berperawakan tegap itu perlahan menoleh saat ia berteriak memanggil.

"Rakha jangan!"

Mala berlari lalu memeluk sosok yang tak lain adalah Rakhasya itu.

"La, kamu mau apa di sini?"

"Aku-aku nggak tahu kenapa aku ada di sini. Aku takut, Rakha. Ayo kita pulang."

Perlahan Rakhasya melepas tautan tangan Mala di perutnya, "pulanglah, La. Tempat kamu bukan di sini."

"Apa maksudmu, Rakha? Aku nggak mau pulang sendiri. Aku mau kita pulang sama-sama."

"La, aku sudah menepati janjiku untuk tidak melepaskan kamu walaupun kamu yang memintanya. Dan sekarang, aku akan menepati janjiku untuk pulang, dan tidak menampakkan diri di depan kamu lagi."

Mala terkejut mendengar jawaban Rakhasya, lelaki itu tersenyum tipis sembari melepas genggamannya.

"Enggak, Rakha. Aku nggak mau kamu pergi, aku minta maaf, aku salah. Tolong, kamu jangan pergi ya."

"La, alam kita berbeda. Kita harus hidup masing-masing."

Mala berang, di hempaskannya tangan Rakhasya lalu menarik baju kekasihnya itu kasar.

"Kamu nggak berhak ngomong kayak gitu. Kita harus tetap hidup untuk satu sama lain."

"Maafkan aku, La. Aku sudah berjanji kalau aku akan pergi setelah menepati janjiku."

"Enggak, Rakha. Aku melarangmu untuk pergi."

"Laranganmu sudah tidak berlaku lagi, La. Kita sudah berbeda tempat."

"Enggak! Hidupku ada padamu, dan hidupmu ada padaku, Rakha. Kamu nggak berhak menentukan hidup dan matimu."

Rakhasya tersenyum tipis, "hidup dan mati kita ada pada Tuhan, La. Jangan menyalahi itu."

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang