33. PEGAWAI NEGERI SIPIL

636 68 32
                                    

"Pa, apa ini nggak berlebihan?" Mala yang tengah di ajak berkeliling lantai dua rumahnya bersama Rakhasya memeluk sang papa yang berjalan di sampingnya.

"Papa masih ingat cita-cita kamu yang ingin punya rumah sendiri ketika kelak kamu menikah, jadi sebagai bentuk kasih sayang papa, papa menghadiahkan rumah ini buat kamu."

"Tapi, Pa. Bagaimana dengan rumah yang sebelumnya?" Rakhasya masih ingat jika beberapa waktu lalu ia di tempatkan di rumah yang rencananya akan dijadikan sebagai kado ulang tahun Mala.

"Rumah yang mana lagi, Pa?" Tanya Mala.

"Ada, yang Rakhasya sengaja papa sembunyikan waktu dulu kamu masih marah sama papa."

Mala hanya ber 'oh' ria menanggapi jawaban Panji.

"Itu biar di tempati Pak De sama Bu De kamu, Rasya."

Rakhasya terkejut mendengar jawaban Panji, "Oh, mm--Pa, apa tidak berlebihan? Biar, Pak De sama Bu De tinggal di kampung saja." Terlihat raut tak enak di wajah Rakhasya.

Panji mendekat lalu memegang kedua bahu calon menantunya itu, "apa kamu tega, membiarkan mereka hanya berdua di desa di usia mereka yang sudah senja?"

Rakhasya menunduk, "tapi, Pa. Ini--terlalu--"

"Sya, kamu itu menantu Papa."

"Iya, Pa. Rasya tahu, tapi masih bisa kok Pak De sama Bu De tinggal bareng Rasya sama Mala," jawab Rakhasya.

"No. Papa mau kalian bisa saling bahu membahu. Bukan bergantung pada orang tua."

"Tapi, Pa. Apa tidak sebaiknya cari yang lebih kecil saja."

"Sya, biarkan mereka menikmati masa tuanya. Lagi pula, rumah itu tidak sebanding dengan jasa-jasa Pak Beni yang telah menemani Mala. Dan ingat, apa yang kami lakukan masih belum ada apa-apa nya jika dibanding kamu yang hampir kehilangan nyawa." Alisia ikut nimbrung menyahuti.

"Tapi, Ma. Rasya nggak enak."

"Apa alasannya?"

"Rasya ingin membahagiakan Mala dengan cara Rasya, Pa."

Mala yang sedari tadi terdiam menjadi pendengar kini mulai tertarik untuk ikut berbicara.

"Rakha." Tangan Mala terulur membingkai wajah tampan kekasihnya, "dengan apa pun itu cara kamu, aku selalu bahagia sama kamu."

"Tapi, La. Di mana tanggung jawabku sebagai laki-laki kalau aku menikahi kamu dan langsung hidup enak."

"Terus mau kamu gimana?"

"Kamu bahkan sudah mengeluarkan banyak uang untuk membebaskan aku dari Pak Andri. Aku belum bisa menggantinya." Mala perlahan melepaskan pegangannya. Mengalihkan pandangan pada Panji sebelum melangkah pergi usai mendengar pernyataan Rakhasya.

"La, tunggu." Rakhasya berlari mengejar Mala keluar menuju teras.

"La, tolong berhenti." Rakhasya meraih tangan Mala kemudian menarik gadis itu mendekat.

"Kamu jahat, Rakha. Aku pikir kamu mengerti tentang sebuah pengorbanan. Aku melakukan itu karen aku cinta sama kamu. Bukan untuk meminjamkan uang aku buat kamu." Mala menunjuk dada Rakhasya dengan telunjuknya.

"La, bukan maksud aku seperti itu. Tapi uang itu nggak sedikit, La. Itu uang kamu, hasil kerja keras kamu, dan suatu hari bisa kamu gunakan untuk yang lain."

"Terserah kamu, aku jelasin pun kamu nggak akan ngerti."

Mala menyingkirkan tubuh Rakha dari hadapannya, lalu berlari masuk rumah kemudian turun ke lantai bawah.

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang