31. JANGAN MARAH

525 66 33
                                    

Berulang kali Mala mencoba membujuk Rakhasya dengan mengajaknya bicara seperginya mereka dari rest area, tapi rupanya lelaki itu tak punya niatan untuk menanggapi.

Bahkan pada saat Mala berpura-pura mengantuk pun, Rakhasya tetap tak bereaksi apa pun. Sampai Mala dengan sengaja menyandarkan diri di dada lelaki itu.

Tapi rupanya cara itu cukup jitu, Rakhasya merangkulnya lalu mengusap pelan bahu nya. Mala mendongak menatap Rakhasya.

"Nggak usah begitu, aku lagi nyetir. Nggak takut celaka?"

Rakhasya sedikit banyak tahu 'kenakalan' kekasihnya ini jika sedang merayunya yang tengah marah.

Tapi kali ini, lelaki itu tak ingin membiarkan Mala melakukan tindakan yang bisa memecah konsentrasinya. Keputusannya mendiamkan Mala tetap tak akan berubah.

Entah mengapa semenjak semalam, hati kecil Rakhasya masih belum bisa menerima, ia begitu takut jika Mala mempermainkannya. Akan tetapi membiarkan gadis itu kelimpungan sendiri ia pun tak tega.

"Rakhasya Bhumi Ghantara!" Mala bangkit dari pelukan Rakhasya lalu bersedekap menatap keluar jendela.

"Yang pantasnya marah itu aku. Kenapa jadi kamu yang kesal begitu." Meski menegur, Rakhasya tetap fokus memandang ke depan.

"Pikir aja sendiri." Mala tetap tak mau memandang pada kekasihnya.

Rakhasya terpaksa menepikan mobilnya di bahu jalan, tepat di bawah sebuah pohon yang cukup rindang agar tak terlalu panas.

Mala menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil, memiringkan badannya membelakangi Rakhasya yang juga diam tanpa ekspresi.

"Kamu cukup jawab saja pertanyaan aku dengan jujur, La."

"Aku harus jujur apa?" Mala menoleh spontan.

Rakhasya terdiam menatapnya tak percaya, Mala nya bisa bersuara tinggi saat tengah serius. Biasanya gadis itu melakukannya hanya pada saat bercanda.

Melihat Rakhasya mengembuskan napas berat, Mala pun menyadari kesalahannya. "Ma--maaf, bukan maksud aku--"

"Kalau memang dia bukan siapa-siapa, kenapa kamu semarah ini, La? Padahal itu cuma pertanyaan kecil." Rakhasya tampak berkaca-kaca memandang lurus ke depan.

"Sayang, please. Percaya sama aku ya, Kendra itu cuma teman aku."

"Terus kenapa manggilnya seperti itu?"

"Ya--ya dia biasa kayak gitu, emang anaknya agak gesrek."

Rakhasya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu kembali menghidupkan mesin mobil. Mala mencekal pergelangannya, menghentikan Rakhasya yang hendak menjalankan mobil.

"Sayang, kamu masih nggak percaya sama aku?"

Rakhasya menoleh pelan sambil tersenyum getir, "bukannya aku di tuntut harus selalu percaya sama kamu."

"Duh, kenapa jadi begini sih." Mala menggigit bibir bawahnya.

Mala memutar kunci mobil untuk mematikannya kembali, lalu di genggamnya tangan Rakhasya untuk berusaha meyakinkan.

"Kalau aku mau sama yang lain, buat apa aku sampai harus datang ke Malang buat selamatin kamu. Aku lakukan semua ini karena aku cinta sama kamu, Rakha."

Setelah cukup lama terdiam, Rakhasya kembali menghidupkan mesin mobil, tapi spontan Mala menarik Rakhasya untuk menghadapnya.

Untuk beberapa saat Mala menurunkan ego demi membuat rasa percaya kekasihnya kembali seperti semula.

"Maafkan aku, Rakha. Aku cuma nggak mau kamu salah paham."

"Apa harus dengan cara seperti ini kamu memberiku pengertian?" Rakhasya menatap tajam pada Mala.

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang