44. ANTARA HIDUP DAN MATI

845 68 67
                                    

Brakk!!

Darah segar yang dimuntahkan Mala tepat di pangkuan Rakhasya membuat beberapa saksi mata kecelakaan saat itu menjerit histeris.

"Ra--Rakh--kha aku--" Mala tak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Sekali lagi gadis itu terbatuk dengan darah menyusul mengalir dari hidungnya.

"Tidaaakk!!"

Rakhasya menelungkupkan kepalanya di lutut, kemeja putihnya yang penuh bercak darah terlihat hampir mengering, Pak Beni tak bisa berkata-kata, bahkan Endang pun tak berani mendekati keponakannya yang masih tampak sangat berantakan itu sejak semalam Mala mengalami kecelakaan.

"Selamat siang, boleh kami bertemu dengan saudara Rakhasya." Dua orang anggota kepolisian mendekat memberi hormat pada Panji.

"Pak, untuk saat ini menantu kami masih belum stabil emosinya. Tolong, beri jeda."

"Baiklah, kami hanya ingin menginformasikan. Bahwa mobil yang menabrak Nona Fatmala telah kami ketahui plat nomor nya berdasarkan informasi dari saksi mata yang tak sengaja merekam kejadian. Dan berdasarkan hasil dari pelacakan yang pihak kami lakukan, mobil itu adalah mobil rental."

"Apa?!" Alisia yang sedari awal diam tanpa suara seketika menoleh pada Panji yang berseru akibat keterkejutannya.

"Pa, Ma, Mala mau dinner dulu sama Rakha." Pamit Mala seusai keduanya melakukan fitting baju untuk akad.

"Loh, kok baru bilang. Tadi mama masak banyak, Sayang."

"Nggak apa-apa, Ma. Sekalian kan mulai besok udah nggak boleh ketemu sama Bude. Jadi, Rakha ngajak makan malam dulu."

"Ya sudah, asal jangan jauh-jauh."

"Enggak kok, Ma. Cuma di cafe yang biasa nya."

"Mala, jangan tinggalkan mama, Nak."

Mendengar gumaman lirih mama mertuanya, Rakhasya yang semula menunduk perlahan mengangkat kepalanya.

"Seharusnya Rasya yang di dalam sana, Ma," sahut nya lirih.

"Kalaupun harus mati itu seharusnya Rasya," imbuh nya.

Rakhasya teringat bagaimana semalam Mala bergelayut manja di lengannya sebelum kecelakaan itu terjadi. Bagaimana gadis itu dengan lembut mengucap kata cinta dan berjanji tidak akan meninggalkannya. Semua masih terekam jelas di ingatannya. Senyuman Mala, tatapan dalam gadis itu, bahkan bagaimana calon istrinya itu memuntahkan darah segar di pangkuannya tak dapat hilang dari ingatan.

Makan malam romantis yang telah di rencanakan nyatanya berubah menjadi hal mengerikan karena Mala menjadi korban tabrak lari tepat di depan boutique miliknya saat mereka hendak pergi.

"Nak Doni." Endang menoleh pada Doni yang baru saja datang bersama Arienta.

Seorang Dokter keluar ruang IGD dengan wajah kusut. Gelengan lemah Dokter itu seakan memberikan jawaban atas harapan keluarga Mala yang menunggu dengan perasaan was-was.

"Bagaimana putri saya, Dokter?" Panji tak sabar mendekati Dokter seusianya itu.

"Kita tunggu hasilnya dalam 1x24 jam, Tuan. Jika Nona berhasil melewati masa kritisnya. Maka dia akan selamat. Tapi jika tidak--"

"Jika tidak apa, Dok?" Alisia dan Endang bertanya bersamaan.

"Jika tidak, berarti Nona Fatma akan mengalami koma untuk waktu yang kami tidak tahu akan sampai kapan."

Taarrr!!

Pernyataan yang sungguh tak ingin di dengar oleh semua pihak keluarga terutama Rakhasya. Lelaki itu tersenyum miris, tatapannya nyalang seiring tubuhnya yang bergetar ia paksa berdiri.

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang