36. BERI KESEMPATAN

659 72 39
                                    

Cinta itu memberi, bukan meminta.
Cinta itu mengikhlaskan, bukan memberi tuntutan.
Jika kau meminta lebih, itu bukan cinta. Tapi nafsu.
Dan jika kau menuntut yang cintamu tak akan bisa lakukan, itu bukanlah cinta.
Tapi keegoisan.

D'Stya

"Aku mengembalikan kamu pada cintamu karena aku juga menaruh harap, satu hari nanti cintaku akan kembali padaku."

Lelaki muda dengan hoodie hitam menutup kepala serta masker yang menutup sebagian wajahnya itu berlalu pergi setelah memastikan Mala menemukan Rakhasya di depan rumahnya.

"Sayang, kamu sudah sadar?" Mala yang sedari menemukan Rakhasya di depan gerbang pagi tadi kini bisa bernapas lega setelah melihat calon suaminya itu membuka mata.

Usapan lembut dari gadis yang dicintainya cukup mujarab untuk mengurangi rasa sakit yang Rakhasya rasakan di punggung dan tangannya.

"Kamu jangan banyak gerak, Dokter sedang dalam perjalanan untuk memeriksa kamu." Berulang kali Mala mencium tangan kiri Rakhasya yang ada di genggamannya.

"La, aku masih hidup kan?"

"Sayang, kamu ngomong apa? Kamu baik-baik aja."

"Ya Allah, Sya. Kamu sudah sadar, Nak?" Alisia yang masuk ke kamar Mala hendak mengantar makanan terlihat begitu bahagia melihat Rakhasya sudah sadar.

"Dingin, La." Rakhasya melepas tangannya dari genggaman Mala. Mala mengerti, Rakhasya memang tengah demam akibat semalam memang kondisi tengah hujan. Bahkan, saat ia menemukan lelaki itu di depan gerbang, bajunya pun kotor dan basah kuyup.

"Kamu selimutan ya, ini AC nya juga mati kok." Mala memperbaiki selimut Rakhasya hingga sebatas leher. Mengusap lembut pucuk kepala lelaki yang dicintainya itu.

"Sebentar lagi Dokter datang, kamu makan dulu ya, Sya. Biar di suapin sama Mala." Alisia menyodorkan bubur pada Mala.

"Ma, saya ingin tahu rasanya di perhatikan seorang ibu. Boleh minta tolong Mama saja?"

Deg!

Mala menelan saliva mendengar jawaban Rakhasya, biasanya lelaki itu akan selalu senang hati saat ia merawatnya.

"Nak, Mala kan-"

"Nggak apa-apa, Ma." Mala mengembalikan mangkuk bubur pada Alisia, mencoba mengerti karena memang ia tahu semenjak kecil, Rakhasya tak pernah merasakan perhatian seorang ibu.

"Bagaimana kondisi kami, Sya?" Panji yang baru saja muncul mulai ikut bergabung.

"Alhamdulillah baik, Pa."

"Apanya yang sakit, Nak?"

"Entahlah, Pa. Sepertinya semua sakit." Rakhasya melirik sesaat pada Mala yang tak pernah melepas pandangan darinya.

"Kamu kenapa, Rakha?"

"Maafkan aku, La. Aku cuma merasa nggak pantas buat kamu."

Alisia mulai menyuapkan bubur dengan telaten, sesekali mengusap sudut bibir Rakhasya yang terdapat sisa bubur dengan tissu. Selama itu pula, Mala tak meninggalkan kamarnya sama sekali.

DEAR RAKHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang