CC: 19

4.2K 621 191
                                    

Happy Reading

Mobil Sunny berhenti tepat di depan sebuah pagar hitam yang menjulang. Sunny belum membiarkan Melody keluar dari mobil, selama perjalanan hanya ada keheningan di antara mereka. Melody yang memilih diam dan terus menatap ke arah jalan dan Sunny yang sesekali menoleh ke arah Melody.

"Lo mau gue temanin masuk rumah atau—"

"Sampai di sini aja." Hening sesaat dan Melody menoleh ke arah Sunny. "Gue tahu, ada banyak hal yang mau lo tanyain, tapi gue nggak bisa jawab apa-apa sekarang, maaf!" Melody menunduk, dia seakan malu untuk menatap mata Sunny.

"Lo nggak perlu jelasin apa-apa ke gue, Dy. Tapi, kalau lo butuh teman cerita, lo bisa cari gue. Gue... bukan kayak Rain yang bisa kasih solusi, tapi gue bisa jadi pendengar yang baik!" Melody tidak merespon, karena itu Sunny membuka tas yang ada di sampingnya dan mengeluarkan selembar kertas, serta memberikannya kepada Melody.

Melody dengan tatapan yang cukup terkejut menatap selembar kertas yang merupakan hasil pemeriksaan kesehatannya. Pikirannya berkelana, bagaimana bisa kertas itu bisa ada di tangan Sunny saat ini.

Seakan bisa membaca pikiran Melody. Sunny berkata, "Tadi lo nabrak gue di rumah sakit. Lo nggak sadar, karena kelihatannya lagi nggak baik-baik aja. Jadi, gue ikutin lo. Dan nggak sengaja gue juga tahu tentang Morland dan... dia yang mau dijodohin. Maaf, gue nggak bermaksud untuk ikut campur. Tapi, apa benar perempuan yang dimaksud adalah... Itzel yang gue kenal juga?" Sunny bertanya dengan hati-hati, takut Melody merasa tidak nyaman

Namun, Melody tersenyum getir. "Gue harap, lo bisa jaga rahasia ini!"

Sunny terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Lo tenangin diri dulu!"

Seusai berbicara singkat dengan Sunny. Melody masuk ke dalam perkarangan rumahnya yang disambut dengan satpam rumah itu yang sepertinya sudah cukup lama tidak melihat kedatangan Melody. Sesampainya di dalam, beberapa pekerja rumah menyapanya dan terlihat heran dengan kedatangannya yang secara tiba-tiba. Ketika melewati ruang keluarga di sabtu sore, dia melihat Melinda, Raja, Bulan dan Keiko sedang bersenda gurau sambil berbincang. Melody berhenti sejenak, tanpa masuk ke dalam ruangan yang sepertinya penuh kebahagian. Melody pikir, jika dia masuk, maka dia akan bisa merusaknya.

Melody tidak ingin ke tempat ini, tapi pada akhirnya dia tidak tahu harus pulang ke mana. Seseorang yang dia pikir adalah rumahnya, ternyata rumah itu tidak pernah benar-benar menjadi miliknya. Melody kehilangan arah. Pada akhirnya, kakinya membawanya kembali ke rumah yang sebenarnya sudah hampir roboh, hanya saja ini adalah satu-satunya rumah yang dia miliki saat ini. Tidak ada yang lain.

"Loh, Melody?" Keiko kaget dengan kehadiran Melody, di sela tawa kebahagian mereka.

Melody mengusap tengkuknya, karena ketahuan tengah memperhatikan keluarganya. Dia menjadi gelisah dan saat sadar dengan selembar kertas hasil pemeriksaan itu masih di genggamannya. Melody langsung memasukkannya ke dalam tas dan tersenyum kecil kepada Keiko. Sedangkan yang lainnya, masih bertanya-tanya tentang kehadiran Melody di rumah ini secara tiba-tiba.

"Dy, kamu kapan sampainya? Kok kamu nggak bilang mau ke sini?" tanya Keiko menghampiri Melody.

Melody tersenyum sinis mendengar pertanyaan Keiko. "Kenapa harus bilang dulu? Oh iya, aku lupa kalau aku udah jadi tamu di sini!"

Melody menangkap ekspresi Keiko yang merasa bersalah. Dan begitupun Melody yang merasa kecewa kepada dirinya, karena tidak seharusnya dia bersikap sinis kepada Keiko yang selalu baik kepadanya. Dan benar saja, Raja langsung berdiri dan menatap tajam Melody.

"Kamu ini, datang-datang langsung merusak suasana di rumah ini!" tegur Raja.

Keiko tertawa kecil, memecahkan ketegangan yang terjadi. "Udahlah Kak, Melody lagi capek aja. Kelihatan dari matanya, mungkin Melody lagi kangen rumah. Dia pasti sibuk selama ini, kan. Udah kelas tiga sekarang!"

Keiko kembali menoleh ke arah Melody dan tersenyum lembut seperti biasanya. "Kamu istirahat sana Dy, kelihatannya lagi capek banget!"

Melody tidak merespon ucapan Keiko, dia pergi begitu saja. Raja sudah hendak kembali marah, tapi ponselnya mendadak berdering. Ketika dia melihat layar ponselnya, dia memilih untuk izin keluar dari ruang keluarga untuk menerima panggilan masuk.

Sesampainya di dalam kamar yang sudah cukup lama tidak dia tempati. Melody meletakkan tasnya begitu saja di atas kasur, dia melihat ponselnya kembali. Tidak ada pesan masuk atau panggilan dari Morland yang dia tunggu sedari tadi. Padahal, laki-laki itu tahu hari ini adalah hari pemeriksaan kesehatannya. Banyak pikiran yang hadir di dalam pikiran Melody.

Apa Morland menerima perjodohan itu? Apa Morland memang tidak pernah mencintainya? Apa Morland memang kini berpikir untuk meninggalkannya? Bagaimana jika Morland tahu tentang kekurangannya, apa laki-laki itu masih mau menerimanya? Ya. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan pernah dia ketahui jawabannya, jika dia tidak bertanya langsung kepada laki-laki itu. Hanya saja, dia terlalu takut untuk bertanya. Rasa takut adalah kendala terbesar dalam dirinya untuk menerima akan sebuah kenyataan yang akan hadir.

Melody telah berada di kamar mandi. Dia melihat pantulan dirinya di kaca. Rambut yang terlihat berantakan, matanya sedikit sembab. Wajahnya sedikit kotor, karena terjatuh di tanah tadi. Pikirannya kosong, seolah tidak memiliki semangat untuk melanjutkan kehidupan esok hari. Semakin lama Melody menatap pantulan dirinya di kaca. Seakan dia melihat sebuah kegelapan yang menarik dirinya semakin jauh ke dalam lubang hitam.

Sosok yang tadinya adalah pantulan dirinya, seakan berubah menjadi sosok mosnter yang menyeramka. Tangan Melody bergemetar. Dia takut melihat sosok monster yang ada di dalam kaca itu. Monster itu kini mulai mendekat, seakan hendak meraihnya. Tanpa Melody sadari, dia mengambil sebuah gelas yang ada di depan kaca. Dan ketika monster itu akan meraihnya. Melody melempar dengan sekuat tenaga gelas ke kaca di depannya.

"Pergi!!!" teriak Melody.

Pecahan kaca disertai dengan retakan berhasil menghilangkan monster menyeramkan itu. Dan digantikan dengan pantulan sosok Melody yang dengan pantulan dirinya yang sudah tidak sempurna lagi. Detik itu juga, Melody luruh dan terduduk di lantai kamar mandi, dia seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk bertahan.

Isak tangis kecil keluar dari mulutnya, perlahan suara tangis itu semakin kuat, hingga akhirnya Melody tidak lagi menahan tangisnya. Melody mengeluarkan segala emosi yang terpendam dalam bentuk buliran air yang mengalir dan suda tidak terbendung. Suara tangisan itu menggema di dalam ruangan yang kini tengah melihat dan mendengar seorang Melody Queensha yang tadinya berpikir menangis adalah tanda kelemahannya. Kini dia tidak segan untuk memperlihatkannya kepada ruangan hampa, tanpa ditemani oleh siapa pun yang seharusnya kini tengah memeluknya dengan erat dan mengatakan bahwa semua akan kembali baik-baik saja. Namun tidak, pada kenyataannya, dia hanya sendirian saat ini.

Setidaknya sampai Melody tahu, ada seseorang yang lima menit lalu telah berada di dalam kamanya, karena mengkhawatirkan kondisi Melody. Seorang adik yang hendak menanyakan keadaan kakaknya, tapi pada akhirnya yang dia dengar adalah suara tangisan pilu dari seorang kakak yang dia tahu selalu berusaha kuat dan keras kepala di depannya. Dengan tangan yang berusaha menutupi mulutnya, agar suara tangis itu tidak terdengar oleh sang kakak. Dia yang tidak tahu, apa yang menyebabkan pondasi kakaknya runtuh, memilih pergi dari kamar itu. Karena tidak ingin kakaknya tahu, bahwa dirinya selalu peduli dengan seorang Melody.

--Bersambung--

Terima kasih untuk selalu mendukung Champion Class and The Winner

Selalu support yaa dan terima kasih selalu sabar

Maaf ya, kalau part kali ini masih menceritakan tentang Melody

250 Vote + 200 Komentar (Don't spam Next)

Mari kita Next

Thank You

CHAMPION CLASS and the WINNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang