CC: 35

3.9K 572 387
                                    

Happy Reading

Rain belum sempat berterima kasih kepada Allan. Ketika dia memberikan helm kepada Allan, Rain langsung berlari memasuki gedung SMART. Tujuannya saat ini adalah gudang. Kejadian si atlit renang—Gisella, membuat kepala Rain terasa pusing. Dia takut, jika Liona mendapatkan hal yang sama, karena pelaku dari kejadian Gisella belum tertangkap.

Jika sesuatu terjadi kepada Liona, maka Rain tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri seumur hidupnya.

Tidak untuk yang kedua kalinya.

Gudang ada di lantai satu, tepat di bagian belakang. Rain perlu menuruni beberapa anak tangga, dinding menyatu dengan gedung, tapi ada taman dengan pohon besar, sehingga tidak terdapat atap di bagian belakang.

"Liona!" Rain menggedor pintu, tapi tidak ada jawaban.

"Liona!!" Suara Rain lebih meninggi, ada nada yang terdengar sangat cemas.

"Rain...." Terdengar suara yang sangat pelan, seolah kehabisan tenaga.

Akal sehat Rain sudah tidak bekerja lagi, dia melihat batu besar, hendak memukul gagang pintu, agar pintu bisa segera terbuka. Karena terkunci.

"Jangan pakai itu, Rain!" Rain tidak tahu ternyata Allan mengikutinya.

Rain kini memperhatikan, ketika Allan seolah tengah bersiap-siap—mendobrak pintu. Dia meringis, ketika Allan menghantam lengannya ke pintu, pada dobrakan kedua, pintu langsung terbuka.

Rain segera masuk ke dalam gudang. Napasnya tercekat, dia sempat mematung tiga detik, kala melihat kondisi sahabatnya begitu mengenaskan baginya. Rain terduduk di lantai berdebu, dia meletakkan kepala Liona di atas pahanya. Kondisi Liona lemah dan tubuh Rain juga terasa lemah. Ketika Rain menyentuh rambut panjang Liona, banyak rambut yang berguguran—Rain tidak tahu seberapa kuat tarikan di rambut Liona. Dahi Liona mengeluarkan darah, sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Ada beberapa lebam di hampir seluruh tubuh yang terlihat di mata Rain. Tangan Liona dan kukunya tampak berdarah, ketika Rain menyentuh tangan kanan Liona, gadis itu meringis.

"Kak Allan," lirih Rain dengan dirinya yang terasa sulit bernapas.

"Iya, Rain?" Suara lembut Allan terdengar begitu hangat di telinga Rain saat ini.

"Tolong bawa Liona ke rumah sakit!"

"Iya—"

"Jangan! Gue nggak apa-apa, Rain. Bawa gue ke mana aja, asal jangan ke rumah sakit. Nanti, pihak rumah sakit bisa buat laporan kekerasan, Rain. Gue nggak mau buat masalah, dan gue masih mau ada di sekolah ini," ujar Liona dengan senyuman di akhir, sebelum akhirnya kesadarannya menghilang sepenuhnya.

"Bodoh!" umpat Rain lagi.

Dan sedetik kemudian, kilatan amarah terlihat di mata Rain yang menajam.

"Anjing, mati lo yang udah buat dia begini!" ujar Rain dengan tangannya yang mengepal.

*

"Kak Allan, gue titip Liona sebentar!"

Begitulah pesan Rain kepada Allan, sebelum meninggalkan Liona di aparteman milik Rain. Rain membawa mobilnya, dengan kecepatan tinggi, seolah dia tidak takut akan maut yang bisa saja menghampirinya. Beberapa kali pengendara jalanan mengumpat kepadanya, tapi Rain tidak peduli.

Mobil itu dia belokkan ke basement gedung Champion Class. Dia kembali ke sekolah. Rain masuk ke dalam lift, memencet angka menuju lantai tiga ruang seni. Hari ini ada kelas seni, dan pasti semua teman sekelasnya ada di sana.

Sementara itu di ruang seni, semua tampak fokus dengan tugasnya masing-masing. Ada yang bermain dengan tanah liat untuk membuat guci, ada yang tengah melukis, lalu ada yang merajut dan ada yang bermain game.

CHAMPION CLASS and the WINNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang