CC: 30

3.1K 406 173
                                    

Happy Reading

Melody tertidur dengan posisi duduk di kursi belajarnya, dan pipi sebelah kanan menempel di meja belajarnya, ada segelas air putih di atas meja dan beberapa buku yang tadi dia baca. Perlahan, matanya terbuka. Matanya mengarah ke jam digital di atas meja yang menunjukkan pukul 23.32 WIB.

Melody meringis memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Dan sekarang, lehernya terasa sangat sakit karena dia tertidur lama dengan posisi kepala miring. Melody tidak tahu, mengapa dia bisa tertidur dengan posisi seperti itu. Proses belajar hari ini, dia meminta izin. Teman-temannya tidak ada yang tahu, karena hanya dia yang mendapatkan tutor tanpa teman. Melody menyalakan ponselnya yang ada di sebelah kirinya, tapi mati.

Kernyitan halus terlihat di dahi Melody.

"Seingat gue, baterainya masih banyak," gumam Melody.

Melody menghidupkan ponselnya kembali dan tanpa menunggu ponsel itu menyala sepenuhnya dengan beberapa notifikasi yang masuk, Melody memasukkan ponselnya ke saku cardigan rajutnya.

Dia ke luar dari kamarnya, ingin menuju lantai tiga. Karena ada yang harus dia ambil ke ruang seni.

"Kak Melody!"

Melody bertemu dengan Madhava di lantai tiga, setelah keluar dari ruang seni.

"Kenapa?" tanya Melody dengan ketus, karena kepalanya masih terasa sakit.

"Bukannya Kakak seharusnya dinner romantis sama Bang Morland di rooftop? Udah selesai?"

Kini, Melody yang dibuat terkejut dengan pertanyaan Madhava.

"Lo... tahu dari mana?"

"Bang Morland tadi nyiapin semuanya. Gue, Bang Naufal sama Jarrel bantuin dia di rooftop!"

Tanpa bertanya lagi, Melody segera ke luar dari dapur dan mengabaikan panggilan Madhava. Dia berlari ke arah lift sambil membuka notifikasi pesan di ponselnya. Dan, sedetik kemudian, dia membaca pesan dari Morland.

Morland: Dy, aku tunggu di rooftop jam 9 nanti yaa

Karena lift yang tidak kunjung terbuka, Melody memutuskan menggunakan tangga darurat. Melody melihat pesan itu telah dikirim pukul 8 malam. Dan sepertinya, Melody yang tidak melihat pesan masuk itu. Dia mengumpati dirinya sendiri, dan berharap Morland tidak menunggunya.

Melody sempat berhenti, karena kelelahan. Namun, dia terus berusaha melangkahkan kakinya dan akhirnya berhasil melewati lantai tujuh. Setelah berlari dari lantai tiga dan akhirnya membuka pintu menuju rooftop.

Dengan napasnya yang tidak beraturan dan keringat yang ke luar. Melody mengedarkan pandangannya. Lampu hias yang bergelantungan, lilin aroma terapi mengelilingi meja dan kursi, lalu meja bundar dengan makanan yang sudah tersedia dan tertata rapi. Dan yang sangat mencuri perhatiannya adalah Morland yang menatapnya dengan tatapan tanpa amarah sedikitpun.

Melody melihat senyuman yang sudah lama dia rindukan, sudah satu bulan belakangan ini. Karena hubungan mereka sedang buruk. Penampilannya sederhana, dengan kaos polo berkerah lengan pendek, berwarna putih dan celana chinos krem yang sangat cocok dengan Morland.

"Akhirnya, kamu datang juga," ujar Morland dengan senyumannya yang terlihat lega, mungkin sedari tadi dia sedang khawatir. "Tapi, kenapa lewat tangga?"

Melody masih berdiri di depan pintu. Dia belum berbicara sepatah kata pun. Napasnya sudah kembali normal. Dan tepat Morland berada di depannya, karena terlalu lelah, dia terduduk.

Morland merasa bingung, dia ikut berjongkok di depan Melody. Dan ketika menyentuh bahu Melody, getaran kecil terasa, dan berubah menjadi isakan tangis kecil.

CHAMPION CLASS and the WINNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang