Regretful Alpha 17

240 20 1
                                    

Malam sunyi merangkak semakin larut. Alam ciptakan keheningan yang terasa mendamaikan, bertujuan untuk menenangkan setiap insan yang lelah bergumul dengan kejamnya hidup. Lantas didendangkannya musik syahdu pengantar tidur melalui gelombang lembut angin yang berembus, tak ubah pelengkap yang turut serta membawa ayunan gemulai daun-daun pepohonan.

Dari semua makhluk hidup yang menikmati kedamaian itu dalam lelapnya tidur, ada Rowena yang masih terjaga. Tak dipedulikan olehnya malam yang terus bergulir dan menyentuh dini hari, terus saja dijaga olehnya pikiran agar tetap fokus ketika berhadapan dengan beragam jenis tanaman herba yang mengisi meja kayunya.

Rowena mengambil lima jenis tanaman herba yang berbeda dan memotong-motongnya menjadi bagian kecil. Lalu dimasukkannya semua bahan itu ke dalam lumpang batu. Dia mulai menumbuk dan tak butuh waktu lama untuk semua jenis tanaman herba itu menjadi hancur, kemudian bercampur menjadi satu.

Kesibukan Rowena terjeda ketika dirasakan olehnya kehadiran seseorang. Jadilah dia berhenti menumbuk, lalu berpaling. "Luna."

Ada Vione berdiri di ambang pintu. Kedua tangannya tampak meremas satu sama lain dengan wajah yang tampak bimbang. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya dengan tak yakin. "Kalau tak mengganggumu."

Mata Rowena membesar, bahkan sekilas tampak ada binar yang berpijar. Dia menganggu. "Silakan, Luna. Kau tak mengganggu sama sekali. Lagi pula aku telah selesai."

Vione tak yakin dengan ucapan Rowena. Sebabnya, bisa dilihatnya tumbukan tanaman herba di dalam lumpang yang langsung saja disisihkan oleh Rowena. Dia memang tak paham dunia pengobatan, tetapi dia yakin serbuk herba itu belum selesai diolah.

Walau begitu Vione tetap mengangguk. Dia masuk dan menghampiri Rowena.

"Jadi, ada apa, Luna?" tanya Rowena sembari memberi isyarat pada Vione untuk duduk. "Apa ada sesuatu?"

Vione duduk dengan perasaan tak nyaman. Bahkan sebisa mungkin dia tak menatap Rowena terlalu lama. "Sebenarnya bukan hal penting, tetapi kupikir aku harus meminta maaf padamu."

Dahi Rowena sontak mengerut. Dari beberapa kemungkinan penyebab kedatangan Vione yang sempat terlintas di benaknya, meminta maaf sama sekali tak terpikirkan olehnya. "Maaf?"

"Ya," angguk Vione sembari menguatkan diri. Pada akhirnya, ditatapnya juga mata Rowena. "Aku minta maaf untuk tindakanku kemarin. Aku tak seharusnya berkata kasar padamu. Aku tak seharusnya mengatakan hal omong kosong ketika kau justru sudah banyak membantuku dan Usher."

Rowena tertegun sejenak. Agaknya dia butuh waktu sesaat untuk mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Vione. "Luna."

"Aku benar-benar minta maaf, Rowena. Aku minta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam. Kuharap, kau memaafkanku."

"Luna." Seuntai senyum yang samar merekah di wajah tua Rowena. Dia menggeleng. "Aku sama sekali tak memikirkan itu, Luna. Kau tak perlu meminta maaf padaku."

Ucapan Rowena justru membuat perasaan tak enak Vione semakin menjadi-jadi. "Rowena."

"Baiklah, Luna," angguk Rowena sesaat kemudian. Dia menyerah. "Aku memaafkanmu. Jadi, kuharap kau tak memikirkannya lagi. Aku tak masalah sama sekali. Lagi pula aku sadar, kau bicara di luar kesadaran. Keselamatan Alpha akan selalu menjadi prioritasmu. Aku memakluminya, terlebih lagi karena kau sudah mencintai Alpha sejak lama."

Sesuatu membuat Vione menyipitkan mata. Sorot pada tatapannya berubah. "Apa maksudmu, Rowena?" tanyanya sehingga membuat Rowena pun turut kebingungan. "Ucapanmu barusan terdengar janggal."

Rowena diam sejenak seolah butuh waktu untuk memahami maksud Vione. Lalu dia tersenyum lebar. "Aku mendengar beberapa kabar. Kalau aku tak keliru, sepertinya kalian sudah bersama sejak masih remaja."

Moonlit Saga 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang