"Maafkan aku, Usher. Ternyata aku tidak bisa menjaga janji yang telah kubuat denganmu. Aku tidak bisa mempertahankan ikatan ini ketika kau sendiri yang meminta untuk mengakhirinya."
Usher memejamkan mata sembari mengerang demi menahan lara yang amat menyiksa. Sebabnya, ucapan Vione berputar-putar di dalam kepalanya. Terus saja menggema sehingga membuat dadanya sesak, persis seperti seluruh dunia menghimpitnya dari segala arah.
Tubuh bergetar kuat. Usher terguncang dalam syok yang menghantam. Jadilah dia mengepalkan jemarinya dengan erat demi mengendalikan diri.
Tidak. Usher menggeleng. Tidak, Vione. Tidak, kumohon.
Namun, harapan Usher tak terkabul. Sebaliknya, suara Vione malah terus menggema. Jadilah setiap kata seakan memantul di dinding pikirannya, tak ingin pergi.
Usher mencoba untuk mengatur napas. Ditariknya udara dalam-dalam, tetapi dia malah makin tersiksa. Dia persis seperti menghirup gas beracun. Alhasil setiap tarikan napas hanya menambah luka di dalam dadanya, meninggalkan sensasi terbakar yang amat menyakitkan.
Pikiran Usher kacau, terombang-ambing di antara kenyataan dan masa lalu yang kembali terjadi. Jadilah keringat dingin memercik, lalu membasahi pelipisnya, membuat rambutnya basah dan menempel di kulit.
Degup jantung Usher meningkat, tidak beraturan, seakan ingin meledak saat itu. Persis isyarat bahwa tubuhnya, jiwanya, dirinya, sudah tak sanggup lagi untuk bertahan. Dunianya hancur berantakan, semua berderai menjadi keping-keping tak berarti.
Pada akhirnya, Usher tak lagi mampu bertahan. Dia pun terjatuh di lantai dengan keadaan yang menyedihkan. Air mata membasahi pipi dan ditatapnya langit-langit dengan sorot nanar.
Wajah Vione membayang di pelupuk mata Usher. Vione tampak tersenyum, dia bahagia, dan lalu berkata. "Aku mencintaimu, Usher."
Ringisan Usher semakin tak tertahankan lagi. Perih di hati, nyeri di jantung, semua luka yang dirasakannya bagai disiram air cuka. Jadilah dia meronta dalam penderitaan itu, dia terpasung dan tak bisa beranjak sama sekali.
"Takdir adalah misteri. Ada yang bisa kita ubah, tetapi ada pula yang tak bisa kita hindari. Maafkan aku, Alpha, tetapi kemungkinan bahwa yang kau lakukan akan menjadi hal yang sia-sia tetap ada."
Di waktu yang paling tidak tepat, ucapan Rowena justru turut menggema di benak Usher dan memperparah semua rasa sakitnya. Dia semakin nelangsa dengan perasaan sedih yang semakin menjadi-jadi. Lalu dia pun tertelan dalam pusaran emosi yang tak berujung.
Agaknya Usher menemukan kebenaran dari ucapan Rowena. Dia telah menemukan salah satu buktinya bahwa memang ada takdir yang tak akan bisa diubah dan itu adalah perpisahan mereka. Nyatanya, sekuat apa dia mencoba maka takdir tetap memisahkan dirinya dan Vione.
Semua sia-sia. Usher merasa seperti terjebak di dalam mimpi buruk yang tak kunjung usai. Parahnya, semua detik yang telah diusahakannya justru menyiksanya dengan itensitas yang tak tertahankan. Dia telah mengupayakan semua, tetapi ternyata takdir tidak berubah.
Sekarang, tak lagi Usher mampu menahan diri. Jadilah dikutuknya takdir yang telah mempermainkannya. Sebabnya, dia sempat berpikir bahwa masih ada waktu tersisa. Semestinya demikian karena dia ingat betul ada jarak waktu antara pertengkaran, berita kehamilan Mireya, dan perpisahannya dengan Vione. Jarak waktulah itu yang ingin dimanfaatkannya dan pada dasarnya, rencana itu sempat berhasil karena dia bisa mendapatkan obat penawar dari Rowena.
Sesuatu melintas di benak Usher. Dirinya tersadar akan sesuatu yang paling penting, yaitu tindakannya telah membuat masa lalu berubah.
Sontak saja Usher bangkit. Kedua tangannya bertahan di meja dan fokusnya tertuju layar monitor yang besar. Dilihatnya tayangan dari kamera pengawas, lalu wajahnya semakin memucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlit Saga 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Luna tanpa cakar, begitulah orang-orang menyebutnya. Vione Celestie Munest sudah berada di titik tak lagi berharap pada takdir. Hidup tanpa asal-usul yang jelas dan tak...