[ HAPPY READING ]
***
Ceklek ...
Pintu kamar terbuka, menampilkan Bara yang baru saja masuk dan duduk di sofa. Memperhatikan wajah damai Adara yang masih setia tertidur. Efek suntikan yang di berikan Om Wisnu bekerja dengan cepat. Paling lambat gadis itu akan bangun beberapa menit lagi.
" Cantik! "
Pujian itu Bara layangkan tanpa sadar. Ia tersenyum tipis melihat wajah damai Adara yang tertidur.
Lama memandang objek yang berada di hadapannya, Bara terlihat memperhatikan jari-jari tangan Adara yang mulai bergerak. Bersamaan dengan itu mata yang tadinya terpejam perlahan terbuka dengan pelan.
" Eghhh "
Lenguhan itu menyadarkan Bara. Cowok itu berdiri dan segera memastikan keadaan Adara.
" Lo uda sadar? "
Adara bingung, ia memperhatikan sekitar. Ruangan berbeda dan terasa asing. Hingga suara berat seseorang mengalihkan kesadarannya. Menatap lama cowok yang juga ikut menatap dirinya.
" Ke-kenapa gue a-ada di sini? " tanya nya terbata. Ia masih kaget, apakah cowok yang ia lihat samar semalam adalah Bara? Takdir seakan dengan mudah mempertemukan mereka berdua.
Bara duduk di kursi yang terletak di dekat nakas, " Lo pingsan semalam, kebetulan gue lewat, dan gue nemuin lo waktu lo udah ga sadarkan diri. "
' gue masih sadar Bar, gue juga tau lo nepuk pipi gue '
" Thanks yah. Kalo enggak ada lo, gue ga tau sekarang keadaan gue gimana. " Adara menatap bola mata Bara yang berbeda dari sebelumnya-lebih meneduhkan.
" Lo bisa sarapan dulu, keburu dingin bubur nya. "
Adara melirik nakas, tampak semangkuk bubur ayam, lengkap dengan air putih dan tissue.
" Gue Adara. "
Uluran tangan gadis di hadapannya membuat Bara menatap sebentar kemudian ikut mengulurkan tangan membalas dengan senyum tipis, " Bara! "
Suasana hati yang berdebar, membuat Adara lebih dulu menarik uluran tangannya. Apakah ia bodoh bersikap frontal seperti tadi?
" Ngomong-ngomong kenapa lo bisa sendirian di pinggir jalan gitu? "
Adara menoleh sambil mengunyah makanannya yang seakan berubah menjadi pahit. Bersamaan dengan keadaan nya saat ini, pahit dan menyedihkan.
" Gue ada masalah keluarga. " jawabnya dengan mata menatap ke bawah.
Bara merasa gadis itu bersedih saat ini, " Jangan sedih, wajah lo nanti jelek. "
Adara menoleh, tanpa sadar ia ikut tersenyum. Senyuman yang mampu membuat jantung Bara berdetak kencang.
" Gombal. " kekehan dari bibir Adara seakan ikut memberikan kebahagiaan sederhana untuknya.
" Kalo gue curhat? Apa lo bisa jadi pendengar yang baik? " tanya Adara polos.
Bara mengangguk singkat, " Ga Masalah, kalo dengan cerita bisa kurangin beban lo, silahkan gue akan dengerin. "
Hatinya menghangat, Adara merasa bahagia. Sederhana, sangat sederhana tapi memberikan efek yang luar biasa. Seakan masalah semalam sedikit terobati dengan hadirnya Bara yang menghibur dan memberi nya ruang untuk bercerita.
Adara menceritakan semuanya tanpa kurang sedikitpun. Air matanya juga ikut lolos saat membayangkan bagaimana semalam ia menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya.
" Nyatanya dia ga jauh berbeda dari gue "
Bara menatap wajah Adara yang masih terus bercerita. Mulai dari bagaimana gadis itu turun hendak makan malam, berakhir mendengarkan suara pecahan dari kamar orang tuanya hingga kabur dan duduk sendirian di pinggir jalan.
" Udah lebih baik? "
Pertanyaan itu membuat Adara mengangguk. " Makasih Uda jadi pendengar yang baik buat gue. "
" Hem, hapus air mata lo, gue ga suka liat lo nangis. "
Blush!
Kata-kata manis itu membuat pipi Adara mendadak merah merona. Ia malu dan menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
" Gue seneng lo bisa senyum lagi. " ucap nya sambil mengacak rambut coklat kehitaman milik Adara.
" Habisin buburnya, trus lo bisa bersih-bersih di kamar mandi ini, ini kamar gue. Nanti gue anterin balik kalo udah. "
Adara mengangguk, punggung tegap itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu berwarna abu muda itu.
Adara merasa lebih baik, ia merasa jauh lebih tenang. Walaupun rasa sakit dan kecewa itu membekas, setidaknya bebannya sedikit hilang dengan bercerita dan sosok Bara adalah pendengar terbaik untuknya.
***
" Udaah? "
Anggukan Adara meyakinkan Bara jika gadis itu sudah nyaman dengan posisinya. Bara memutuskan mengantarkan Adara pulang lebih cepat, takut jika nanti kedua orang tua gadis itu kebingungan mencari anaknya.
" Alamat rumah lo? " tanya Bara sambil melirik sekilas.
" Jalan Cempaka, Lorong 5 Blok A. " sahut Adara.
Bara paham. Keduanya pun diselimuti keterdiaman. Bara yang sibuk menyetir dan Adara yang sibuk menatap melamun. Bara tak ingin mengusik gadis itu, memberikan ruang untuk Adara menetralkan perasaannya akan jauh lebih baik untuknya.
Hingga tak lama mobil milik Bara sampai di alamat tujuan. Bara mengamati bangunan mewah. Seorang penjaga gerbang tampak menghampiri mobilnya.
" Maaf den, aden temen non Dara? " tanya penjaga itu.
" Iyaah, Adara ketiduran. "
Mang Udin lekas segera membuka gerbang. Bara memarkirkan asal mobilnya. Toh cowok itu hanya akan mengantar Adara saja.
Brak
" Astaga, non Dara kenapa den? " raut wajah bi Inah tampak khawatir.
" Dia cuma ketiduran aja bi, jangan khawatir. "
" Kamar non Dara di lantai 2 den, " Bara menaiki satu persatu anak tangga. Di ikuti oleh bi Inah di belakangnya.
Ceklek
Setelah bi Inah membuka pintu, Bara segera membaringkan tubuh Adara di kasur miliknya.
" Saya pamit dulu bi, " bi Inah mengangguk.
" Terimakasih yah den, "
" Sama-sama bi, nama saya Bara. "
Bi Inah tampak mengiyakan, Bara segera turun kembali. Cowok itu masuk ke dalam mobil dan keluar dari pekarangan rumah Adara setelah mang Udin membuka kembali pintu gerbang.
oOo
⚔️⚔️⚔️
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBARANO✓ [END]
Teen Fiction[DILARANG KERAS MENJIPLAK! CERITA INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR🚫] ELBARANO MALVERO, cowok tampan dengan sejuta pesona yang melekat sempurna dalam dirinya. Ketua geng motor BLACKVEROS, geng motor terkenal di Jakarta yang di penuhi dengan cogan-cog...