2024 dan masih dengerin Payung Teduh? Ada yang sama?
Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata
Ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya
Mungkinkah kau tahu jawabnya?
POV Aryo
Aku mengajak mampir ke makam Bapak sebelum mengantarnya pulang. Ada rasa lega yang membuat dadaku terasa ringan. Satu tujuan hidup yang aku angankan sudah dalam genggaman. Setelah berdoa selama beberapa menit kami meninggalkan makam ditemani keheningan. Penyesalan yang tersisa adalah aku terlambat mengenalkannya pada Bapak. Tanpa perlu mereka ucapkan secara langsung, aku tahu kekhawatiran Ibu dan Bapak terhadapku. Dengan kondisiku seperti ini, Ibu dan Bapak ingin memastikan jika mereka menutup usia, sudah ada seseorang yang mendampingi. Aku paham kekhawatiran mereka walaupun aku sendiri merasa baik-baik saja karena sekarang kondisiku sudah sangat baik.
"Mas, aku minta maaf ya terlambat jenguk Bapak." Dia berkata dengan ekspresi menyesal, setelah kami duduk dalam kendaraan, aku segera menyalakan mesin dan AC karena udara di dalam terasa panas.
"Nggak apa-apa. Waktu itu aku kalut, jadi nggak cerita banyak tentang kondisi Bapak."
"Kalau Mas kapan – kapan mau cerita, aku mau mendengarkan." Dia menggenggam tanganku selama beberapa detik sambil tersenyum penuh simpati. Ingin sekali aku memeluknya dan berkata jika kedatangannya meluruhkan sebagian rasa kehilanganku hari ini.
Aku merubah posisi duduk agak menyamping sehingga menghadapnya,"Terima kasih." Aku hampir tidak pernah membagi keluh kesah dengan orang lain karena kupikir itu adalah tanda kelemahan, sedangkan aku laki-laki, yang selalu merasa tidak sepantasnya memiliki sikap lemah. Tapi kini, merasa membagi keluh kesah dengannya bukan tanda kelemahan, tapi sebentuk rasa saling menyayangi.
Ini pertama kalinya aku menceritakan pada seseorang, semua emosi yang kurasakan karena kecelakaan itu dan sesudahnya. Rasa marah, takut, putus asa, kehilangan rasa percaya diri dan frustasi yang membuat mudah tersinggung sehingga bertengkar dengan Bapak, beberapa hari setelahnya Bapak terkena stroke. Walaupun Bapak sudah memaafkan pertengkaran itu, perasaan bersalah tidak hilang. Rasa penyesalan yang membuat dua hari ini aku habiskan dengan diam, bingung dan serba salah.
Dia menyimak, sesekali mengusap punggung telapak tanganku. Caranya menatap membuat aku teringat ucapan Andre, Dia menyukaimu, aku bisa melihat dari caranya menatapmu.
"Terima kasih ya Mas, udah cerita,"katanya setelah aku selesai menceritakan semuanya.
Aku mengangguk, tarikan nafasku terasa lebih ringan. "Nggak bisa nambah cuti ya?"
Dia menggeleng."Kantor lagi sibuk banget, maaf ya. Aku juga sebenarnya pengen cuti."
"Kangen aku juga ya?"
"Hah?"
"Kamu pengen nambah cuti karena kangen aku juga kan?"
Dia mencibir dengan salah tingkah.
Aku tertawa."Pulangnya naik pesawat aja ya, nanti aku antar sampai bandara." Tanpa menunggu jawabannya, aku membuka aplikasi pemesanan tiket di ponsel. Sebenarnya aku tidak rela dia pulang hari ini.
"Tapi aku sudah membeli tiket kereta."
"Nggak apa-apa hangus. Biar nggak kemaleman sampai Jakarta dan kita ada waktu buat ngobrol." Aku memesankan tiket keberangkatan sore ini. "Sudah aku pesankan dan kirim buktinya ke wa."
"Tapi Mas..."
"Tapi apa sayang?"
Dia menatapku dengan mata melebar lalu buru-buru memalingkan muka, mungkin tidak mengira aku akan seberani itu, memanggilnya dengan kata sayang di hari pertama hubungan resmi kami. Sepanjang kami bersama hari ini, dia masih nampak malu-malu dan canggung, membuatku ingin menggodanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Boss
Chick-LitCerita dengan genre chicklit, komedi romantis. Romantika working girls, bukan drama cinta ala CEO. Waktu selalu punya cara membuat kejutan tak terduga, terutama dalam hal melibatkan perasaan..... Saat jatuh cinta dalam diam dan diam-diam. Sayangnya...