Aurora's story (2) end

6 1 0
                                    

Don't be discouraged by your current situation

- ALDS

Chapter 45 : cerita masa kecil Aurora

Jangan mengemis rasa kasihani dari seseorang, jika kamu terlihat menyedihkan di mata mereka jangan berharap kamu  akan mendapat belas kasih dari mereka, tidak semua orang peduli dengan rasa  sakit yang seseorang lain derita, tidak semua paham rasa yanh seseorang lain derita, jika memang kamu terlihat hina di matanya maka akan tetap terlihat hina tanpa sedikitpun ada rasa belas kasih

- Mora Autumn (Nyonya besar) &
  Aurora Everly Marva

          🎵 Henry Moodie - drunk text 🎵

                           🌊ALDS🌊

"Dan ini juga sebagai hukuman mu karena mengalami kekalahan saat mengikuti OSN besar besaran di negeri ini, untung aku sudah menyuruh wartawan untuk tidak meliput kekalahan mu itu, kalau tidak cepat mungkin nama marga Marva akan tercemar" ucap nyonya besar berapi api

"Besok kau harus mengikuti OSI di negeri tetangga, aku tidak mau tau kau harus menang besok! Jika tidak, aku akan menyiksamu lebih dari ini!"

"Aku tidak peduli luka mu separah apa, intinya kau harus tetap mengikuti OSI di negeri tetangga dan sudah ku daftarkan dari jauh jauh hari, bawa kembali nama baik keluarga Marva dan Everlly!"

Setelah mengatakan itu Nyonya besar kembali memukuli Aurora dan tidak berhenti sampai jam 10 malam, ia melampiaskan semua emosinya pada Aurora

Menjambak rambut Aurora, mencambuknya dengan ikat pinggang dan terus menyiraminya dengan air, bahkan jari jemari Aurora sampai mengeriput karena terlalu lama terkena air

"Setelah dua jam lamanya, aku bersyukur karena kamu datang di waktu yang tepat yaitu pukul 10 malam, aku tidak bisa membayangkan jika pukul 10 malam kamu belum datang juga, bisa se babak belur apa tubuh dan wajahku"

"Samar samar nyonya besar mendengar suara kamu yang memanggil manggil nama ku dan ibu, nyonya besar saat itu juga langsung bergegas pergi dari kamar mandi di kamar ku, yang tanpa nyonya besar sadari ada seciprat darah yang menempel di blouse putihnya, darah itu sudah mengenai blouse putihnya saat ia mencambuk lengan ku dan lengan ku yang mengeluarkan darah itu terciprat mengenai blouse putihnya karena cambukan yang ia layangkan"

"Aku pulang!"

"Itu Laut! Astaga, sudah pukul berapa ini"
nyonya besar melirik arloji nya yang melingkar di pergelangan tangannya

"Sudah pukul 10! Gawat!"

"Aku harus gimana?" Ucap nyonya besar panik sendiri

"Kak Aurora!"

"Lebih baik aku cepat keluar dari sini, sebelum ketahuan oleh Laut"

Aurora diam diam tersenyum tipis melihat nyonya besar yang sedang membuka kunci pintu kamar mandi dari dalam, ia senang karena akhirnya selesai juga penyiksaan ini

"Ibu!"

Ceklekk

Suara pintu kamar mandi pun terbuka, sebelum keluar nyonya besar berkata pada Aurora dengan nada mengancam

"Hukuman mu cukup sampai sini, jangan sampai kau bilang atau mengadu kepada adik bungsu mu itu tentang perlakuan ku pada mu malam ini!"

Setelah mengatakan hal itu Nyonya besar bergegas pergi dari kamar mandi dengan berlari kecil

"Setelah melihat nyonya besar keluar dari kamar mandi di kamar ku, aku pun ikut berdiri dan berjalan tertatih tatih untuk mengintip ke luar kamar mandi, nyonya besar belum juga keluar saat itu karena ada kamu yang berdiri di tangga menuju lantai dua"

"Kenapa Laut malah berdiri di sana?" Desis nyonya besar, ekspresinya menahan kesal

"Kemudian aku melihat tangannya yang menekan sakelar lampu koridor lantai dua dan saat itu juga sebagian lampu koridor lantai dua gelap, kemudian nyonya besar bergegas keluar dari kamar ku dengan mengendap endap, namun sepertinya usaha nyonya besar sia sia ya? Karena pada akhirnya gerak gerik itu terlihat oleh kau, Laut"

"Aneh, biasanya kalau pulang dari main kalau gak sekolah, gue manggil manggil gini pasti ada yang nyaut, kok ini gak ada?"
Kakinya berhenti di depan tangga menuju lantai dua di rumahnya, matanya melirik arloji nya yang melingkar di pergelangan tangannya

"Udah jam setengah sebelas sih, mungkin udah pada tidur, tapi biasanya kak Aurora tidur jam 12 kalau gak jam satu" kakinya melangkah pelan menaiki tangga, tapi samar samar Laut mendengar pijakan kaki yang terdengar lumayan keras

Ctakk

"Kok mati?" Gumam Laut

"Nah! Dengan begini, Laut tidak terlalu jelas untuk melihatku, walaupun pijakan kaki ku terdengar lumayan keras" kakinya mengendap endap berjalan keluar kamar Aurora menuju kamar kosong yang berada di ujung lantai dua

Dengan cepat ia bersembunyi di balik dinding tangga "Siapa itu?" Samar samar mata Laut melihat sesorang sedang berlari kecil seperti tergesa gesa

Laut menajamkan indera penglihatannya, dengan jelas Laut melihat perempuan dewasa berambut panjang di gerai, memakai baju dan celana putih, berlari kecil tergesa gesa menuju kamar yang paling ujung di lantai dua

"Saat nyonya besar sudah keluar dari kamar ku, aku mengambil kesempatan dengan berjalan tertatih tatih menuju kasur dan membaringkan tubuhku dengan perlahan di sana"

Yang membuat Laut tersentak adalah, baju putih yang di kenakan perempuan itu terdapat cipratan darah yang cukup banyak di bagian perutnya

Laut menutup mulutnya agar tidak menimbulkan suara saat perempuan itu melewati Laut yang sedang bersembunyi, setelah melihat perempuan itu melewatinya, Laut menatap punggung perempuan itu yang memasuki kamar kosong di lantai dua, di ujung

"Siapa itu? Bukan nyonya besar kan?" Gumam Laut

Ia menatap pergerakan perempuan itu cukup lama, sampai akhirnya ia tersadar dan melangkah cepat menuju kamar Aurora yang tak jauh dari tempatnya berdiri, saat sampai di kamar kakak perempuan sulungnya itu, ia terdiam menatap pintu kamar yang sedikit terbuka namun tak menampakan suasana dalam kamar Aurora

Akhirnya ia memegang knop pintu dan mendorong pintu kamar agar terbuka

"Di saat kau melihatku dari celah pintu, aku panik takut kau menghampiri ku dan akhirnya ketahuan, tapi aku lega ternyata kau hanya melihat tidak berniat menghampiri"

"Kak-" ucapannya terhenti saat melihat Aurora tengah terbaring di kasur dengan posisi membelakangi Laut

"Jangan sampai Laut berjalan ke sini" ucap Aurora komat pamit

"Oh, sudah tidur rupanya, tidak seperti biasanya sih, mungkin udah ngantuk" Laut menutup pintu kamar Aurora dari luar dan melangkah pelan menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Aurora

Laut menyimak cerita Aurora dengan seksama, terbesit rasa tidak tega pada apa yang di lakukan nyonya besar kepada kakak sulungnya

"Apa kau ketakutan kak? Mengalami itu kemarin malam?"

"Hm, sebenarnya aku sudah biasa, Laut" mata sendunya menatap Laut yang duduk di sebelahnya

"Sudah biasa?" Laut menaikkan kedua alisnya

"Dari kecil jika nilai ku turun dalam akademik, pasti di pukuli oleh nyonya besar dan nyonya besar menyuruhku untuk tidak memberi tahu mu, aku sudah di perlakukan seperti itu sejak kecil karena peran ku menjadi anak sulung Marva harus berprestasi"

"Kok, aku tidak mengalami hal itu kak?" Laut menunjuk dirinya sendiri

"Karena kau anak bungsu, sedangkan aku anak sulung, Aku selalu di tuntut untuk serba bisa hanya karena aku anak sulung"

"Kenapa begitu?"

"Ya, memang sudah dari dulu dulu sekali mungkin" Aurora mengedikan kedua bahunya "lagi pula setiap peran pasti ada enak dan ada tidak enaknya"

"Contohnya?"

Antara Laut Dan Samudera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang