"Seiring berjalananya Karma"
.
.
."Elang mau dibawa pergi, Kak, ke Jerman, ke rumah keluarga Kakeknya. Gimana ini.. Kamu..kamu nggak mau juga kalau Elang pergi,'kan? Please jawab nggak mau juga."
"Kita bisa aja kalah dari mereka. Semua dokumen dan surat-surat dengan gampanya dimanpulasi dan dipalsukan dengan suap dan kekuasaan. Papa sendiri gak tau harus gimana, Papa pun kena, Papa diancam. Ada surat pelanggaran yang Papa terima dari pusat karena melakukan poligami. Papa akan dipecat kalau nggak tanda tangan pelepasan hak asuh Elang, Kak."
"Kita.. kita harus gimana sekarang?"
"Elang juga.. sakit Elang.. Kak.. Elang gak bakalan ninggalin kita seperti Mama ninggalin kita,'kan? Elang nggak bakalan pergi,'kan?"
Adeo masih ingat jelas bagaimana raut cemas dan panik sang adik kala menceritakan fakta mengejutkan itu kepadanya tadi malam. Datang-datang dalam keadaan kusut, rambut tak karuan dan wajah sembab. Dame begitu kacau, berbicara tanpa jeda diselingi dada tersentak.
Adeo yang saat itu baru saja hendak tidur mendadak ikut cemas perkara Dame yang seperti itu. Setelahnya, dia ikut resah sendiri memikirkan nasib keluarganya. Sejujurnya kehadiran Welang mulai bisa diterima, kalau dia pergi lantas bagaimana dengan suasana rumahnya nanti?
Adeo tidak ingin rumahnya kembali sepi dan suram, tidak juga ingin semuanya kembali diwarnai kekosongan. Ia tidak ingin tempat tongkrongan dan kost temannya kembali rumah rumah utama, seperti sebelum-sebelumnya. Adeo baru saja menjadikan suasana baru di rumahnya yang sekarang sebagai alasan untuk setiap hari pulang.
Suasana dimana saat Dame banyak bicara, sibuk dan tertawa adalah momen yang paling Adeo rindukan. Dan bisa dikatakan, secara tidak langsung itu karena Elang. Rumah menjadi berwarna berkat pemuda itu.
Lantas, jika semua alasan itu memudar, apakah ia akan kembali liar?
Adeo yakin, kehidupannya akan kembali hambar. Belum lagi masalah ayahnya yang akan dipecat itu membuatnya kian sakit kepala. Ada apa dengan kehidupannya akhir-akhir ini? Masalah bertubi-tubi hadir tanpa jeda.
Apakah memang ini saat keluarganya mendapatkan karma atas perbuatan Ayahnya yang terdahulu. Tentang.. masa lalu.
Ditatapnya kembali sosok yang menjadi alasan kegaduhan hati Adeo pagi ini. Alis Welang berkedut-kedut seperti beberapa menit. Salah satu tanda jika tidurnya tidak nyenyak. Adeo yakin, sebentar lagi dia pasti akan terbangun.
Mata kucing Adeo hanya menatap dalam diam, kedua tangannya dengan angkuh berlipat di atas dada, dengan punggung yang tegak, sembari mengunyah permen karet.
Sebenarnya dia bosan sendirian menjaga Welang di sini, ingin juga mengepulkan sebatang rokok biar setidaknya pikirannya lebih tenang. Tapi Adeo sudah berjanji kepada Dame jika dia akan menjaga Welang sampai urusannya selesai.
Catat! Ini adalah kali pertama dalam hidup pemuda dingin itu menjaga Welang selama ia sering kali keluar masuk rumah sakit.
Berselang beberapa detik, kelopak mata Welang terbuka, dengan pergerakan dada yang stabil. Setidaknya Adeo bisa memprediksikan bangunnya kali ini tidak panik seperti yang sebelumnya.
Dua kali dalam sehari ini, Welang kerap kali bangun dan tidur dalam keadaan gelisah. Bangun-bangun mengigau—mencari Dame kadang mencari Mamanya, lalu tak lama terlelap kembali.
Silih berganti perawat datang, kadang mengganti infus lalu datang membawa obat. Namun keadaan Welang selalu seperti itu. Adeo yang semula panik menanggapi, lama-lama jadi terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...