It's Hard To Die

753 102 98
                                    

"Semua Badai selalu menyakitkan"
.
.
.

Dalam waktu singkat, Welang melewati banyak kegiatan yang sedikit demi sedikit membekas dalam ingatannya. Misalnya salam sehari, Welang menemukan beberapa orang yang memperkenalkan diri, silih berganti dengan tatapan yang semuanya hampir serupa. Menyendu dan penuh harap.

Mungkin maksud mereka seperti itu adalah agar Welang segera mengenali mereka, mengingat nama maupun wajah. Terbukti tanpa sia-sia, Welang mulai mengenali beberapa orang meski terkadang terlambat dalam mengingat nama mereka.

Ada Dame, jelas, dia adalah orang pertama yang paling cepat diingat tetapi  paling jarang Welang lupakan hingga detik ini.

Keberadaannya seakan obat yang selalu mengobati luka disetiap lara yang Welang rasakan. Bahkan sebatas pusing yang menghantam kepala, hanya dengan usapan kening yang Dame berikan, perlahan pusing Welang berkurang.

Kedua Grandma. Wajah awet muda dengan hidung khas Eropa itu selalu menjadi daya tarik tersendiri untuk Welang mengingat.

Ketiga adalah Adeo. Berkat kulit pucat sebening susunya itu Welang jadi selalu fokus setiap kali pemuda galak itu memperkenalkan diri.

Terakhir ada Grandpa yang baru kemarin sore dapat Welang kenali saat memperkenalkan dirinya. Welang lihat, Grandpa berwajah tegas dengan mata yang sedikit cekung kedalam, membuat proporsi pelipis dan alis tebalnya menonjol.

Katanya, bagian tubuh itu mirip seperti milik Welang. Maka, disaat itu juga, Welang bercermin dan dengan Grandpa berada disisinya. Saat berjajar sebelah seperti itu, memang benar. Alis mereka yang memesona terlihat sangat mirip.

Lalu tepat hari ini, Welang menemukan sesuatu yang baru. Ia dipertemukan oleh seseorang yang katanya dekat dengannya. Kata Dame, bahkan orang ini adalah orang yang seharusnya Welang ingat diurutan pertama sebelum Dame sendiri.

Benarkah seperti itu? Tapi siapa dia? Terlintas dikepala sedikitpun tidak ada?

"Mario, sepupu kamu. Sepupu dari kecil bahkan kalian deket banget dulu."

Welang ingat ucapan Dame tadi siang saat menjelaskan siapa Mario dan apa hubungannya dengan Welang. Setelah itu, Welang jadi banyak berpikir, memikirkan lebih dalam apakah Mario pernah terlintas dalam mimpinya atau Welang sendiri yang memang mengabaikan keberadaan Mario dimimpi.

Kini, di dalam ruangan yang dipenuhi bau obat-obatan. Welang tiba-tiba merasa sedih. Melihat Mario yang katanya sangat sakit sampai sulit untuk berbicara. Kata Dame jantung Mario bermasalah dan membuatnya hanya bisa berbaring seperti yang Welang lihat sekarang.

Diatas kursi roda yang Dame dorong, Welang duduk sejajar dengan tangan Mario yang juga dipasang selang infus seperti waktu Welang setiap sakit. Namun bedanya, Welang melihat banyak alat-alat lainnya yang tertempel dalam tubuh Mario yang tertutup selimut tebal. Welang merasa terenyuh hatinya?

Dorongan hati yang begitu besar tanpa Welang sadari menjulurkan tangan, menyentuh dada Mario yang bergerak cepat. Sejurus kemudian, sebuah tangan menimpa diatas tangan Welang. Dingin dan basah. Ini sang empunya Mario menggenggam dengan sisa tenaga yang dimiliki, membuka mata dan berusaha tersenyum kepada Welang.

"Mario ya? Katanya sodara aku?"

Mario mengeratkan genggaman.

"Aku Elang.."

Dada Mario membusung tinggi, tengah berusaha menyimpan sebanyak mungkin udara dalam paru-paru untuk bersuara. Dia senang sekali disapa Welang. Mario rindu Welang, sangat-sangat.

"L-Lang.." dengan lemah, Mario bersuara pelan.

"Iya?" Welang mencondongkan badan, Dame pun sedikit mendekatkan kursi roda agar mendengar suara Mario lebih jelas.

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang