"Bisikan ini, adalah obat agar kamu tetap bertahan dari kencangnya angin topan yang menerpa.."
.
.
."Sakit kan, disaat semua orang nggak ada yang percaya satu pun dengan apa yang kita katakan? Semuanya menganggap kita nggak berguna. Sama seperti saya. Semua orang terlalu membanggakan Celine, menganggap Elang segalanya. Padahal Rio jauh lebih baik."
"Jangan sok peduli."
Tamara masih bisa terkekeh tipis kendati hatinya masih dilanda kesedihan. Adeo begitu terlihat frustasi, persis seperti apa yang tengah dirinya rasakan sekarang. Semua orang hanya berfokus pada Welang dan segala masalah yang Celine lakukan tanpa sedikit pun sadar jika anaknya, Mario juga menjadi bagian korban dari masalah itu.
Bukan hanya Welang yang mengalami masalah serius, tapi juga Mario. Disaat semua orang silih berganti mendoakan anak Celine itu, mengapa tak ada satupun yang mendoakan anaknya?
"Saya tahu kamu terluka. Begitulah yang saya rasakan setiap saat. Diabaikan karena satu orang, padahal hal yang dilakukannya lebih jahat dari iblis di luar sana. Membunuh ibumu perlahan, menghancurkan Ayahmu, berusaha membakar Dame. Bukankah anak itu tidak pantas disebut manusia?"
Adeo menoleh cepat. Cukup terkejut dengan perkataan itu. "Bunuh Mama perlahan? Maksud lo apa?"
Tamara lagi-lagi merasa puas, seiring senyum sinis yang terbit dari bibirnya. "Aku yakin kamu sudah melihat pesan video yang masuk dari ponselmu. Rekaman CCTV saat anak itu menukar obat di meja makan rumahmu, rekaman ibumu dimaki dan didorong, juga.."
"Enggak mungkin." teriak Adeo, membuat seisi penghuni taman saling menoleh. Terkejut.
"Tidak ada manipulasi dalam rekaman itu. Itu Video asli, percayalah padaku. Welang bersikap baik, itu salah besar. Dia melakukan itu karena ingin menghancurkan keluarga kalian. Pikirkan Adeo. Secara logika, mana mungkin orang-orang bisa bersikap baik disaat dia tahu bahwa ibu mereka telah disakiti?"
Adeo menggeleng tak percaya. Welang mungkin terlihat angkuh dan menyebalkan. Sekali pun dulu, Ia sendiri salah menduga jika anak itu memang berniat jahat pada keluarganya.
Adeo pun tahu tentang niat jahat Welang yang nyaris menghilangkan nyawa adiknya itu, namun Adeo yakin, itu bukan keinginannya, Welang hanya terhasut oleh kejahatan Mario yang lebih licik. Ya seperti itu, Adeo bahkan telah mencoba memaafkan, mencoba menyelami hati Welang yang memang sebenarnya anak yang baik, dan Welang tidak seburuk ibunya.
Adeo telah berusaha mengubah pandangannya terharap Welang. mencoba beribu cara agar memaafkan segala perbuatan menyebalkannya itu. dan terbukti, setelah kejadian Welang dibekap nyaris mati di ruang bawah tanah itu, hati Adeo meluluh. Ia mulai ingin menyayangi Welang, ingin melindungi dan timbul rasa ingin menjaga layaknya seorang Kakak.
Tapi mengapa disaat semuanya baik-baik saja, mengapa muncul suatu fakta yang tidak ingin Adeo percaya?
"Jaman sekarang teknologi udah canggih, siapa yang bakal percaya hanya lihat satu video begitu." Adeo mencoba menyanggah.
"Aku punya bukti lain. Saksi misalnya." Tamara tersenyum. Tak menyerah untuk terus mencuci otak pemuda yang berpotensi menjadi sekutu.
"Kalau memang bener begitu, kenapa nggak langsung kirim ke polisi? Kenapa lo kirim ke gue?"
"Tidak semudah itu menyerahkan bukti ke polisi, terlebih polisi itu akan memihak kepada pelaku yang ingin mereka lindungi. Kau tahu maksudku?"
"Papa.."
"Benar. Ayahmu, dia dan semua rekannya, akan berusaha melindungi anak itu, bagaimanapun caranya. Yang salah akan menjadi benar, dan yang benar, akan menjadi salah. Sama seperti saya dan Mario. Anak yang tidak berdosa akan selalu menjadi sasaran emas sebagai kambing hitam. Sama seperti dirimu yang kini terabaikan. Semua orang termasuk adikmu yang paling kamu sayang, hanya fokus pada anak itu, iya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...