Life Must Go On

606 95 90
                                    

"Suatu saat nanti, kita semua yakin, kebahagiaan akan datang menyertai kamu, Welang."
.
.
.

Sedikit demi sedikit kopi kemasan yang terasa pahit bercampur manis tersebut tandas setelah sepuluh menit Dame habiskan sembari memandang guguran pohon mangga di tempatnya duduk di depan ruangan tempatnya menunggu.

Ditemani udara dingin khas pegunungan terasa sejuk dan membuat Dame merasa sangat betah duduk berlama-lama di tempat ini. Ditambah suasana tenang yang jauh dari bisingnya suasana perkotaan, benar benar combo healing berharga yang jarang bisa orang rasakan.

Dame juga rasa, tempat ini memang tempat terbaik untuk orang-orang yang sedang menjalani pemulihan mental. Seperti yang Dame dengar dari Psikolog dan Dokter saat menyampaikan informasi terbaru mengenai kondisi Ibu Welang yang tak sengaja Dame dengar beberapa saat lalu.

Dame dengar, Perkembangan sosial Celine cukup mengalami peningkatan beberapa bulan terakhir. Wanita itu mulai jarang menunjukkan pemberontakan, emosi yang meledak dan cukup kooperaktif saat orang lain mengajaknya berbicara. Halusinasi dan waham yang biasanya terjadi setiap malam dan melakukan gerakan resudial juga telah berkurang cukup drastis akibat terapi perilaku yanh setiap hari petugas berikan.

Kini, meskipun sisi positif hal tersebut membuat semua orang merasa bahagia, namun ketahuilah, bahwa disisi lainnya juga memberikan sedikit ketakutan untuk Dame.

Celine mulai perlahan ingat kejadian menyakitkan itu, perlahan mengingat mengenai keadaan terakhir Welang yang justru ditakutkan malah membuat batinnya kembali tertekan. Walaupun demikian, Dokter telah memastikan jika sejauh ini, kondisi Celine berada ditahap stabil.

Dame membuang cup kopi ke dalam tong sampah. Kemudian menghirup kencang udara bersih nan jernih disekitarnya diiringi mata yang terpejam. Dame baru menyadari alasan itu sekarang, jika selama ini, tempat rehabilitasi dan rumah sakit jiwa tidak pernah dirancang berdiri di tengah-tengah kota, melainkan di pinggir kota atau jauh dari pemukiman serta memiliki kualitas udara yang berkualitas, supaya proses pemulihan mental berlangsung maksimal berkat kekuatan alam yang positif.

"Permisi Mas,"

Dame memutar kepala, menatap perawat pria yang memanggilnya.

"Saya udah boleh masuk?"

"Sudah, yang lainnya nunggu didalam."

Dame bergegas masuk lalu menghampiri Marco dan istri yang tepat saat itu sedang mengapi putri sulung mereka sembari memeluknya.

Dame duduk, dibangku sebrang—tepat berhadapan orangtua dan anak tersebut.

Pemuda tersebut tengah membuktikan sendiri betapa kehebatan rumah sakit ini dalah merawat Celine. Benar rupanya yang Dokter katakan. Celine terlihat jauh lebih sehat. Wajahnya tak lagi layu dan rambutnya tidak lagi terlihat berantakan. Kulitnya lebih berona dan tidak pucat, terlebih sekarang berat badannya tampak berisi, berbeda saat terakhir kali Dame berkunjung yang kurus kering seperti seorang anak yang mengalami busung lapar.

Tatapan matanya pun tidak lagi terlihat kosong, bahkan kini wanita itu tengah menilik Dame dari atas hingga bawah.

Kehadirannya cukup membuat Celine menegak, ia melonggarkan pelukan Nyonya Bendetti.

"Kamu... Dame?"

Dame tersenyum sembari mengangguk senang. "Tante inget aku? Iya ini Dame, tante."

"Dame? Kamu ngapain disini? Nanti kalau kamu disini, kamu bisa dimarah."

"Sayang tenang ya." Nyonya Bendetti menenangkan.

Memang untuk beberapa ingatan, Celine masih perlu ditenangkan. Beberapa hal kemungkinan terjadi lonjalan emosi saat membahas Banar, Nuha dan Welang. Mario dan Tamara pun kadang kala menjadi sumber lonjakan tersebut terjadi, namun tak begitu parah seperti yang lainnya.

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang