Hilarious

774 108 53
                                    

Elang, menurutmu, apa arti hidup di dunia ini?
.
.
.

"Lang?"

Welang menoleh kala Mario memanggil.

"Gue harap lo ingat semua kejadian yang lo benci di tempat ini."

Suara Mario yang bersahutan dengan suara musik di komedi putar, terdengar samar, ditambah pendengarannya yang kini memburuk membuat Welang mengerutkan alis.

"Ngomong apa? Benci apa?" Hanya dua kata itu yang Welang dengar.

Mario tersenyum, lalu menguatkan pegangan ditiang. Tubuhnya kemudian sedikit condong mendekati Welang agar ucapannya jelas didengar. "Lo suka sama permainan ini?"

Welang mendengar jelas. Dia mengangguk. "Suka." Sahutnya dengan suara semangat. "Elang suka, enggak mau berhenti. Boleh ulang sekali lagi?"

Mario menggeleng. "Enggak bisa. Walaupun kita suka permainan ini, lo nggak boleh terus disini. Sejujurnya Gue juga sama, suka permainan ini, tapi kalau kita lama-lama stuck, permainan ini nggak bakalan selesai. Lo mau terus-terusan selalu terjebak kaya gini?"

Welang berkedip, setelahnya menggeleng. Dunia disekelilingnya telihat berputar akibat pergerakan wahana. "Lama-lama Elang pusing."

Mario terbahak pun disertai anggukan. Omongan Welang ada benarnya. "Bener. Maka dari itu, lo jangan lama-lama mau terjebak disini. Lo harus paksain inget, tentang semua itu, biar semua cepet kelar."

Perkataan Mario membuat Welang terdiam. Sejujurnya, pemuda itu dilanda bingung secara mendadak akan ucapan pemuda seumuran dengannya itu. Matanya hanya berkedip tanpa arti, sebelum akhirnya permainan selesai setelah lima kali putaran, fokus Welang kembali tertuju pada Dame yang satu-satu dia ingat.

--_--_--_--_--

Mario menyaksikan kegaduhan di depannya, sembari memijat samar dada kirinya yang sedikit menyentak. Tatapan Mario fokus pada Welang yang tidak kunjung bisa dibangunkan itu.

Matanya yang tertutup rapat, dibanjiri keringat. Banyak tangan yang menyentuh tubuhnya, terutama wajah dan kepala. Rambut Welang yang basah, diusap berulangkali dengan suara-suara memangil untuk menggiring kesadarannya.

Banyak cara telah dilakukan, hampir tiga puluh menit waktu berlalu, namun Welang masih tak menunjukkan tanda-tanda pingsannya akan berakhir. Minyak aromateraphy juga berulangkali dioleskan, namun tidak juga memberikan efek yang berarti. Selang oksigen telah bertengger dihidung anak itu sebagai tahap penting peningkatan kadar oksigen diotak juga telah dilakukan.

Semua orang panik, takut terjadi sesuatu pada Welang. Pikiran mereka terbawa pada kondisi Welang yang sangat rawan ini. Cedera otak bukan sesuatu yang dianggap enteng, Meski dari kasat mata hanya terlihat pingsan biasa, tapi tidak bisa dipungkiri dapat berakibat fatal bagi kondisi tubuh Welang.

Dame sejak tadi tidak berhenti menekan jari-jari Welang, kadang menggenggam, kadang juga mencubit lengannya. Mulutnya tidak berhenti memanggil adiknya, pun hatinya tidak berhenti berdoa. Dia berharap Welang segera bangun dan tidak terjadi apapun.

Banar masuk ke ruang kesehatan setelah berdiskusi dengan tenaga medis yang berjaga. Kehadiran Mario yang membuat geram, terpaksa pria itu diabaikan.

"Dame, kita bawa Elang ke rumah sakit sekarang. Jangan lupa semua barang-barangnya, jangan sampai ada yang tertinggal."

"Tapi parkirannya jauh, Pa. Gimana cara bawa Elang ke sana?"

"Kita pakai ambulance yang ada di sini. Kamu bawa mobilnya, biar Papa yang temani Elang di dalam ambulance." Diliriknya Pak Rudi di sisi Welang yang lain. "Kenapa masih disini, Pak Rudi? Welang biar saya yang urus, bapak bisa antar Mario pulang. Sepertinya Mario agak kelelahan, saya takut nanti kondisinya drop juga."

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang