Pagi itu, langit menjatuhkan air hujan dalam volume besar, berpadu kilatan cahaya yang sesekali berkelip menandakan ekstrimnya cuaca di musim penghujan bulan-bulan ini. Beruntung Dame mau mendengar perintah Adeo untuk segera pulang kemarin malam, kalau tidak, mungkin Dame tidak akan bisa pulang karena terjebak hujan.
Selama beberapa hari Welang dirawat, ini merupakan hari pertama Dame meninggalkan Welang. Bukan bermaksud bosan, Dame terpaksa berpisah dan membiarkan Ayah dan Kakaknya menemani adiknya karena dia harus mempersiapkan ujian yang tidak bisa dilewatkan dari mata kuliah penting nanti siang.
Selain itu, Dame sengaja pulang lebih dahulu karena sudah berencana membuat sarapan untuk keluarganya. Termasuk Welang yang kemarin mengeluh bosan dengan makanan rumah sakit.
Dame berinisiatif membuatkan makanan yang sekiranya bisa membuat nafsu makan adiknya membaik.
Aroma telur dadar menyebar ke penjuru ruangan, ditambah harumnya sup ayam yang dipadu wortel dan aroma rempah lainnya sukses membuat Dame lapar berkali lipat dari sebelumnya.
Dame mematikan kompor, mengangkat teflon dan menaruh telur dadar itu ke piring yang telah disiapkan. Dame lantas mendudukan diri sejenak sembari menatap ke arah jendela. Kaca beningnya mengabur berkat hantaman tetesan hujan lebat.
Kalau cuaca seperti ini, jam berapa kira-kira selesai hujan?
Mata Dame lantas bergulir pada jam yang berbunyi. Waktu berjalan sangat cepat, Dame tidak sadar jika telah menghabiskan banyak waktu di dapur sejak selesai sholat subuh.
Dame kembali melirik karyanya sendiri di depan meja makan dengan seutas senyum hangatnya. Ia tarik udara sekitar kuat-kuat hingga aroma gurih tercium dirongga-rongga hidung. Dia tertawa kecil, tidak sabar rasanya Dame memberikan sup ayam ini untuk adiknya.
Wajah Welang yang menggemaskan saat makan terbanyang dikepala, dengan pipi penuh dan lahap, tiba-tiba membuat suasana hati Dame jadi cerah.
"Masak apa lo?"
Dame memutar kepala cepat. Terkejut dengan munculnya suara ditengah bisingnya hujan. Sementara yang bersuara berjalan santai dengan wajah sembab khas bangun tidur. Muap lebar dengan tangan yang menggaruk perut.
"S-sejak kapan kamu di rumah? Bukannya di rumah sakit jagain Elang? Kok nggak ngabarin kalau tidur di rumah juga? Terus Elang bagaimana?"
Pertanyaan Dame bertubi-tubi dengan nada terkejutnya itu tak diindahkan sama sekali. Adeo justru membelakangi Dame dan berdiri di depan kulkas yang terbuka.
Setelah menemukan sebotol air mineral, lalu ia meneguk sampai mendongak. Belum usai disana, Adeo lantas mendekati meja makan dan mengambil satu tahu dan memasukkannya sekaligus dalam mulut.
"Gue baru pulang jam tiga, selesai perawat ganti infus dia."
Alis Dame berkedut, masih belum menemukan jawaban memuaskan, "Terus?"
"Biar bisa anterin lo bego. Bener dugaan gue, bakalan hujan gede. Nanti lo harus anter Papa sama dia makanan terus ke kampus lagi, terus balik lagi ke rumah sakit. Repot."
Dame tersenyum tipis. Kakaknya ini, sepeduli itu, membuat hati berdebar saja. Dibalik sikapnya yang bertindak sesuka hati, Adeo adalah Kakak yang bisa diandalkan.
Apalagi sekarang Adeo mulai terang-terangan menunjukkan kasih sayangnya kepada Welang. Mulai mau membantu Welang ke toilet dan terkadang mau menyuapi Welang makan saat Dame tidak ada.
Meskipun Welang harus menerima suara-suara ketus, tapi tak masalah selagi dalam batas wajar. Lagi pula, memang pembawaan Adeo yang seperti itu, entah menurun seperti siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fiksi Penggemar{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...