Akhir Perjalanan

701 90 136
                                    

"Kebahagiaan akan datang pada waktu yang tepat."
.
.
.

Dua kali melewati musim semi membuat Welang menyadari sesuatu. Iklim di Jerman dengan di Indonesia jauh berbeda. Di Jerman terlihat lebih cerah tanpa awan putih di atas langit yang biru disana. Welang tersenyum seraya menghirup dalam-dalam udara sejuk yang berhembus. Udara mahal yang bersih ini, bisa secara cuma-cuma Welang dapatkan di kota kecil tempatnya tinggal dua tahun belakangan ini.

Suara burung serta semerbak harum bunga-bunga yang tumbuh liar di padang rumput tempatnya berbaring juga menjadi kegiatan yang tidak pernah Welang lewatkan selama musim semi kali ini.

Welang suka musim kali ini, bisa bergerak lebih bebas dan melakukan banyak hal yang diinginkan. Kekangan yang mulai berkurang serta omelan Dame yang kadang membuat telinga Welang panas, kini mulai sedikit berkurang.

Welang bersyukur, atas segala usahanya yang membuahkan hasil. Berkat Dame, mungkin Welang sendiri tidak akan sampai di titik ini. Katanya, Welang lebih baik dari musim Semi sebelumnya dan membuat semua orang bangga atas kerja kerasnya.

Ya, Welang selama ini, katanya bekerja keras, kendati kerja keras yang Welang lakukan sangat berbeda jauh seperti yang Dame dan Adeo lakukan—sepengamatannya.

Dame sibuk belajar, dari pagi hingga kadang pagi lagi lalu berangkat ke kampus dan kembali lagi untuk sesekali ikut makan malam atau sesekali mengecek keadaan Welang. Sama persis seperti yang Adeo lakukan, dia juga seperti itu, banyak melakukan kegiatan di luar rumah dan hanya sesekali pulang saat makan malam atau ketika Welang meminta ingin ditemani.

Oh! dan satu lagi yang menyebalkannya dari Kakak sulung Welang itu. Dia mulai mencari perhatian Grandma agar segera memberi restu gadis pujaan yang beberapa hari ini sering dikenalkan kepada seluruh penghuni rumah.

Sedangkan Welang..

Dia lebih banyak melakukan kegiatan di rumah, melakukan banyak latihan fisik dengan penjagaan yang ketat. Sesekali, Welang juga akan diberikan pelajaran dasar, namun bukan ke yang mengarah akademisi seperti yang dua Kakaknya lakukan. Ia hanya belajar, mengenal dunia seperti anak TK yang sedang banyak-banyaknya mengenali dunia.

Welang merasa bosan, maka setiap minggu atau waktu tertentu dia akan pergi ke luar rumah. Menikmati kota kecil di utara Jerman yang bersuhu lebih dingin, sudah cukup membuat bahagia.

Sesekali Grandma juga ceritakan kisah kedua orang tuanya yang telah meninggal, yang kadang kala membuat Welang cukup sedih, namun bukan berarti Welang tidak bersyukur dengan keadaannya yang sekarang. Dia sangat bahagia tinggal bersama Keluarga kecilnya. Kakek dan Nenek serta saudara yang menyayanginya. Meskipun tanpa orangtua. Welang bersyukur sekali bisa menjalani hidup seperti ini.

Welang mencoba menjadi anak yang baik dengan bersikap lebih berhati-hati sebelum mengucapkan kalimat. Tidak lain karena alasan penting yang sampai saat ini Welang yakini, yaitu, jika Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya adalah kenangan yang tidak ingin Nenek dan Saudaranya dengar.

Mereka terlalu terluka jika harus memutar memori untuk membayangkan kembali keadaan kelam yang Welang alami kala itu. Termasuk Dame sendiri. Katanya, melihat Welang sakit, selalu membuat Dame ingin menangis, Neneknya pun seperti itu.

Welang sakit adalah luka untuk mereka, maka Welang mencoba menyimpan dalam-dalam luka yang mereka rasakan dengan tidak membicarakan masa lalu.

"Woah.. sehr schöne landschaft." (Woah pemandangan yang sangat bagus.)

Welang melempar buku catatan yang selalu ia bawa ke mana pun itu ke sembarang arah, lalu dengan cepat tangannya meraih kamera yang tergeletak disisi tubuhnya. Ia bergegas duduk, lalu dengan cepat mengabadikan interaksi dua tupai yang saling berjajar memakan apel liar yang rindang.

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang