Kebingungan seakan telah melekat dalam diri Welang, terbukti dari objek apapun yang dilihatnya, Welang selalu kesulitan mengidentifikasikan sampai sekarang. Welang masih terjebak dalam perasaan hampa dan asing itu, entah sampai kapan dan entah berapa lama akan seperti ini.
Welang selalu bertanya-tanya tentang semuanya, Tentang identitas dirinya juga tentang orang terdekat Welang di masa lalu, yang sukses membuat semua orang menangis akan kenyataan itu.
Mereka yang dilupakan merasa terluka. Sosok yang dulu mereka abaikan, kini seolah berbalik mengabaikan mereka dengan cara yang lebih menyakitkan.
Banar yang paling tahu perasaan itu, paling sering menjadi korban setiap harinya saja tidak pernah merasa terbiasa, apalagi Tuan Marco Bendetti yang baru saja merasakan menjadi korban Welang untuk pertama kalinya.
Sulit menggambarkan perasaan pria tua itu saat ini, melihat sang cucu kesayangan yang dalam keadaan berbeda, membuat Pria tua itu tak dapat membendung tangis atas segala penyesalannya. Beribu kali ucapan maaf sekiranya membuat hati lebih baik, rupanya tidak memiliki arti. Hatinya semakin sakit.
Tuan Marco menangis tersedu sembari memeluk Welang sangat erat sampai membuat cucunya sedikit merintih kesakitan.
Ya, tepat ketika mereka menginjakkan kaki dalam luasnya Mansion mewah itu, tuan Marco Bendetti langsung menerobos sang cucu begitu raga ringkihnya nampak dari pandangannya.
Welang yang saat itu mulai mengantuk, tiba-tiba melonjak segar perkara perlakuan sang Kakek. Tubuh ringkihnya terkunci rapat dan melalui tatapan memohon yang dilemparkan untuk Dame, terlihat sekali Welang tidak nyaman dengan perlakuan itu.
Dame pun tidak bisa berbuat banyak karena merasa takut dan tidak enak awalnya pasrah menyaksikan pemandangan didepannya, namun begitu Welang berusaha menggapai-gapai—meminta tolong, barulah Dame mendekat.
Tuan Bendetti yang merasa pergerakan aneh, akhirnya pun melepaskan pelukan. Dan setelah itu, Welang seketika berdiri disebelah Dame sembari memeluk lengan Kakaknya sangat erat.
"Grandma pasti akan senang sekali bertemu Elang. Sayangnya Grandma mu itu belum bisa pulang ke Indonesia. Tinggallah disini bersama Mario sembari menunggu dia datang."
Welang menggeleng keras dengan tangan yang semakin menggenggam kuat lengan Dame. Rasanya Welang seperti hendak diculik, dia sendiri tidak mengerti mengapa ia setakut itu pada kakeknya sendiri.
"Kenapa Elang, Kenapa tidak mau? Ini Grandpha, disini rumahmu, Nak. Apa kamu tidak ingat setiap kali kamu bertengkar dengan Mamamu, kamu selalu mencari Grandpa dan tidur bersama Grandma?"
Terlihat frutasi, Tuan Bendetti masih denail dengan perubahan sikap yang dianggap asing oleh cucunya sendiri. Air mata pria ityutidak berhenti berjatuhan menangisi penyesalan yang tiada artinya lagi.
Harusnya...
Harusnya dia tidak mendengerkan Tamara dan tetap memilih tinggal di Indonesia bersama dua cucu-cucunya.
Harusnya..
Sebagai seorang Kakek, Marco Bendetti bisa melindungi cucu-cucunya sehingga tragedi dulu tidak akan terjadi.
"Elang, maafkan Grandpha karena telah gagal melindungimu, tidak bisa merawatmu. Sini Nak, sini, sama Grandpha. Grandpha akan melindungimu sekarang. Tuan Bendetti memanggil seraya mendekati sang cucu hati-hati, namun Welang melangkah mundur seraya menggeleng ketakutan.
Khawatir dengan kondisi sang anak, Banar pun akhirnya selangkah maju, berusaha menghalau tatapan tidak nyaman yang dilihat dengan punggung kokohnya.
Welang pun berakhir tenggelam dibalik punggung itu seraya mengusap dadanya sendiri. Dame turut ikut adil menenangkan dengan cara yang sama sembari berbisik pelan menyuruhnya tetap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...