Elang, jika harus memilih, siapa yang akan kamu pilih?
.
.
.Ditengah keheningan yang menemani selama hampir seharian, akhirnya Welang mendengar suara yang berasal dari luar. Seseorang tengah mencoba membuka pintu dengan tergesa-gesa.
"Lang! Elang, jawab Lang!"
Telinga Welang, menangkap suara panik itu dalam keadaan setengah sadar. Matanya terbuka, namun tak mampu melihat sedikit pun cahaya. Pusing dikepala makin menjadi hingga membuat tubuhnya lemas dan tak memiliki kekuatan untuk bersuara.
Suara dentuman pada pintu semakin lama semakin terdengar keras. Sepertinya, pintu berusaha dibuka paksa, begitu pula dengan suara Dame yang semakin lama semakin kencang memanggil.
BRAK!
Pintu berhasil terbuka. Secercah cahaya seketika menghantam bola mata yang bergetar itu. Masih dalam posisi melingkar seperti bayi, Welang melihat Dame rubuh dan bersimpuh beberapa langkah di depannya.
"L-Lang..." Tubuh Dame melemas begitu melihat tubuh yang bahkan masih mengenakan seragam itu mengigil dalam keadaan wajah yang sangat pucat. Kedua lututnya menekuk dengan ujung kaki yang saling menumpu.
Dame tak kuasa meloloskan air mata saat mata sayu Welang mengerjap. Ada banyak rasa yang tersirat dari sinar yang dipancarkan, seolah mengadu atas segala yang sial terjadi padanya.
Setelahnya, Dame merangkak, mendekati Welang dan mencoba menggapai tangan yang tergeletak di lantai berdebu itu. Panas dan basah menjadi penanda jika kondisi Welang benar-benar jauh dari kata baik.
"Lang, maaf.. maaf telat tolongin kamu."
Bola mata Welang bergulir lemah. Dame, Welang kira sedang berhalusinasi melihat sosok ini. Ia kira ibunya, tapi rupanya sungguh-sungguh Dame. Bagaimana.. Bagaimana anak ini bisa tahu jika Welang berada disini, dalam keadaan seperti ini? Bagaimana bisa lolos dari pengawasan ibunya?
Dame sendiri terlihat sangat cemas, bahkan Welang sama sekali tidak melihat adanya tanda-tanda aura benci yang terpancar dari wajah ini.
Rambut Welang seperti seseorang yang baru selesai keramas, sangat basah dan lepek. Baju yang basah karena keringat menambah kadar lembah dan membuat tubuh anak itu semakin merasa kedinginan. Dame cepat-cepat mengangkat tubuh Welang, membawanya ke pelukan dan membungkusnya dengan jaket parasut yang ia kenakan.
Hangat. Welang mulai merasa hangat beberapa detik dan hebatnya, berhasil menambah beberapa persen daya dalam tubuh seketika. Secuil merasa terharu, pertama kali merasakan kehangatan dari saudara. Apa begini rasanya? Nyaman sekali.
"Dame.." Sehingga mampu membuat Welang bersuara. Meski lemah, Dame bisa mendengar.
"Iya?" Sahut Dame. Hawa panas yang keluar dari mulut Welang terasa membakar kulit dibalik baju Dame. "Tunggu ya, Lang, kita tunggu Papa dan Pak Rudi..."
"Dam.. Kenapa?"
"Kenapa? Apa?"
Welang berusaha melepas rengkuhan yang sengaja Dame ciptakan itu perlahan. Meski sempat mendapat protes dari Dame dan menarik tubuhnya kembali, namun Welang tetap menjauh.
"Kenapa tolongin gue?" Welang mengerutkan kening, kesakitan saat semua tulangnya ngilu.
"Mama bilang kamu diseret paksa keluar dari UKS. Aku yakin kamu nggak akan baik-baik saja setelah sampai rumah. Dan bener aja.."
Dame menjeda ucapannya. Ingat usahanya sampai disini dilalui banyak masalah. Dugaannya benar, feelingnya memang selalu benar, Celine pasti melakukan sesuatu yang sangat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...