Three Day Before..

794 115 54
                                    


'Tidak masalah untuk tertawa tanpa beban seperti itu, sebab itu akan menjadi pengingat jika kedepan, kamu akan baik-baik saja, Elang'
.
.
.

Telinga Dame dikejutkan dengan suara azan subuh dari masjid komplek perumahannya. Matanya seketika berbuka, pun dengan tubuh yang otomatis jadi terlentang. Selimut yang membungkus setengah bagian tubuhnya mendadak menjadi perhatian Dame subuh ini. Seingatnya kemarin dia sempat memakai selimut, baru sadar kala kaus kakinya juga sudah dilepas.

Dame tersenyum tipis saat mengingat betapa keras usahanya agar tetap terlihat pulas demi tak mengganggu kegiatan langka yang dilakukan Adeo semalam. Dame tidak mau mengusik, karena jika sampai Adeo kepergok, maka dia pasti akan malu dan tidak akan pernah mau lagi mengurusi Welang.

Kini Dame menggeser tubuhnya ke sisi Welang. Mengecek suhu tubuh adiknya dengan punggung tangan. Aman, tidak dingin tidak panas. Welang tidur nyenyak berkat oksigen tambahan, dengan posisi setengah baring selimut hanya menutupi pinggang dan kakinya.

Dame membenahi selimut lebih lebar lagi agar seluruh badan Welang tertutup. Setelah selesai, Dame beranjak dari ranjang untuk segera menunaikan sholat subuh.

--_--_--_--_--

Semua bermula dari terperangkapnya Welang dalam ruangan yang sangat gelap. telinganya tak dapat menangkap sedikitpun suara disekitarnya, termasuk suara napas dan detak jantungnya sendiri.

Seberapa lebar pupil matanya menyorot sekitar, ia sama sekali tak menemukan objek apapun. Welang mulai ketakutan meski demikian, kakinya tetap bergerak tanpa arah, pun dengan tangan yang terbentang, mengisyaratkan mencari secercah cahaya dan harapan.

"Sejak kapan bajingan sialan ini ada di sini?"

Sebuah suara yang tertangkap sangat jauh membuat tubuhnya menegang. Welang tajamkan pendengar kemudian makin keras lah ia menangkap suara lainnya.

"Kamu dan ibumu sama saja menyusahkan. Gara-gara kamu Tamara selalu nggak fokus sama pekerjaan. Papi jadi terlalu memanjakan kamu. Buat apa kamu hidup hanya untuk menyusahkan semua orang?"

Begitu suara itu berhenti, dunia yang Welang pijak tersapu angin yang mendatangkan cahaya yang menyilaukan. Welang melindungi mata menggunakan lengan, beberapa detik setelah silaunya cahaya meredup, ia lantas menurunkan lengannya. Betapa terkejutnya Welang, kini tiba-tiba tubuhnya berada di sebuah kamar seseorang.

"Hhh.. t-tan.. hh."

Welang berbalik badan saat mendengar suara rintihan kesakitan itu. Matanya membulat begitu menyaksikan tragedi mengerikan di depannya. Seseorang wanita mencoba melakukan pembunuhan keji kepada seorang pemuda.

Pemuda itu terlihat bersusah payah melepas tangan wanita yang mencekiknya, melawan dengan sebuah tendangan dari kedua kaki yang melayang diudara akibat ulah wanita keji itu. Welang tak kuasa menyaksikan lantas mulai bergerak.

"Jangan!" teriaknya mencoba menghentikan aksi anarkis wanita itu, namun alangkah terkejutnya saat tangannya menembus tubuh wanita itu. Welang kembali mengulang meraih pundaknya, namun lagi-lagi tangannya tetap tak mampu menyentuh apa pun, tangannya tetap tembus pandang bagaikan menyentuh udara yang hampa.

Mau tidak mau Welang hanya mampu menatap miris pemandangan itu tanpa bisa membantu apapun. Welang mengendarkan pandangannya saat wanita itu semakin mencekik leher si korban ke arah lain.

Nyatanya pemandangan ruangan kamar kembali menarik perhatian. Terasa familiar. Semua barang-barang di tempat itu seperti pernah Welang temui sebelumnya. Tapi kapan? Pertanyaan-pertanyaan terus berlanjut semakin luas, tentang Kenapa ia bisa berada di tempat ini dan siapa orang-orang yang ia lihat ini?

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang