"Melepas Rindu yang terpendam."
.
.
.Setiap detik waktu berlalu Dame habiskan untuk terus melirik Welang. Apapun itu, bahkan hanya sekedar pergerakan ringan ataupun perilaku Welang yang sekiranya tampak tidak wajar, Dame selalu terkesiap panik, sampai-sampai jalanan kota Jakarta yang seharusnya menjadi pemandangan yang merindukan seakan tidak berarti apapun dimata Dame dibandingkan adiknya sekarang. Perkara rasa khawatir yang terlalu berlebihan. Takut Welang kenapa-kenapa.
Bagaimana jika keputusan membiarkan Welang ikut pulang ke Indonesia malah menjadi bencana? Dame tidak bisa membayangkan jika detik berikutnya Welang mengeluh pusing karena otaknya tanpa sadar bekerja keras mengingat sesuatu. Kendati Welang sendiri tampak baik-baik saja sekarang, tenang dan heboh seperti biasanya, menatap kendaraan yang padat merayap.
Saat mobil terhenti kala lampu merah menyala, Dame mengalihkan pandang pada salah satu bangunan terdekat. Dua tahun tinggal di Negara lain tak membuat Dame melupakan begitu saja tanah kelahirannya. Kota penuh kenangan.
Pahit dan manis, Dame menginjakkan kaki kembali ke Jakarta. Berat hati Dame untuk kembali, tapi apa daya? Sebesar apapun Dame menghindar, akan ada masa dia akan kembali ke tempat ini kembali. Hubungan Dame tidak akan bisa terputus begitu saja.
"Selesai Deo pelantikan, lo beneran langsung balik, Dame?"
Dame menghadap depan, menatap Mario yang tiba-tiba bersuara setelah sekian menit juga terdiam. Pemuda itu terlihat sedikit berbalik badan dari kursi di samping kemudi. Dame sedikit terkejut sebenarnya, apa yang sedang Dame pikirkan sejak tadi seperti diketahui oleh Mario.
Atau apa mungkin dia sendiri juga sedang memikirkan hal yang serupa?
"Lo nggak mau jalan-jalan dulu ke mana begitu, datengin tempat makan yang ngangenin misalnya, atau ketemu teman sekolah lo silahturahmi, selagi di sini." Lanjut Mario.
"Menurut lo.. gue harus ngelakuin itu, nggak?" Dame malah balik bertanya.
"Lah anjir. Gue tanya elu, kenapa tanya balik."
"Gue nggak tahu. Gue pikirin nanti. Kalo lo sendiri? Lo ada mau pergi ke mana?"
Mario kembali menghadap depan bersamaan dengan helaan napas yang terdengar. "Pengennya sih ke lapas kalo diizinin Grandpa."
Dame meneguk ludah kasar. Bensr saja, Dia baru ingat. Bukan hanya dirinya dan Welang saja yang menyimpan banyak luka di kota ini, tapi juga Mario.
Tamara dan Celine. Bagaimana kabar mereka sekarang. Lama tak membicarakan masa lalu membuat Dame lupa jika dua orang penyebab luka di kedua hati pemuda bersepupu itu.
Dame menoleh kala Welang memegang tangannya. Anak itu tersenyum lemah, yang lantas membuat Dame menegak.
"Kenapa? Kamu kenapa?" Tanyanya khawatir.
Welang menggeleng. Dia tersenyum seraya berkedip lambat. "Ngantuk."
Dame menghela napas lega. "Sini tidur."
Dame membiarkan Kepala Welang bersandar pada bahunya. Begitu pun lengan kirinya menjadi bantal guling untuk Welang. Alat bantu dengar yang mengganjal telinga Welang, Dame lepas kemudian disimpan di saku kemeja kotak-kotaknya.
"Yo tau kabar tante Celine gimana sekarang?" Dame berbicara dengan nada yang cukup membuat Mario terkejut. Pemuda itu menoleh cepat dan memperhatikan Welang.
"Nggak pa-pa dia tidur, alat dengarnya dilepas." Penjelasan Dame membuat Mario lega.
"Gue denger-denger, kondisi dia mulai membaik. Dan lo harus tau. Dua bulan lalu waktu Grandpa balik ke sini, dia pernah ada bahas sesuatu sama Grandma tentang tante Celine."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Hometown
Fanfiction{Brothership, Familly, Slice Of Life, Sicklit, Angst} Semuanya terasa sangat membingungkan bagi Welang. Dalam ingatannya rumah adalah tempat yang paling nyaman dan menyimpan banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan. Namun saat ini, rumah dan selu...