Kilas Balik: D-Day

801 117 101
                                    

Andaikan saat itu Papa tidak meninggalkanmu, apakah keadaan akan berubah, Elang?
.
.
.

Banyak hal yang berkecambuk dalam benak begitu Welang tiba di rumah. Merasa aneh dan janggal. Selama hidupnya, Welang tidak pernah menyaksikan rumah mewah miliknya gelap gulita bagaikan tak berpenghuni seperti ini.

Tidak ada seorang pun yang menyambut kedatangannya, bahkan penjaga rumah sekalipun tak terlihat batang hidungnya, tempat dimana penjaga gerbang bertugas nampak kosong dan berdebu.

Beruntung gerbang rumah miliknya canggih, dapat dibuka melalui perintah otomatis melalui smartphone, kalau tidak, mungkin Welang tidak bisa masuk ke dalam.

Welang kembali mengaktifkan mode 'open' untuk membuka pintu rumah yang lebar dan tinggi itu. Kebingungan kembali bertambah kala sepi menyambut. Gelap, pengap dan sangat sunyi.

"Ma..Mama!" Welang berteriak seraya menyalakan lampu. "Pak Rudi?" Tapi justru hening yang menanggapi, Rumahnya benar-benar kosong.

Lantas ke mana Celine saat menghubungi Welang barusan? Welang kembali menghubungi ibunya seraya mengecek ke kamar. Kosong. Bahkan ranjang besar itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ditempati. Sangat rapi tanpa kusut.

"Apa Mama belum pulang kantor? Tidur kantor? Atau di rumah Grandpa?" Gumam pemuda itu.

Tak ingin menunggu lebih lama, Welang lantas beralih menuju kamarnya. Ia ia lantas duduk di atas ranjang seraya sibuk menghubungi semua penghuni rumahnya. Beberapa kali panggilan masuk, namun tak kunjung diangkat, begitu pun saat menghubungi Mario, Pak Rudi dan siapa pun yang ada dikontak ponsel. Semuanya nihil. Tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat telponnya.

Karena waktu menunjukkan dini hari, tubuh Welang pun merespons kantuk secara alami, maka di malam itu, Welang menyerahkan kelopak matanya untuk menutup.

Welang akhirnya tertidur sangat pulas sekitar tiga jam lamanya. Cukup singkat untuk anjuran tidur pada umumnya yang harus mencapai durasi enam sampai sembilan jam. Sebab, di waktu berikutnya, tepat pukul lima pagi, suara berisik dari lantai bawah membangunkan Welang secara tiba-tiba.

Rumah besar itu dipenuhi suara bell yang seperti sengaja dibunyikan berulang kali, entah siapa pelakunya, yang jelas berhasil membuat Welang terbangun dan membuat ia jadi penasaran. Beberapa detik setelah mengumpulkan nyawa, Welang memutuskan turun ke bawah untuk mengecek keadaan.

"Ma.." Welang berlari dari anak tangga begitu sosok yang datang itu adalah ibunya. Welang berlari cepat menghampiri Celine yang berjalan terhuyung.

Wanita itu sibuk membenah langkahnya, sebab salah satu sepatu hak tinggi yang digunakan tidak terpakai dengan benar— nyaris terlepas. Sebelah tangannya mementeng tas mewah, disela jari yang memegang leher botol tersebut juga terselip ponsel. Penampilan luar biasa berantakan dengan Kemeja putihnya terdapat bercak kusam.

Welang tidak punya waktu untuk terkejut, semuanya sudah terwakili dari penampilan Celine yang berantakan itu. Botol miras di tangan yang masih sesekali diteguk, rambut dan baju berantakan, polesan makeup yang sembrawut, maskara yang meleleh serta terdapat banyak bekas lipstik di pipi.

Aroma alkohol begitu menyengat disetiap jengkal tubuh Celine. Welang bisa menyimpulkan ke mana ibunya pergi beberapa hari ini.

"Selama aku nggak di rumah, kerjaan Mama cuma mabuk kaya gini?" Dilihatnya dibalik punggung Celine tidak ada siapapun. "Mama pulang sama siapa?"

Celine tersenyum getir. Kepalanya terasa berputar dan berat, membuat ia tak bisa menanggapi pertanyaan khawatir anaknya, jangankan menjawab dia bahkan tidak menyadari keberadaan anaknya.

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang